Nusantara: Pengertian, Sejarah, dan Konsep Wawasan Nusantara

Table of Contents
Pengertian Nusantara

Pengertian Nusantara

Nusantara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Istilah Nusantara berasal dari bahasa Kawi nusa (pulau) dan antara (luar). Kata ini tercatat pertama kali dalam kitab Negarakertagama untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit.

Kawasan Nusantara mencakup sebagian besar Asia Tenggara, terutama pada wilayah kepulauan. Sementara, di luar Indonesia, istilah Nusantara digunakan untuk merujuk kepada Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), yang terletak di antara daratan utama Indochina⁠—Indochina terdiri atas Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, dan Malaysia⁠—dan daratan Australia.

Pribumi-Nusantara (Pribumi Indonesia), juga dikenal sebagai pribumi adalah orang Indonesia yang akar leluhurnya berada di Nusantara sejak zaman pra-sejarah dari abad ke-7 M hingga abad ke-13 Masehi, dibedakan orang Indonesia keturunan asing (sebagian) yang diketahui, seperti orang Indonesia Tionghoa, orang Indonesia Arab, orang Indonesia India dan orang Indo-Eropa (Eurasia) yang pendahulunya berada di Indonesia dari zaman penjajahan kolonial sejak abad ke-16 Masehi.

Istilah pribumi dipopulerkan setelah kemerdekaan Indonesia sebagai pengganti yang terhormat untuk istilah kolonial Belanda Inlander.

Sejarah Nusantara

Nusantara adalah kata yang digunakan oleh orang Indonesia untuk menggambarkan pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke. Menurut banyak ilmuan Indonesia, kata Nusantara pertama  bukan berasal dari Patih Gajah Mada, melainkan dari Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari.

Saat itu, Kertanegara memperkenalkan konsep Cakrawala Mandala Dwipantara, yang  dalam bahasa Sansekerta, kata “Dwipa” memiliki arti yang sama dengan kata “nusa” yang berarti pulau dan kata “antara” yang memiliki arti yang sama dengan kata “antara”. dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, secara umum kata tersebut berarti “pulau-pulau perantara”. Arti frasa “pulau perantara” sama dengan makna kata “Nusantara”.

Di sisi lain, ada pula yang mengklaim bahwa kata “Nusantara” pertama kali digunakan pada  abad ke-1 oleh Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa pada abad ke-1 Kata ini digunakan untuk menyebut pulau-pulau di luar  Jawa.  Dalam sumpah  yang tertulis dalam kitab Negarakertagama  itu tertulis bahwa kata Nusantara meliputi pulau Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian  Sulawesi, Maluku dan Papua termasuk  Singapura, Malaysia, Brunei dan sebagian dari Filipina.

Namun, setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit, kata “Nusantara” tidak digunakan lagi sampai abad ke-20. Saat itu, pendiri Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah “Nusantara” untuk menggantikan penggunaan kata “Hindia Belanda”. Hal ini dikarenakan kata Hindia Belanda mengandung unsur  bahasa asing yang dapat menimbulkan kerancuan kata dalam sastra asing.

Selain kata “Nusantara”, ada istilah lain yang juga digunakan untuk menyebut Pulau Sabang di Merauke, yaitu “Indonesia” (Indonesia) dan “Insulinde” (Kepulauan Hindia). Istilah insulin diciptakan oleh Eduard Douwes Dekker. Namun, pada tahun 1928, pada Kongres Pemuda Kedua, kata “Indonesia” akhirnya  ditetapkan sebagai gelar nasional. Setelah itu, kata “Nusantara” masih digunakan sebagai sinonim untuk kata “Indonesia” dan sering digunakan dalam iklan televisi dan diskusi politik dan tidak dilupakan seperti yang terjadi di masa lalu.

Arti Nusantara Dalam Konsep Kenegaraan Jawa Majapahit

Berdasarkan konsep kenegaraan Jawa di abad ke-13 sampai 15, raja dianggap sebagai Raja-Dewa. Artinya, raja yang memerintah adalah titisan dewa. Oleh sebab itu, daerah kekuasaannya juga mencerminkan konsep kekuasaan seorang dewa. Contohnya adalah Kerajaan Majapahit yang kerap dijadikan teladan memiliki tiga bagian wilayah di antaranya,
1. Negara Agung
Negara agung adalah daerah yang berada di sekeliling ibu kota kerajaan tempat seorang raja memerintah para abdi dan rakyatnya.

2. Mancanegara
Bagian selanjutnya adalah mancanegara yang mencakup seluruh daerah di Pulau Jawa dan sekitarnya. Biasanya, daerah-daerah ini memiliki budaya yang masih serupa dengan negara agung, tapi berada di daerah perbatasan. Ada beberapa daerah yang masuk dalam bagian mancanegara jika dilihat dari sudut pandang ini, seperti Pulau Madura dan Pulau Bali.

3. Nusantara
Selanjutnya nusantara atau diartikan sebagai pulau lain yang berada di luar Jawa. Biasanya daerah-daerah ini berada di luar pengaruh budaya Jawa, tapi masih dianggap sebagai daerah taklukan. Selain itu, para penguasa daerah yang termasuk dalam nusantara harus membayar sejumlah upeti.

Tercantum dalam Kitab Negarakertagama bahwa wilayah nusantara yang ada saat ini bisa dikatakan mencakup seluruh bagian wilayah modern Indonesia ditambah wilayah Malaysia, Brunei, Singapura, dan sebagian kecil Filipina Selatan.

Konsep Dwipantara

Tak sedikit sejarawan percaya bahwa konsep bersatunya kepulauan Indonesia untuk pertama kalinya bukan dibuat Gajah Mada seperti yang terdapat pada Sumpah Palapa di tahun 1336. Diduga konsep ini berawal sejak setengah abad sebelumnya oleh Kertanegara di tahun 1275. Cakrawala konsep ini dikenal sebagai Mandala Dwipantara yang dipelopori oleh Kertanegara atau raja Kerajaan Singhasari.

Dwipantara merupakan kata yang berasal dari Bahasa Sanskerta untuk nusantara antara yang identik dengan nusantara. Sementara kata dwipa identik dengan istilah tanah air yang berarti pulau.

Nusantara Modern

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada tahun 1920 Ki Hajar Dewantara sempat memperkenalkan nama nusantara yang mengacu pada Hindia Belanda. Nama tersebut dipilih sebagai alternatif karena memiliki unsur bahasa asing, yaitu India.

Alasan lain, Belanda sebagai penjajah lebih suka menggunakan istilah Indie atau India yang menyebabkan banyak kebingungan literatur dalam bahasa lain. Tentu saja, definisi ini sangat berbeda dengan definisi di abad ke-14.

Di tahap ini, sempat dikenalkan pula istilah bersaing dengan alternatif lain seperti Indonesie dan Insulinde yang berarti pulau-pulau India. Bahkan, ada pula istilah lain yang turut diperkenalkan yaitu, Multatuli.

Nusantara dan Seluruh Kepulauan Melayu

Dalam literatur Eropa yang ditulis dalam Bahasa Inggris dan kemudian diikuti oleh literatur bahasa lain kecuali Belanda, nusantara diartikan sebagai gugusan pulau dari Sumatera hingga Maluku. Gugusan pulau inilah yang kemudian disebut sebagai Malay Archipelago atau Kepulauan Melayu.

Hal ini tercetus sekitar abad ke-19 dan abad ke-20. Istilah tersebut kemudian populer dan mendunia sebagai nama geografis, tepat setelah Alfred Russel Wallace mencantumkannya ke dalam karya monumentalnya.

Sementara Papua atau yang saat itu dikenal dengan New Guinea dan seluruh daerah di sekitarnya tidak termasuk dalam konsep Malay Archipelago. Pasalnya, hanya pribumi yang menempati wilayah itu dan tidak ada cabang ras Mongoloid seperti Kepulauan Melayu. Selain itu, penduduk Papua memiliki budaya yang sangat berbeda.

Hal ini semakin menjelaskan bahwa konsep Malay Archipelago merupakan antropogeografis atau geografi budaya. Bahkan, Belanda sebagai pemilik koloni terbesar lebih memilih untuk menggunakan istilah East Indian Archipelago atau Oost-Indische Archipel atau tanpa embel-embel timur.

Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia terhadap diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan menghargai dan mengutamakan kebhinekaan dalam mencapai tujuan nasional. Kata Wawasan Nusantara berasal dari bahasa Jawa, yaitu Wawas, Nusa, dan Antara. Arti kata wawas adalah Pandangan, Tinjauan, Penglihatan Indrawi. Kata Nusa berarti pulau atau kesatuan kepulauan, sedangkan Antara berarti dua benua dan dua samudera.

Demikian, Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap kesatuan kepulauan yang berada di antara dua benua (benua Asia dan Australia) dan dua samudera (samudera hindia dan pasifik). Berdasarkan TAP MPR tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia, tentang jati diri dan lingkungan yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah demi tercapainya tujuan nasional.

Hakikat Wawasan Nusantara

Dalam hal ini hakikat wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara dalam arti cara pandang yang selalu menyeluruh dalam ruang lingkup nusantara demi kepentingan bangsa dan negara. Seluruh masyarakat Indonesia, baik pejabat pemerintah dan warga, harus berpikir, bersikap, dan bertindak untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Semua produk yang dibuat oleh lembaga negara berada dalam ruang lingkup dan kepentingan Indonesia tanpa mengesampingkan kepentingan wilayah, golongan, dan individu.

Jadi, hakikat wawasan nusantara merupakan keutuhan dan kesatuan wilayah nasional, atau persatuan bangsa dan wilayah. Dalam butir-butir Garis Besar Haluan Negara (GBHN) juga disebutkan bahwa hakikat wawasan nusantara diwujudkan dengan pernyataan bahwa kepulauan nusantara adalah satu kesatuan ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Aspek Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara dilatarbelakangi oleh beberapa aspek penting yang menjadi dasar.
1. Aspek Falsafah Pancasila
Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai yang menjadi acuan dari wawasan nusantara di antaranya,
a. Hak asasi manusia, salah satunya adalah kebebasan bagi masyarakat untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya.
b. Mementingkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
c. Melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat.

