Hujan Lokal: Pengertian, Faktor Penyebab, dan Jenisnya

Pengertian Hujan Lokal
Hujan Lokal
Pengertian Hujan Lokal
Hujan lokal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hujan yang jatuh di daerah tertentu, tidak merata. Menurut pola umumnya terjadinya, hujan lokal terjadi karena pengaruh kondisi dan keadaan area setempat.

Faktor Penyebab Hujan Lokal
Hujan lokal terjadi karena dipengaruhi oleh dua faktor di antaranya karena naiknya udara lembap yang terus menerus dan aliran udaranya yang mengarah ke dataran tinggi seperti bukit atau pegunungan. Faktor kedua adalah adanya pemanasan lokal yang relatif tidak seimbang.

Sementara pola curah hujan lokal memiliki karakteristik yang terbalik dengan pola hujan monsunal. Ketika area pola hujan monsunal terjadi pada musim hujan, maka area dengan pola hujan lokal justru terjadi pada musim kemarau, sehingga tidak mengikuti kondisi iklim yang seharusnya.

Jenis Hujan Lokal
Halnya hujan biasa, hujan lokal juga terbentuk oleh suatu rangkaian proses. Berdasarkan proses terbentuknya, hujan lokal dibagi menjadi tiga jenis proses pembentukan di antaranya,
1. Hujan Zenithal
Hujan zenithal atau hujan konveksi, yaitu hujan yang terjadi akibat dari pemanasan radiasi matahari di siang hari yang menyebabkan udara di permukaan bumi akan dipaksa naik ke atas secara cepat dan terus-menerus.

Pada kondisi atmosfer yang lembap, udara panas yang baru saja naik akan mengalami penurunan suhu. Hingga pada akhirnya mengalami proses kondensasi sehingga membentuk butir-butir awan.

Jika udara yang berkondensasi terlampau banyak ditambah dengan faktor kondisi atmosfer yang kurang stabil, maka akan terbentuk awan jenis cumulonimbus yang dapat menyebabkan hujan yang sangat lebat dengan waktu berlangsung relatif singkat. Hujan ini biasanya terjadi di wilayah iklim tropis dan turun ke daerah yang sama sekitar dua kali setahun.

2. Hujan Orografis
Hujan orografis biasanya terjadi di wilayah dataran tinggi. Proses hujan jenis ini terjadi akibat udara bergerak melewati pegunungan atau bukit yang tinggi, sehingga udara akan di paksa naik mengikuti kondisi gunung atau bukit.

Udara yang naik mengalami penurunan suhu di ketinggian tertentu, sehingga mengalami proses kondensasi dan terbentuk titik-titik air. Selanjutnya, titik-titik air tersebut akan bertambah dan semakin banyak dan membentuk awan hujan di lereng atas angin yang disebut windward. Sedangkan awan hujan di bagian lereng bawah angin yang disebut leeward. Awan tersebut kemudian tidak bisa menahan beratnya air dan turunlah hujan.

Karena pengaruh lokasi, awan akan segera bergerak secara horizontal dan angin akan terus bertiup ke arah puncak tertinggi pegunungan sehingga hujan hanya akan turun di daerah lereng.

Berdasarkan pengamatan proses terjadinya hujan, kita dapat menyimpulkan hujan orografis cenderung terjadi di puncak atau lereng gunung. Sedangkan daerah yang lebih rendah di sekitarnya tidak mengalami hujan orografis, apabila mengalami hujan pun cenderung sangat sedikit. Hujan orografis merupakan salah satu alasan mengapa puncak gunung, bukit atau wilayah dataran tinggi lebih sering turun hujan.

3. Hujan Buatan
Hujan buatan tidak terjadi karena proses alami, melainkan direncanakan oleh manusia untuk keperluan tertentu di wilayah tertentu. Biasanya hujan buatan dilakukan untuk mengisi waduk dan danau, keperluan air bersih, irigasi, mempermudah kerja PLTA dan untuk membantu daerah yang mengalami kekeringan.

Sebelum melakukan penaburan serbuk hujan, para perencana melakukan penghitungan terkait beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan hujan buatan. Contohnya arah dan kecepatan angin, tekanan udara, kelembaban udara, area yang ditaburi serbuk hujan dan keberadaan awan Cumulus.

Selain itu, juga perlu menghitung berapa berat serbuk hujan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah penaburan serbuk seberat tiga ton dan disemai ke awan cumulus selama sebulan agar hasil maksimal. Semakin akurat perhitungan ini, maka semakin besar pula kemungkinan berhasilnya hujan buatan.

Seperti halnya hujan alami, hujan buatan juga memiliki proses pembentukan. Setelah perhitungan faktor-faktor keberhasilan hujan buatan dengan bantuan pesawat, pilot menebarkan serbuk Natrium Klorida (NaCl) di awan potensial, yaitu awan Cumulus. Biasanya awan Cumulus berbentuk bunga kol.

Serbuk ini bersifat higroskopis seperti garam dapur, urea atau Kalsium Diklorida (CaCl2). Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap air di sekitarnya baik dengan cara absorbsi. Sehingga tinggal masalah waktu, menunggu efek higroskopis selesai.

Proses pertumbuhan butir-butir hujan di awan akan meningkat hingga mempercepat turunnya hujan. Masalahnya, jika tidak ada awan cumulus maka perlu dilakukan penghilangan lapisan inversi menggunakan dry ice atau es kering.

Lapisan inversi adalah penghalang bagi polutan untuk terbang vertikal. Selain itu, juga bisa dilakukan penyemaian dari darat dengan zat kimia yang bersifat higroskopis dan glasiogenik seperti NaCl, semai flare dan Perak Iodida.

Bahan semai glasiogenik merupakan bahan yang bisa menghasilkan es. Bahan ini disebar di atmosfer pada ketinggian di atas freezing level. Pada lapisan di atas freezing level terkandung banyak uap air dingin atau super cooled moisture yang dapat membeku secara alami jika lingkungan di sekitarnya sangat bersih.

Melalui penyebaran serbuk bersifat glasiogenik, maka uap air akan membeku dengan cepat. Sehingga dapat dikatakan serbuk glasiogenik berfungsi sebagai katalis. Es yang jatuh ke lapisan lebih rendah mencair secara perlahan dan menambah jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi.

Rekayasa hujan buatan umumnya dilakukan untuk mengatasi bencana-bencana ekstrem, seperti kebakaran hutan, kekeringan serta menekan tingkat polusi udara suatu wilayah.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Hujan Lokal: Pengertian, Faktor Penyebab, dan Jenisnya"