Hukum Adat: Pengertian, Sumber, Unsur, Faktor yang Mempengaruhi, Bentuk, Penerapan, Manfaat, dan Hukum Adat di Indonesia

Pengertian Hukum Adat
Hukum Adat
Pengertian Hukum Adat
Hukum adat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hukum yang tidak tertulis (berdasarkan adat). Hukum adat (hukum kebiasaan) merupakan hukum umum yang merujuk pada serangkaian aturan yang mengikat pada suatu masyarakat yang tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh dan berkembang pada suatu masyarakat adat tertentu.

Hukum adat adalah salah satu jenis hukum yang berkembang dan diterapkan di masyarakat Indonesia. Adat merupakan serapan dari bahasa Belanda adatrecht, yang pertama kali digunakan Snouck, seorang ahli sastra ketimuran dari Belanda. Kemudian, istilah tersebut dikutip dan digunakan oleh Van Vollenhoven sebagai istilah teknis – yuridis. Selanjutnya, kata adatrecht dipakai dalam berbagai literatur.

Hukum adat Indonesia yang berlaku sekarang ialah hukum adat yang berlaku sebelum tahun 1808 Masehi masa Thomas Stamford Raffles mengadakan perubahan-perubahan yaitu aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk seluruh masyarakat Indonesia dan dipertahankan oleh masyarakat asli Indonesia dalam pergaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa.

Hukum adat merupakan hukum asli yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sumber hukum masyarakat berasal dari berbagai peraturan hukum secara tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat sehingga keberadaan hukum tersebut semakin diakui. Hukum ini dipertahankan keberadaannya, karena adanya kesadaran hukum dari masyarakatnya.

Hukum adat merupakan hukum tidak tertulis yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi sekitar. Dengan kata lain, hukum ini bersifat dinamis. Suatu hukum yang dianut oleh beberapa orang akan mengikat orang-orang tersebut, sehingga mereka akan memiliki hukum adat yang sama.

Sekelompok orang akan terikat oleh tatanan adat yang dianut sebagai warga bersama di suatu daerah. Sekelompok orang ini akan memiliki hukum yang sama karena mereka tergabung menjadi satu pada suatu wilayah. Dapat dikatakan, sekumpulan orang yang menganut adat yang sama umumnya memiliki kesamaan tempat tinggal, karena adanya prinsip hukum yang sama dan juga karena faktor keturunan.

Hukum Adat Menurut Pakar Hukum
1. Prof. Mr. B. Terhaar Bzn, hukum adat merupakan keseluruhan peraturan yang menjelma ke dalam keputusan yang diambil oleh kepala adat serta berlaku spontan terhadap masyarakat di dalamnya.
2. Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku sebuah masyarakat yang berlaku serta memiliki sanksi dan juga belum dikodifikasikan.
3. Dr. Sukanto, S.H., hukum adat adalah sebuah kompleks adat yang pada umumnya tidak ditulis atau dikitabkan, tidak dikodifikasikan serta memiliki sifat memaksa. Hukum ini juga memiliki sanksi oleh sebab itu ada pula akibat hukumnya.
4. Sukardi, hukum adat adalah keseluruhan kaidah maupun norma baik yang dibuat secara tertulis ataupun tidak tertulis dan berasal dari kebiasaan masyarakat Indonesia atau adat istiadat yang di dalamnya digunakan untuk mengatur tingkah laku kehidupan masyarakatnya, sanksi juga akan dikenakan pada pihak yang melanggarnya.
5. Mawardi Muzamil dan Anis Mashdurohatun, hukum adat sebagai sebuah sistem hukum yang ada dan telah lama berlaku di Indonesia.
6. Mohammad Koesnoe, awal mula adanya hukum adat sendiri di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Namun, jika dibandingkan dengan bentuk hukum lainnya, seperti hukum Barat dan juga hukum Islam, hukum yang satu ini merupakan bentuk hukum tertua berdasarkan usianya.

Sebelum tahun 1927 sendiri hukum adat telah ada dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia. Hingga setelah tahun 1927, hukum adat akhirnya dipelajari serta diperhatikan secara seksama sebagai pelaksanaan politik hukum pemerintah Belanda, setelah teori resepsi yang ada dikukuhkan pada pasal 134 ayat 2.I.S. 1925.

Sumber Hukum Adat
Terdapat 3 bentuk yang menjadi sumber hukum adat di antaranya,
1. Sumber Pengenal
Pertama, sumber pengenal yang menurut B Ter Haar merupakan keputusan penguasa adat. Namun, pernyataan ini sendiri dibantah oleh Mohammad Koesnoe. Di mana, menurut beliau sumber pengenal pada hukum adat sendiri adalah apa yang sebenarnya terlaksana masyarakat setempat di dalam pergaulan hukum, baik perilaku atau tingkah laku yang hanya sekali dilakukan maupun berulang kali.

2. Sumber Isi
Kedua, sumber isi. Sumber hukum adat yang satu ini merupakan kesadaran hukum yang ada dan hidup di tengah masyarakat adat setempat.

3. Sumber Pengikat
Ketiga, sumber pengikat yang merupakan rasa malu yang timbul akibat berfungsinya sistem nilai yang ada di dalam masyarakat adat yang bersangkutan maupun berbagai upaya lainnya yang pada akhirnya terkena pada orang yang bersangkutan jika tidak mematuhi atau melanggar aturan dan hukum adat yang berlaku.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan pula bahwa kekuatan mengikat yang ada pada hukum adat adalah kesadaran hukum yang dimiliki oleh anggota masyarakat adat yang bersangkutan.

Unsur Hukum Adat
Unsur hukum tidak tertulis yang satu ini terbagi menjadi dua di antaranya,
1. Unsur Material
Unsur yang pertama adalah unsur material yang menandakan bahwa di dalam hukum adat terdapat kebiasaan maupun tingkah laku yang tetap dan dilakukan secara berulang. Hal ini berarti pula bahwa sebuah rangkaian perilaku yang sama.

2. Unsur Intelektual
Unsur yang kedua adalah unsur intelektual yang menandakan bahwa di dalam hukum adat terdapat kebiasaan yang harus dilakukan karena kelompok masyarakat yang ada di dalamnya memiliki keyakinan bahwa hal tersebut dilakukan dengan objektif.

Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Hukum Adat
Dalam perkembangan hukum adat, terdapat beberapa faktor yang bersifat tradisional yang bisa mempengaruhi perkembangannya di antaranya,
1. Magis dan animisme
Faktor pengaruh perkembangan yang pertama adalah magis dan animisme. Di mana di alam pikiran magis serta animisme pada dasarnya dirasakan oleh setiap bangsa yang ada di seluruh belahan dunia.

Di Indonesia sendiri, faktor magis dan juga animisme memiliki pengaruh yang cukup besar. Di mana, hal ini sendiri dapat dilihat melalui berbagai upacara adat yang memiliki sumber dari kekuasaan dan juga kekuatan gaib.
a. Kepercayaan pada makhluk halus, roh, serta hantu yang memenuhi seluruh alam semesta serta berbagai gejala alam, serta seluruh benda yang ada di alam semesta memiliki nyata.
b. Kepercayaan pada kekuatan sakti serta adanya roh yang baik maupun yang jahat.
c. Terdapat beberapa orang tertentu yang dapat melakukan kontak atau berhubungan dengan dunia gaib maupun sakti tersebut.
d. Rasa takut terkait hukuman maupun pembalasan dari berbagai kekuatan gaib. Di mana, hal ini sendiri dapat dilihat melalui kebiasaan pengadaan siaran, sesajen di beberapa tempat yang dianggap oleh masyarakat setempat sebagai tempat keramat.

Animisme sendiri adalah kepercayaan mengenai segala hal yang ada di alam semesta memiliki nyawa. Animisme sendiri terbagi menjadi dua macam, sebagai berikut.

e. Fetisisme, yang merupakan pemujaan terhadap jiwa yang ada di alam semesta, yang dipercaya memiliki kemampuan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan manusia, seperti halnya matahari, samudra, halilintar, gua, topan, tanah, pohon besar, dan masih banyak lagi.
f. Spiritisme, yang merupakan pemujaan terhadap roh leluhur maupun roh lainnya yang dianggap baik maupun yang dianggap jahat.

2. Faktor agama
Dengan masuknya berbagai agama ke dalam Indonesia ternyata juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan hukum adat..
a. Agama Hindu
Agama Hindu sendiri pertama kali dibawa masuk ke dalam Indonesia oleh orang Indonesia pada abad ke 8 dan pengaruh dari agama Hindu sendiri paling dapat terlihat di Bali. Di mana, berbagai hukum agama Hindu sendiri memberikan pengaruh terhadap bidang pemerintahan Raja serta pembagian masyarakat ke dalam beberapa kasta.

b. Agama Islam
Agama Islam sendiri dibawa oleh pedagang yang berasal dari Malaka pada abad ke 14 dan juga awal abad ke 15. Pengaruh dari agama Islam sendiri dapat dilihat melalui hukum perkawinan yang membahas mengenai cara melangsungkan serta memutuskan sebuah perkawinan.

Pengaruh dari hukum perkawinan agama Islam ini sendiri juga dapat dilihat melalui hukum adat yang ada di beberapa daerah Indonesia seperti halnya Jawa dan juga Madura.

Di daerah Aceh juga pengaruh dari agama Islam sangatlah kuat. Namun, pengaruh ini sendiri berbeda-beda tergantung daerahnya, seperti halnya di beberapa daerah walaupun sudah diberlakukannya hukum perkawinan Islam, tetap melakukan upacara perkawinan berdasarkan hukum adat. Seperti contohnya di Lampung, Tapanuli.

c. Agama Kristen
Agama Kristen sendiri pertama kali masuk ke dalam Indonesia dibawa oleh para pedagang Barat. Di mana, aturan hukum agama Kristen sendiri memiliki pengaruh yang cukup besar di Indonesia terhadap pengaruh hukum keluarga dan juga hukum perkawinan.

Selain itu, agama Kristen juga memiliki pengaruh yang besar pada bidang sosial. Secara khusus dapat dilihat pada dampaknya di bidang pendidikan dan juga kesehatan, dengan adanya pendirian berbagai lembaga pendidikan dan rumah sakit.

3. Faktor Kekuasaan yang lebih tinggi
Faktor pengaruh perkembangan yang ketiga adalah kekuasaan yang lebih tinggi.  Yang dimaksud sendiri adalah adanya kekuasaan raja, kepala Kuria,  Nagari, dan berbagai hal lainnya.

4. Adanya kekuasaan asing
Faktor pengaruh perkembangan yang keempat adalah adanya kekuasaan asing. Salah satunya adalah kekuasaan penjajahan Belanda yang membawa pemikiran individualisme ke dalam Indonesia. Di mana, hal ini sendiri bertentangan dengan alam pikiran adat yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan.

Bentuk Hukum Adat
Hukum adat memiliki perbedaan dengan berbagai sistem hukum yang berlaku dan berkembang di Indonesia, di mana hukum adat sendiri merupakan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang seiring perkembangan masyarakat yang ada di dalamnya.

Beberapa hukum adat yang ada juga sempat diupayakan agar menjadi hukum perundang-undangan dan hal ini juga berarti berusaha mengubah hukum tidak tertulis ini menjadi hukum tertulis.

Seperti salah satu contohnya, Undang-undang Pokok Agraria pada tahun 1950. Namun, setelah diubah menjadi bentuk tertulis, hukum adat tersebut memiliki bentuk yang berbeda dari hukum adat sebelumnya.

Penerapan Hukum Adat
Hukum adat di beberapa daerah telah diakui dalam peraturan tertulis atau undang-undang yang diberlakukan di suatu tempat atau daerah. Elemen masyarakat baik yang masih bersifat tradisional maupun telah berkembang lebih modern tentu tetap memiliki suatu prinsip yang bersifat tradisional.

Prinsip yang dipegang teguh akan menjadi adat bagi dirinya serta bagi kelompok yang tinggal bersama dengan dirinya. Adat yang dipegang teguh dalam diri manusia dalam suatu kelompok akan menjadi tradisi yang merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat setempat.

Oleh karena itu, hukum adat akan menjadi bagian dari kebudayaan pada suatu daerah. Jika dilihat pada kenyataan saat ini, masih banyak masyarakat desa yang secara kuat memegang teguh adat dalam bermasyarakat.

Penerapan hukum adat pada masyarakat ini terbilang sangat kuat. Segala kepercayaan yang telah ada sejak dulu tetap dipegang teguh dan diwariskan pada tiap keturunannya hingga kepercayaan tersebut menjadi suatu hukum. Setiap orang juga selalu berusaha untuk mengingatkan anak cucunya agar tidak sampai melanggar hukum yang telah dipercaya dan disepakati sejak dulu.

Penerapan hukum adat harus dijalankan dengan benar tanpa ada toleransi. Jika hukum yang telah berlaku sejak lama itu sampai dilanggar, maka orang yang melanggar dipercaya akan terkena musibah atau sanksi masyarakat sebagai bentuk hukuman.

Hukum ini pun disosialisasikan secara turun-temurun dengan tujuan agar hukum adat tersebut tetap dapat diterapkan. Tentu saja hal ini akan memberikan dampak bagi kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Penerapan hukum adat tentunya dapat mempererat solidaritas antara warga yang satu dengan yang lain.

Demi tercapainya penerapan hukum adat, maka tiap warga akan saling mengingatkan satu dengan yang lainnya. Dengan saling mengingatkan satu sama lain, maka rasa solidaritas akan terus terpupuk sehingga kesatuan masyarakat dapat terwujud. Selain itu, penerapan hukum tradisional yang terus berlangsung di tengah masyarakat juga akan memperkuat kebudayaan asli dari suatu daerah.

Manfaat Hukum Adat di Masyarakat
Saat mempelajari suatu hukum adat, maka sebenarnya kita akan memahami mengapa hukum itu bisa terbentuk dan apa kegunaannya bagi masyarakat yang memegangnya secara teguh. Hukum adat memiliki manfaat berikut di antaranya,
1. Hukum adat sebagai sumber ilmu pengetahuan sehingga bisa dikaitkan dengan pendidikan dan penelitian. Hukum adat yang disebut sebagai ilmu pengetahuan dapat memuaskan keingintahuan seseorang mengenai apa esensi dari hukum itu sendiri.
2. Hukum adat memiliki manfaat dari segi teoritis. Jika dipandang dari sisi teoritis maka hanya dipandang sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari dan belum tentu dapat diaplikasikan pada masyarakat. Sedangkan jika melihat hukum adat dari segi praktiknya, maka hukum ini akan efektif dan bermanfaat jika dapat digunakan untuk menjelaskan serta menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.
3. Hukum adat dapat menjadi ciri khas yang menjadi kepribadian bangsa, sehingga bangsa kita menjadi berbeda dengan bangsa lainnya.

Hukum adat masih dipegang teguh oleh masyarakat di beberapa daerah. Namun seiring dengan berkembangnya zaman maka semakin banyak pula orang yang mulai berpikir secara rasional dan memilih untuk mulai meninggalkan hukum dalam masyarakat ini.

Bagaimanapun juga, hukum adat tak selamanya berdampak buruk. Bahkan sering kali memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat sehingga dapat terus bersatu dan tidak goyah.

Hukum Adat di Indonesia
Pengakuan di Indonesia
Hukum adat umumnya merupakan hukum tidak tertulis, sehingga lebih bersifat fleksibel dalam penerapannya. Namun perlu diketahui, bahwa adat merupakan suatu cerminan dan identitas bagi suatu suku bangsa.

Adat yang dimiliki oleh setiap daerah juga menjadi suatu identitas bagi suatu daerah. Oleh karena itu, suatu adat ataupun hukum adat akan cenderung mengarah pada sifat yang prinsip. Adat tertanam di jiwa orang yang memegangnya dan akan menjadi prinsip dalam hidupnya.

Terkadang penerapan hukum adat cukup aneh dan unik, bahkan belum tentu dapat diterima oleh akal manusia. Terkadang pula suatu hukum masyarakat bertentangan dengan hukum konstitusi yang diberlakukan di suatu negara.

Jika kita melihat pada negara kita ini, maka kita akan tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas dalam hal penerapan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan beberapa hukum juga diakui oleh negara kita termasuk pula hukum agama dan hukum adat.

Jika ditinjau dari sudut peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, hukum adat seringkali dijadikan sebagai landasan atau acuan dalam menetapkan suatu keputusan dan bahkan suatu peraturan perundangan.

Hukum adat diakui keberadaannya, namun peranan dari hukum ini juga harus dibatasi. Bagaimanapun juga, hukum ini diterapkan di kalangan masyarakat karena dipercaya dapat digunakan untuk mengelola dan mempertahankan ketertiban di lingkungan masyarakat.

Corak Hukum Adat Indonesia
Terdapat pula corak tertentu di dalam hukum adat di Indonesia di antaranya, sebagai berikut.
1. Relegius – Magis
Corak pertama adalah Relegius Magis. Berdasarkan kepercayaan tradisional masyarakat Indonesia, setiap masyarakat yang ada dikelilingi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara. Hal ini dilakukan agar masyarakat tersebut tetap hidup dengan aman tenteram bahagia dan berbagai hal lainnya.

Selain itu, tidak ada pula hal yang membatasi antara dunia lahir dengan dunia gaib serta tidak ada pula pemisah antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti halnya kehidupan manusia, alam, arwah nenek moyang serta kehidupan makhluk lainnya.

Adanya pemujaan yang dilakukan terhadap arwah khususnya kepada nenek moyang dilakukan sebagai pelindung adat istiadat yang perlu dilakukan demi kebahagiaan masyarakat di dalamnya.

Di dalam setiap kegiatan maupun perbuatan bersama, seperti halnya membuka tanah, menanam, membangun rumah serta berbagai peristiwa penting lainnya juga harus mengadakan upacara religius dengan tujuan untuk mendapat berkah serta dalam prosesnya tidak ada halangan dan dapat berjalan dengan baik.

Relegius Magis sendiri juga memiliki beberapa makna lain di antaranya,
a. Memiliki sifat kesatuan batin
b. Terdapat kesatuan antara dunia lahir dengan dunia gaib
c. Terdapat hubungan dengan arwah nenek moyang serta makhluk halus lainnya
d. Mempercayai kehadiran kekuatan gaib
e. Melakukan pemujaan terhadap arwah nenek moyang
f. Dalam memulai setiap kegiatan harus selalu melakukan upacara relegiues
g. Mempercayai kehadiran roh halus, hantu yang ada di alam semesta
h. Mempercayai adanya kekuatan sakti
i. Terdapat beberapa pantangan

2. Komunal atau kemasyarakatan
Corak kedua adalah komunal atau kemasyarakatan yang memiliki arti bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam bentuk kelompok atau sebuah satu kesatuan yang utuh.

Seorang individu tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan individu lainnya dikarenakan manusia merupakan makhluk hidup yang di mana akan selalu hidup bermasyarakat. Oleh sebab itu, kepentingan bersama harus terlebih dahulu diutamakan dibandingkan dengan kepentingan pribadi.

Komunal atau kemasyarakatan sendiri juga memiliki beberapa makna lain di antaranya,
a. Manusia di dalam kemasyarakatan memiliki sifat terikat dan tidak terbebaskan dari segala perbuatannya
b. Setiap orang di masyarakat memiliki hak dan juga kewajiban yang sesuai dengan kedudukannya
c. Hak subjektif yang ada memiliki fungsi sosial
d. Kepentingan masyarakat bersama harus terlebih dahulu diutamakan dibandingkan dengan kepentingan pribadi
e. Memiliki sifat gotong royong
f. Nilai kesopansantunan serta kesabaran
g. Berprasangka baik
h. Memiliki rasa saling menghormati satu sama lain

3. Demokrasi
Corak ketiga adalah demokrasi yang memiliki arti bahwa segala sesuatu harus diselesaikan dengan menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan kepentingan bersama masyarakat harus terlebih dahulu diutamakan dibandingkan dengan kepentingan pribadi yang sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan pada sistem pemerintahan.

Seperti contohnya sendiri adalah, melakukan musyawarah di Balai Desa dan setiap tindakan atau pilihan yang diambil pamong desa adalah berdasarkan hasil musyawarah yang telah dilakukan tersebut oleh masyarakat.

4. Kontan
Corak keempat adalah kontan. Di mana pemindahan maupun peralihan hak dan juga kewajiban harus dilakukan di saat yang sama dan dilakukan secara serentak dengan maksud untuk menjaga keseimbangan yang ada di dalam pergaulan di tengah masyarakat.

5. Konkret
Corak kelima adalah konkret yang memiliki arti terdapat tanda yang terlihat yaitu setiap perbuatan maupun keinginan pada setiap sebuah hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda atau bentuk wujud maupun nyata.

Hal ini juga berarti bahwa tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semua hal yang dilakukan harus memiliki tindakan nyata dengan begitu tidak ada kecurigaan yang muncul antara satu sama lain.

Lingkungan Hukum Adat di Indonesia
Terdapat beberapa lingkungan hukum adat di Indonesia (rechtsringen) yang dibagi oleh Prof. Mr Cornelis va Vollenhoven di antaranya,
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
3. Tanah Gayo (Gayo lueus)
4. Tanah Alas
5. Tanah Batak (Tapanuli)
6. Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
7. Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
8. Nias (Nias Selatan)
9. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
10. Mentawai (Orang Pagai)
11. Sumatera Selatan
12. Bengkulu (Renjang)
13. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
14. Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
15. Jambi (Batin dan Penghulu)
16. Enggano
17. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
18. Bangka dan Belitung
19. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
20. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)
21. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
22. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
23. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
24. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
25. Irian atau Papua
26. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
27. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
28. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
29. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
30. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)

Dari berbagai sumber 

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Hukum Adat: Pengertian, Sumber, Unsur, Faktor yang Mempengaruhi, Bentuk, Penerapan, Manfaat, dan Hukum Adat di Indonesia"