2. Aspek Kewilayahan Nusantara
Letak geografis Indonesia merupakan aspek kewilayahan nusantara yang sangat erat kaitannya dengan kekayaan sumber daya alam, suku bangsa, dan keragaman budaya yang ada di Indonesia.

3. Aspek Sejarah Indonesia
Terbentuknya Negara Kesatuan Indonesia telah melalui proses yang cukup panjang dan pahit. Rakyat Indonesia tentunya tidak ingin pengalaman sejarah tersebut terulang kembali dan mengakibatkan perpecahan. Dengan begitu, kemerdekaan yang telah dimiliki saat ini harus dipertahankan dan seluruh masyarakat harus menjaga wilayahnya.

4. Aspek Sosial Budaya
Indonesia memiliki ratusan suku bangsa dengan ragam budaya, bahasa, adat istiadat, dan agama yang berbeda-beda. Kebhinekaan ini berpotensi menyebabkan terjadinya konflik dalam interaksi bermasyarakat. Itulah sebabnya mengapa masyarakat harus memahami pengertian wawasan nusantara dan menjadikannya sebagai pedoman dalam hubungan interaksi dalam masyarakat.

Implementasi Wawasan Nusantara

Penerapan nyata wawasan nusantara dapat dilakukan melalui cara berpikir, bersikap, bahkan berucap. Contoh penerapan wawasan nusantara sendiri dimulai dari menjadikan Pancasila sebagai falsafah dan pedoman hidup bernegara serta bermasyarakat.

Hal ini bisa atau dapat dilakukan dengan tindakan nyata sehari-hari yang mencerminkan nilai-nilai religius, kekeluargaan, serta menjaga persatuan sesuai dengan Pancasila. Sikap cinta tanah air yang diwujudkan dengan adanya sikap yang lebih menitikberatkan pada kepentingan bangsa serta negara di atas kepentingan pribadi, golongan, serta agama. Mewujudkan pembangunan bangsa dengan tindakan nyata serta prestasi. Berikut penerapan wawasan Nusantara dan Tantangan yang dihadapi dalam perwujudannya,
1. Implementasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan
Implementasi wawasan nusantara di bidang pertahanan dilakukan dengan membentuk sikap dan kedisiplinan diri dalam membela Tanah Air, serta melaporkan segala hal yang mengganggu keamanan pada aparat yang berwenang, meningkatkan rasa persatuan serta solidaritas baik dalam satu daerah yang sama atau daerah yang berbeda. Terakhir membangun sarana serta prasarana bagi kegiatan atau aktivitas pengamanan wilayah Indonesia.

2. Implementasi di Bidang Politik
Implementasinya ada dalam Pelaksanaan kehidupan berpolitik Indonesia. Terdapat juga dalam Undang-Undang, misalnya UU Partai Politik, dan UU Pemilu. Implementasi wawasan nusantara di bidang politik juga dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang kuat, bersih, dan dapat dipercaya oleh masyarakatnya. Contoh implementasi wawasan nusantara di bidang politik yakni:
a. Menjalankan komitmen politik pada lembaga pemerintahan serta partai politik dalam rangka meningkatkan persatuan serta kesatuan bangsa.
b. Keikutsertaan Indonesia di dalam politik luar negeri, dan memperkuat korps diplomatik untuk menjaga seluruh wilayah Indonesia.
c. Pelaksanaan Pemilu dengan sistem demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan.
d. Mengembangkan sikap pluralisme dan HAM untuk mempersatukan keberagaman di Indonesia

3. Implementasi di Bidang Ekonomi
Implementasi wawasan nusantara di bidang ekonomi terdapat pada pemanfaatan kekayaan alam di Indonesia sambil menjaga kelestarian lingkungan hidupnya. Kekayaan dan letak geografis Indonesia yang strategis dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk perekonomian negara. Orientasi bidang ekonomi di sektor pemerintahan, industri, serta pertanian. Pembangunan ekonomi yang seimbang serta adil di tiap-tiap daerah Indonesia sehingga tidak terjadi kemiskinan di daerah tertentu.

Otonomi daerah sendiri diharapkan dapat atau bisa menciptakan segala macam upaya keadilan ekonomi ini Partisipasi seluruh masyarakat Indonesia dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi. Hal ini kemudian akan didukung dengan pemberian fasilitas kredit mikro guna mengembangkan usaha kecil.

4. Implementasi di Bidang Sosial
Implementasi wawasan nusantara di bidang sosial berada pada saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan atau keragaman yang ada di Tanah Air. Mulai dari perbedaan, suku, ras, agama hingga budaya. Upaya lainnya juga ada pada pelestarian serta pengembangan budaya Indonesia dan menjadikan budaya sebagai tujuan wisata yang memberikan sumber penghasilan daerah atau nasional. Menjaga keberagaman Indonesia, baik dari segi budaya, bahasa, serta status sosial, dan juga mengembangkan keserasian di dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment