Guilt Tripping: Pengertian, Ciri, Jenis, Contoh, Dampak, dan Cara Mengatasinya

Table of Contents
Pengertian Guilt Tripping
Guilt Tripping

Pengertian Guilt Tripping

Guilt tripping adalah bentuk manipulasi psikologis yang membuat korbannya selalu merasa bersalah dan bertanggung jawab atas suatu perbuatan yang pernah dilakukannya terdahulu maupun yang tidak pernah dilakukan sama sekali.

Pelaku guilt tripping akan terus-menerus mengungkit hal tersebut dan menggunakannya sebagai senjata agar sang korban bisa bertekuk lutut dengannya.

Dari Psychology Today, guilt tripping merupakan sebuah bentuk komunikasi baik verbal maupun nonverbal yang digunakan oleh seseorang kepada korban untuk menyebabkan rasa bersalah. Sehingga akhirnya pelaku bisa mengontrol perilaku si korban agar keinginannya dipenuhi.

Perilaku ini termasuk dalam toxic relationship yang bisa terjadi pada hubungan mana pun, baik itu pernikahan, pertemanan, keluarga, atau pekerjaan.

Perkataan-perkataan seperti, ‘Jadi setelah aku berkorban sebanyak ini, terus kamu mau ninggalin aku?’ atau ‘Aku uda capek-capek masak, tapi kamu malah makan sedikit’, atau ‘Aku pulang sama beliau lantaran Anda nggak pernah punya waktu untuk saya, saya kesepian’, mungkin sudah tidak asing lagi di telinga Anda.

Perkataan semacam ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan rasa bersalah, sehingga pada akhirnya mau tidak mau, orang yang menerimanya akan menuruti perkataan dan permintaannya.

Guilt trip tidak hanya bertujuan untuk memanipulasi korbannya supaya korban merasa bersalah. Tetapi, kondisi ini juga dapat menjadi sebuah trik untuk menghindari perseteruan dan mendapatkan simpati dari orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai penggunaan rasa bersalah di masyarakat, yang selain rasa bersalah juga dapat menimbulkan rasa benci di hati korban terhadap pelaku.

Ciri Guilt Tripping

Guilt tripping dilakukan secara sengaja maupun tidak. Perlakuan ini pula dapat sangat kentara terlihat atau malah sulit terdeteksi lantaran bisa dilakukan secara halus dan tersirat. Berikut beberapa karakteristik guilt tripping di antaranya,
1. Mengungkit kesalahan yang pernah dilakukan korbannya pada masa lalu
2. Melempar komentar atau melakukan perilaku seolah-olah korbannya tidak melakukan suatu hal yang lebih baik dari yang pelaku lakukan
3. Mengungkit kebaikan atau pengorbanan yang sudah dilakukan sang pelaku agar korban merasa gagal
4. Melakukan silent treatment
5. Melakukan komunikasi pasif-agresif
6. Melempar komentar sarkastis
7. Menunjukkan perilaku seolah-olah sedang marah, namun lalu pelaku menyangkal apabila ia sedang marah atau sedang memiliki masalah
8. Membuat korbannya merasa berhutang budi terhadap pelaku
9. Mengacuhkan korban ketika ingin menuntaskan perkara
10. Menggunakan bahasa tubuh untuk mengomunikasikan ketidaksenangan, misalnya menghela nafas, menyilangkan tangan, mengerutkan wajah, atau membanting benda.

Tanda Korban Guilt Tripping

Dari Learning Mind, terdapat beberapa tanda yang menunjukkan seseorang tengah menjadi korban dari guilt tripping di antaranya,
1. Merasa mengecewakan pelaku
Tujuan dari dilakukannya guilt trip adalah untuk membuat Anda merasakan hal tersebut. Anda akan selalu merasa bahwa Anda mengecewakan pelaku. Intinya, Anda akan sering merasakan bahwa kesalahan selalu ada di pihak Anda.

2. Dibanding-bandingkan dengan orang lain
Salah satu ciri dari guilt trip ini adalah perilaku membanding-bandingkan dengan orang lain. Pasti Anda sudah tidak asing lagi, misalnya dengan fenomena ibu-ibu yang suka membandingkan anaknya sendiri dengan anak tetangga. Ketika Anda dibanding-bandingkan, maka akan muncul perasaan bersalah dari dalam diri.

Anda pun perlahan akan bertanya-tanya dalam diri, “kenapa ya aku nggak bisa seperti si A?” Nah, hal ini termasuk dalam tanda-tanda bahwa Anda sedang terjebak dalam guilt trip.

3. Setuju terhadap syarat yang diajukan pelaku
Tujuan dilakukannya guilt trip agar korban menuruti perkataan dan permintaan pelaku. Jika Anda menemukan diri Anda terus menerus setuju dengan apa yang diminta teman atau siapapun yang dekat dengan kalian, hati-hati ya.

4. Menjalani Hubungan Bersyarat
Sebuah hubungan antar pasangan pun tentu bisa saja salah satunya mengalami guilt trip. Seorang yang menjadi korban guilt trip biasanya kerap menerima perkataan ‘kalau kamu cinta sama aku kamu bakal ......’ dan seterusnya, di mana pelaku selalu mengajukan syarat.

Pasangan yang terus mengatakan hal semacam ini hanya menginginkan satu hal, yaitu untuk menimbulkan rasa bersalah sehingga dapat mengendalikan pasangannya.

5. Sulit Berkata Tidak
Ketika pelaku meminta Anda melakukan sesuatu, Anda selalu tidak bisa untuk mengatakan tidak padanya, walau Anda keberatan dalam melakukan hal tersebut.

Hal ini bisa terjadi karena pelaku yang menggunakan trik guilt trip ini mencoba membuat Anda berpikir bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa Anda, bahwa Anda sangat dibutuhkan kehadirannya dan bantuannya oleh mereka, dan sebagainya.

Jenis Guilt Tripping

Ada banyak jenis guilt tripping yang dapat digunakan orang tergantung pada tujuan akhir atau tujuan tindakan mereka. Berbagai jenis guilt trip berdasarkan tujuan meliputi di antaranya,
1. Manipulatif. Tujuan utama dari guilt trip mungkin adalah memanipulasi atau membuat seseorang melakukan sesuatu yang biasanya tidak ingin ia lakukan.
2. Penghindaran Konflik. Dalam kasus lain, orang mungkin menggunakan guilt trip untuk menghindari berbicara langsung tentang masalah tertentu. Hal ini memungkinkan mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa terlibat dalam konflik langsung.
3. Pendidikan Moral. Rasa bersalah juga merupakan cara untuk melibatkan seseorang dalam apa yang dianggap lebih bermoral atau benar oleh seseorang.
4. Membangkitkan Simpati. Dalam beberapa kasus, rasa bersalah dapat digunakan untuk memperoleh simpati orang lain dengan meniru seseorang yang telah terluka oleh tindakan yang dirancang untuk memprovokasi rasa bersalah kepada orang lain.

Rasa bersalah tidak selalu merupakan hal yang buruk, tetapi sering kali membuat cemas dan tidak menyenangkan jika Anda tidak menyadari bahwa rasa bersalah memainkan peran penting dalam membimbing perilaku moral.

Ketika orang merasa bersalah, mereka dapat memperbaiki kesalahan mereka dan menghindari membuat kesalahan yang sama di masa depan.

Contoh Guilt Tripping

1. Silent Treatment
Silent treatment biasanya dilakukan seseorang untuk membuat Anda merasa bersalah. Pasangan Anda tidak segan-segan untuk terus diam dan membungkam Anda atas kesalahan yang mungkin Anda lakukan atau mungkin tidak. Dia percaya bahwa jika dia melakukan silent treatment Anda akan menyadari kesalahan Anda.

Diam adalah kebiasaan buruk dan tidak boleh dilakukan dalam hubungan. Tidak peduli seberapa kecil atau besar kesalahannya, itu harus dibicarakan dengan benar, bukanya malah dengan hanya diam.

2. Selalu mengungkit-ungkit kesalahan
Sebagai manusia, kita tidak pernah lepas dari kekurangan, begitu juga Anda dan pasangan Anda. Namun jika pasangan Anda sering mengungkit kesalahan Anda, itu tandanya dia telah melakukan kesalahan.

Apa yang terjadi di masa lalu seharusnya sudah diselesaikan, dan mengungkitnya kembali tidak dapat ditoleransi. Jika dia terus mengungkit, seolah-olah semua kesalahan ada pada Anda, mereka benar-benar berbahaya, orang-orang seperti ini harus Anda hindari.

3. Tidak segan menyindir Anda
Untuk membuat Anda merasakan kesalahan Anda, pasangan Anda tidak ragu untuk menyindir. Entah sindiran yang halus atau tidak, Anda benar-benar perlu waspada akan hal ini. Apakah ada cara lain jika terus menerus menerima sindiran alih-alih berusaha mencari solusi? Menjadi terdakwa tentu sangat tidak nyaman.

4. Pandai Mendramatisir
Guild trip yang paling tidak menyenangkan adalah saat pasanganmu seorang drama queen. Anda dapat melihat ekspresi persuasifnya memburu Anda. Matanya bengkak, bibirnya tampak mencibir, dia terlihat marah, atau dia memutar matanya.

Ditambahkan pula bahwa mereka meletakkan tangan di pinggul, melipat tangan di depan dada, menginjak kaki, dan bahkan memukul diri sendiri. Lebih buruk lagi, dia menangis saat Anda mengucapkan kata-kata yang membuat Anda kemudian merasa sangat bersalah, tetapi Anda bahkan tidak mengerti persis apa kesalahan Anda.

5. Sangat pandai playing victim
Faktanya, pasangan Anda salah, tetapi mereka sangat pandai bermain sebagai korban sehingga rasa bersalah dimulai. Dia tidak segan-segan memutarbalikkan fakta bahwa Anda bertanggung jawab, fakta bahwa Anda menyakitinya, dan sebagainya.

Tentu saja, memiliki pasangan dengan kecenderungan perilaku seperti itu bisa sangat melelahkan. Jika Anda melindungi diri sendiri, dia tidak segan-segan memutar balikkan pembicaraan. Jadi dia tidak mau mengakui kesalahan yang sebenarnya tidak dia buat.

Jika tidak dihentikan, itu bisa berbahaya. Nah, jika Anda sensitif dan masih ingin menyelamatkan hubungan Anda, waspadai apa yang Anda dan pasangan lakukan.

Dampak Perilaku Guilt Tripping

Meskipun untuk beberapa tindakan sepele guilt trip ini pada kenyataannya punya kegunaan positif seperti meningkatkan perasaan bersalah untuk mengubah perilaku seseorang menjadi lebih baik dan memberikan efek jera.

Namun, guilt trip punya efek langsung berupa manipulasi psikologis meliputi di antaranya,
1. Menimbulkan komunikasi & interaksi yang tidak sehat
Baik disengaja atau tidak, tindakan manipulasi psikologis ini bisa mengakibatkan komunikasi dan interaksi antara pelaku dan korban menjadi tidak sehat.

Hal ini dikarenakan korban mampu saja menyadari bahwa dirinya sedang dimanipulasi dan akhirnya merasa benci sampai kehilangan kepercayaan terhadap pelaku. Terlebih lagi tindakan manipulasi emosi mampu menyebabkan perasaan dendam yang bertahan lama.

Lebih parahnya lagi, tindakan ini mampu saja sebagai bumerang bagi pelaku jika korban ternyata justru melakukan sesuatu hal yang sama untuk melawan tuduhan pelaku.

2. Melukai harga diri dan mengganggu kesehatan mental korban
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan pada ScienceDirect, keluarnya perasaan bersalah yang berlebihan berpotensi menyebabkan atau memperburuk beberapa perkara kesehatan mental mulai dari gangguan kecemasan, obsessive compulsive disorder (OCD), hingga depresi.

Selain itu, mengalami rasa bersalah dapat menyebabkan tekanan dan mampu mengakibatkan korban mengalami gangguan emosi. Misalnya keluarnya perasaan sedih, menyesal, dan risih yang mendalam. Di mana ini pula mampu mempertinggi ketegangan otot dan insomnia.

Bahkan perasaan bersalah yang ada terus menerus akibat dampak dari tindakan manipulasi emosi dapat berpotensi mensugesti harga diri, yang lalu mengakibatkan seseorang itu menarik diri dari kehidupan sosial.

3. Menimbulkan Kebencian
Menyelesaikan atau menghindari masalah dengan melakukan guilt trip bisa menimbulkan kebencian terhadap pelaku. Korban bisa saja melakukan introspeksi terhadap dirinya, tapi tanpa adanya penjelasan dan perundungan terus menerus, ini tentu membuat korban merasa marah.

4. Jadi Bumerang
Guilt trip yang dilakukan sesekali mungkin bisa diterima atau dimaklumi oleh pasangan. Tapi, kalau perilaku ini berulang kali dilakukan, maka besar kemungkinan membuat pasangan marah. Terdapat beragam pelampiasan rasa marah.

Kemarahan yang diluapkan bisa beraneka ragam, salah satunya adalah dengan memberontak. Kondisi ini justru malah jadi bumerang untuk pelaku. Pasangan bukannya berubah sesuai dengan harapan, melainkan sebaliknya.

Contoh, si pelaku guilt trip tidak suka kalau pasangannya tidak menjawab pesan. Tapi, karena terlalu sering disalahkan dan dipojokkan, justru pasangannya ini semakin memberontak. Bisa saja dia baru membalas pesan besok atau bahkan lusa. Tindakan ini dilakukan untuk membalas perilaku dari pelaku.

5. Menarik Diri Dari Lingkungan Sosial
Seiring dengan intensitas perilaku guilt trip yang meningkat, korban mungkin akan lebih sering merasa malu dan rendah diri. Mereka mungkin berspekulasi akan melakukan banyak kesalahan lain ke depannya. Hal ini tentu memengaruhi tingkat kepercayaan diri sehingga membuat mereka merasa was-was dan menarik diri dari lingkungan sosial.

Lingkungan yang positif bisa menjadi solusi penting untuk korban. Melindungi diri sendiri dari perilaku manipulatif juga perlu jadi prioritas sebelum menjalin relasi. Tapi, kalau saat ini ada yang merasa menjadi korban guilt trip, sebaiknya segera mencari solusi untuk menyikapi hal tersebut. Jangan sampai hubungan yang dijalani justru berdampak buruk bagi diri sendiri.

Cara Menyikapi Guilt Tripping

Penting bagi Anda untuk mengenali kondisi orang-orang di sekitar, apakah terdapat yang mempunyai kondisi guilt trip atau tidak. Apabila terdapat, berikut beberapa cara yang mampu dilakukan untuk menyikapi hal tersebut di antaranya,
1. Validasi emosi pelaku. Beri dia ruang untuk berekspresi
2. Apabila dia memberitahukan bahasa tubuh yang mengindikasikan guilt trip, coba mulai bertanya, misalnya “Sepertinya Anda frustrasi menggunakan tugas itu. Apa yang mampu saya lakukan untuk membantumu?”
3. Utarakan secara baik-baik apa yang Anda rasakan. Katakan padanya apa jika perkataannya telah membuat diri Anda bersedih dan merasa dimanipulasi. Berikan saran bahwa kondisi tadi bisa menghambat interaksi yang sehat.
4. Tetapkan batasan atas pelaku guilt trip. Apabila dia rekan kerja, Anda tidak perlu terlibat pertemanan dengannya. Urusan dengannya hanyalah sebatas pekerjaan saja.
5. Tolak apabila pelaku meminta sesuatu hal yang tidak masuk akal.

Kalau Anda merasa dimanipulasi dengan orang-orang di sekitar, baik itu pada bentuk guilt trip, gaslighting, atau lainnya, segera ambil langkah. Jangan sampai hubungan Anda dengan orang lain justru berdampak jelek bagi hidup dan merenggut kebahagiaan Anda.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment