Gordon Allport: Biografi dan Psikologi Kepribadiannya

Table of Contents
Biografi Gordon Allport
Gordon Willard Allport

Biografi Gordon Allport

Gordon Willard Allport (1897-1967) adalah seorang psikolog Amerika yang sering disebut sebagai salah satu bapak psikologi kepribadian. Sebagai psikolog, ia dikenal karena menolak psikoanalisis yang dianggap terlalu dalam melihat kepribadian.

Tidak hanya itu, ia juga menolak behaviorisme karena sangat dangkal dalam melihat kepribadian. Menurutnya, setiap individu itu unik sehingga seseorang tidak dapat disamakan dengan orang lain dalam hal apa pun.

Pengaruh Allport terhadap ilmu psikologi besar dan abadi. Karyanya banyak dikutip melebihi tokoh-tokoh psikologi terkemuka lainnya. Selain karya, pengaruh Allport juga berasal dari para muridnya. Mereka memiliki kesan yang mendalam selama dibimbing oleh Allport.

Sebagian dari mereka kemudian menjadi tokoh penting dalam mengembangkan ilmu psikologi, seperti Jerome S. Bruner, Anthony Greenwald, Stanley Milgram, Leo Postman, Thomas Pettigrew dan M. Brewster Smith.

Dengan demikian, sebagai ilmuwan, dedikasi Allport tampak sempurna. Ia tidak hanya mampu menghasilkan karya dan pemikiran besar, tetapi juga mampu melahirkan sejumlah tokoh-tokoh penting dan berpengaruh.

Allport lahir di Montezuma, Indiana, pada 11 November 1897. Ia merupakan putra bungsu dari empat anak pasangan John Edwards dan Nellie Edith (Wise) Allport. Ketika Allport masih berusia 6 tahun, keluarganya menetap di Ohio.

Ayahnya adalah seorang dokter yang membangun klinik dan rumah sakit di sebelah rumahnya. Namun, karena fasilitas di sana kurang memadai, kediaman pribadi keluarga Allport kerap dijadikan rumah sakit darurat.

Jadi, Allport dan saudara-saudaranya tumbuh besar di sekeliling pasien, perawat, dan peralatan medis ayahnya. Ia dan saudara-saudaranya sering membantu ayah mereka di klinik. Jadi, Allport berkenalan dengan dunia medis sejak masih berusia sangat belia.

Ibu Allport adalah mantan guru sekolah yang tegas dalam mengontrol perkembangan nilai-nilai etis, intelektual, serta religiositas anak-anaknya. Menurut penulis biografinya, Allport dibesarkan dalam agama sekaligus etika kerja Protestan yang mendominasi kehidupan keluarga mereka.

Contoh etika Protestan dalam keluarga Allport adalah filosofi ayahnya yang mengatakan bahwa jika seseorang bekerja keras dan hanya mengambil keuntungan finansial minimum untuk kebutuhan keluarganya, maka ia akan mempunyai kekayaan berlimpah untuk kematiannya.

Pendidikan awal Allport ditempuh di sekolah umum di Cleveland, Ohio. Ketika masih kecil, Allport dikenal sebagai anak yang rajin, tetapi pemalu sehingga cukup terisolasi dari teman-teman sebayanya. Di masa remaja, Allport belajar bisnis percetakan secara mandiri tatkala menjabat sebagai editor koran SMA tempatnya bersekolah.

Pada tahun 1915, ia lulus dari SMA Glenville. Pada waktu itu, kakaknya yang bernama Floyd Henry Allport sedang mengambil program doktoral bidang psikologi di Harvard University. Allport berhasil mendapatkan beasiswa untuk kuliah di universitas tersebut.

Situasi di Harvard disebut-sebut sebagai transisi yang sulit oleh Allport. Sebab, nilai-nilai moral dan iklim mahasiswa di sana jauh berbeda dibanding lingkungan tempat tinggalnya. Namun demikian, pada tahun 1919 ia berhasil memperoleh gelar B.A. di bidang filsafat dan ekonomi.

Minatnya terhadap psikologi—terutama psikologi sosial dan kepribadian—justru tumbuh di luar kelas. Untuk mengisi waktu luang, Allport mengikuti klub layanan sosial di Boston. Ia kerap menjadi relawan, mendaftarkan rumah bagi pekerja perang, serta membantu mahasiswa asing.

Setelah lulus dari Harvard, Allport pindah ke Istanbul, Turki, untuk mengajar ekonomi dan filsafat di Robert College. Hanya setahun di Turki, Allport kembali ke Harvard untuk meneruskan pendidikan pascasarjana. Allport meraih gelar master pada tahun 1921 dan Ph.D. setahun kemudian. Guru besar Allport di Harvard adalah Herbert Langfeld dan Hugo Munsterberg.

Harvard kemudian memberinya Sheldon Traveling Fellowship ke Jerman dan Inggris. Perjalanan ini disebut oleh Allport sebagai fajar intelektual kedua setelah Turki. Selama di Berlin dan Hamburg (Jerman) serta di Cambridge University (Inggris), ia mempelajari mazhab Gestalt.

Allport kembali ke Harvard sebagai instruktur psikologi mulai tahun 1924 hingga 1926. Ia mulai mengajar kuliah bertema kepribadian yang ditinjau dari aspek psikologi dan sosial. Hal ini adalah kuliah pertama dalam psikologi kepribadian yang pernah diajarkan di Amerika Serikat.

Allport lalu menikah dengan Ada Lufkin Gould, seorang psikolog klinis. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang kemudian menjadi dokter anak.

Kuliah kepribadian Allport semakin terkenal seiring berjalannya waktu. Ia diundang mengajar kuliah pengantar psikologi sosial dan kepribadian di Dartmouth College selama empat tahun (1926-1930). Dari tempat itu, Allport kembali ke Harvard dan mengajar di sana hingga akhir karier akademiknya. Pada tahun 1931, ia bertugas di komite fakultas departemen sosiologi di Harvard University.

Pada akhir dekade 1940-an, ia pindah mengajar di departemen hubungan sosial. Pada saat itu, ia diangkat menjadi editor Journal of Abnormal and Social Psychology dan direktur komisi pendidikan ilmu pengetahuan PBB. Sebelumnya, pada tahun 1933, ia menjadi anggota American Academy of Arts and Sciences.

Pada tahun 1939 Allport terpilih sebagai presiden American Psychological Association (APA). Tidak hanya itu, pada tahun 1943, ia dipilih menjadi presiden Eastern Psychological Association. Setahun kemudian, ia menjabat presiden Society for the Psychological of Social Issues.

Pada tahun 1963, Allport dianugerahi Gold Medal Award dari American Psychological Foundation. Pada tahun berikutnya, ia menerima Distinguished Scientific Contribution Award dari APA. Gordon Allport meninggal pada 9 Oktober 1967 di Cambridge, Massachusetts, akibat kanker paru-paru.

Psikologi Kepribadian Gordon Allport

Tidak seperti kalangan psikolog Freudian yang memang ditentangnya secara keras, Allport mengemukakan pentingnya penyelidikan kualitatif tentang kasus individual pada motif sadarnya. Allport tidak percaya pada pendapat tingkah laku individu yang sehat dikontrol oleh kekuatan alam tak sadar (irasionalitas).

Menurutnya, kekuatan alam lebih dari sekadar memengaruhi neurotis. Individu yang sehat dan rasional menyadari sepenuhnya kekuatan yang membimbingnya sekaligus dapat mengontrol kekuatan-kekuatan tersebut. Individu dibimbing oleh waktu sekarang (intensitas) serta aspirasi masa depan (optimisme), bukan oleh masa lalunya (trauma).

Orang yang sehat berbeda secara fungsional dengan individu yang neurotis. Menurut Allport, psikoanalisis sangat bermanfaat bagi individu tidak normal. Akan tetapi, kegunaannya hanya sedikit sekali dirasakan oleh orang biasa (normal).

Oleh karena itu, Allport berkonsentrasi membangun psikologi sehat, bukan psikologi sakit. Hal ini sekaligus semakin menegaskan perbedaan pemikirannya dengan konsep yang disampaikan para teoretikus Freudian.

Pandangan-pandangan Allport lebih banyak merupakan suatu penyaringan terhadap ide-ide yang sebagian berasal dari ahli-ahli psikolog, seperti teoretikus Gestalt, William, Stern, James, serta dan McDougall. Bersama para teoretikus Gestalt dan Stern, ia menolak teknik-teknik analitis dalam ilmu pengetahuan alam serta memerhatikan secara mendalam perihal keunikan individu.

Dari James, ia mengorientasikan pemikiran humanistik terhadap tingkah laku dan perhatiannya pada aku (self). Dari McDougall, ia menekankan pentingnya motivasi, peranan yang dimainkan oleh faktor-faktor genetis atau konstitusional, serta konsep ego.

Struktur Individu
1. Kepribadian
Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungan. Definisi ini memang cenderung teknis dan sulit dipahami oleh kebanyakan orang. Akan tetapi, dengan membahas satu per satu istilah pada definisi ini, maksud Allport dapat ditangkap dengan jelas.

Istilah organisasi dinamis menunjukkan bahwa kepribadian adalah semacam organisasi antara badan dan jiwa yang selalu berkembang sekaligus berubah. Istilah psikofisis menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata berhubungan dengan mental, tetapi juga kerja tubuh (fisiologis) dan jiwa (neural) dalam kesatuan pribadi.

Istilah menentukan menjelaskan bahwa kepribadian terdiri dari kecenderungan-kecenderungan yang memainkan peranan aktif dalam tingkah laku individu. Sedangkan istilah khas menunjukkan bahwa kepribadian antara satu individu dengan yang lain tidak sama dalam arti sangat unik.

Menurut Allport, kepribadian manusia diproduksi oleh hereditas (sifat keturunan dari orang tua) dan lingkungan hereditas, yaitu tempat di mana sifat keturunan itu tumbuh dan berkembang. Lingkungan hereditas mencakup fisik, inteligensia, serta temperamen (fluktuasi dan intensitas mood).

Faktor hereditas berfungsi sebagai bahan dasar yang nantinya dibentuk (dikuatkan atau dilemahkan) oleh lingkungan hereditas.

Seperti telah dijelaskan, konsentrasi Allport adalah pada psikologi individu yang matang dan sehat. Seseorang dikatakan memiliki kepribadian matang dan sehat apabila memiliki ciri-ciri berikut di antaranya,
a. Memperluas eksistensi
Misalnya, seorang mahasiswa semester akhir berusaha memperluas pergaulannya. Dengan mengenal berbagai tipe manusia, wawasan dan orientasi masa depannya menjadi semakin luas. Dengan demikian, ia dapat mulai merencanakan sesuatu yang ingin ia lakukan demi masa depannya.

b. Berhubungan hangat
Mahasiswa tingkat akhir—karena perkembangan wawasannya—tidak akan menutup diri. Ia akan selalu menjalin relasi yang hangat dan akrab dengan orang lain. Selain untuk memperluas pergaulan, ia juga pasti berusaha mendekati lawan jenis untuk membina keluarga di masa depan.

c. Menerima dengan lapang dada
Karena luasnya wawasan, mahasiswa tingkat akhir itu tidak akan membiarkan emosinya meluap-luap. Misalnya, jika putus cinta, ia akan lebih mampu mengendalikan diri dari melakukan tindakan-tindakan yang merugikan serta tidak mudah frustrasi dalam menghadapinya.

d. Pandangan realistis
Bilamana mahasiswa itu mengalami masalah, ia merasa harus dapat mengatasinya tanpa rasa panik. Ia sadar bahwa masalah harus dihadapi secara nyata. Tidak semestinya masalah di luar justru memperburuk suasana hati dan perasaan.

Pandangan-pandangan yang realistis mengantarkannya dapat mengambil sesuatu yang baik baginya dan meninggalkan hal sebaliknya.

e. Objektivikasi diri
Mahasiswa itu sadar bahwa ia harus melakukan objektivikasi diri terhadap orang lain. Maksudnya, ia menempatkan diri di posisi orang lain. Dengan demikian, ia dapat berempati dan bersimpati kepada orang lain. Hal ini akan menjadikan orang lain menerima kehadirannya.

Orang yang objektif pada umumnya menyukai humor dan suka cita karena dapat menyumbangkan kegembiraan kepada orang lain.

f. Mempunyai filosofi hidup
Mahasiswa tersebut sudah menjadi orang dewasa sehingga pasti telah memiliki pegangan, yakni filosofi hidup. Dengan filosofi itulah ia menjalani kehidupan di dunia. Filosofi itu pula yang mendorongnya menjadi diri autentik. Filosofi ini dapat berasal dari agama dan sebagainya.

2. Watak
Kadang kala watak (karakter) disamakan dengan kepribadian. Padahal, Allport memandang watak dan kepribadian sebagai dua konsep yang berbeda. Watak adalah kepribadian yang dievaluasi. Adapun kepribadian ialah watak yang dievaluasi.

Menurut Allport, watak adalah norma tertentu yang didasarkan pada nilai dari perbuatan individu. Karena berhubungan dengan nilai, watak berhubungan dengan baik dan buruk. Misalnya, orang-orang akan mengatakan individu yang jahat berwatak buruk.

Sebaliknya, individu dikatakan berwatak baik jika tidak jahat. Dengan demikian, watak adalah suatu konsep etis dari perilaku.

3. Temperamen
Menurut Allport, temperamen adalah gejala karakteristik dari emosional individu. Temperamen juga berkaitan dengan mudah tidaknya individu terkena rangsangan emosi; kekuatan serta kecepatannya bereaksi terhadap stimulus; serta kualitas kekuatan, fluktuasi, dan intensitas suasana hati.

Gejala ini bergantung pada faktor konstitusional (segi-segi biologis dan fisiologis) karena sebagian besar berasal dari keturunan (hereditas).

Temperamen sedikit sekali mengalami perubahan dalam perkembangan individu. Hal ini bukan berarti temperamen tidak dapat diubah. Hanya saja, seseorang membutuhkan tenaga yang kuat dan banyak waktu agar dapat mengubahnya.

Harus diakui bahwa sesuatu yang diturunkan dan bersifat konstitusional sangat sulit diubah. Sekalipun berubah, biasanya hanya sedikit dan tidak menyeluruh.

4. Sifat
Allport punya perhatian khusus terhadap sifat (traits). Sebab, ia menganggap sifat manusia sebagai fondasi fundamental dari kepribadiannya sekaligus tendensi dari determinasi atau predisposisi.

Allport mengartikan sifat sebagai sistem neuropsikis yang digeneralisasikan dan diarahkan dengan kemampuan individu untuk menghadapi stimulus. Sifat juga memulai serta membimbing tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama.

Sifat memiliki beberapa karakteristik. Pertama, berdasarkan sifat nyata di dalam diri setiap manusia. Kedua, sifat menentukan atau menyebabkan perilaku, dalam arti tidak hanya muncul karena adanya stimulus. Ketiga, sifat dapat dibuktikan secara empiris dari perilaku. Keempat, sifat satu tidak terpisah dengan sifat lain dalam individu.

Allport juga membedakan antara sifat dengan kebiasaan (habit). Sifat dan kebiasaan sama-sama merupakan tendensi determinasi (ketetapan hati). Akan tetapi, sifat lebih umum daripada kebiasaan, baik dalam situasi maupun respons yang ada di dalamnya.

Selanjutnya, baik sifat maupun sikap (attitude) sama-sama merupakan predisposisi bersifat khas yang mengarahkan tingkah laku dan merupakan hasil dari faktor genetis dan belajar. Namun demikian, terdapat perbedaan di antara keduanya.

Perbedaan yang mencolok adalah sikap berhubungan dengan suatu objek sedangkan sifat tidak demikian. Jadi, cakupan sifat lebih besar daripada sikap. Namun, semakin besar jumlah objek, maka sikap akan kian mirip dengan sifat.

Sikap dapat berbeda-beda, dari hal khusus menjadi lebih umum. Sebaliknya, sifat selalu umum. Perbedaan berikutnya adalah sikap biasanya mengandung penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek sedangkan sifat tidak seperti itu.

Allport juga membedakan sifat dan tipe (type) berdasarkan sejauh mana keduanya dapat dikenakan pada individu. Tipe adalah konstruksi ideal oleh seorang pengamat (orang lain) terhadap individu. Setiap individu dapat disesuaikan ke dalam tipe-tipe tertentu yang khas.

Namun, ketika pengamat melihat individu dengan tipe-tipe, ia akan melupakan sifat-sifat individual itu sendiri. Artinya, ketika misalnya seseorang berkata, Si A bertipe begini dan si B memiliki tipe begitu, maka pada saat yang sama ia sedang melupakan sifat-sifat si A dan si B.

Sifat dapat mencerminkan keunikan pribadi individu sedangkan tipe justru menyembunyikannya. Bagi Allport, tipe menunjukkan suatu konstruksi buatan yang tidak begitu cocok dengan kenyataan individu. Di sisi lain, sifat adalah cerminan sejati dari apa yang benar-benar ada di dalam diri individu.

Tipe merangkum dan menggambarkan kombinasi traits, habit, attitude yang secara teoretis dapat ditemukan dalam diri seseorang. Misalnya, siswa mempunyai sifat (trait) pasif berupa menolak mengikatkan diri dengan lingkungan eksternal, kebiasaan (habit) menyendiri, serta sikap (attitude) tidak ramah dan kurang bisa bergaul.

Orang-orang kemudian menggolongkan siswa tersebut sebagai orang bertipe introver (tertutup). Jadi tipe adalah kombinasi dari banyak dasar kepribadian. Sementara itu, sifat hanyalah salah satu dasar kepribadian.

Kategori sifat
Oleh Allport, sifat-sifat yang ada di dalam diri setiap individu dibedakan ke dalam dua kategori berikut di antaranya,
a. Personal traits, yaitu sifat yang konkret, mudah dikenali, dan konsisten pada diri individu. Personal traits dapat menggambarkan karakter asli individu. Pada kenyataannya, tidak ada dua individu yang memiliki personal traits yang sama persis.
b. Common traits, yaitu sifat yang merupakan bagian dari budaya. Common traits dapat dipahami dan dimiliki oleh hampir semua orang yang hidup di dalam lingkungan budaya tersebut. Common traits merupakan hasil dari dorongan sosial untuk berperilaku dengan cara tertentu. Seperti sifat liberal, konservatif, dan sebagainya.

Disposisi (penempatan) sifat
Dalam hubungannya dengan disposisi (penempatan) sifat pada diri setiap individu, Allport membagi menjadi tiga kategori berikut.
a. Disposisi kardinal (sifat pokok), yakni sifat yang sangat dominan di dalam diri setiap individu dan menggambarkan hidupnya. Hal ini mengingat perilaku individu diatur oleh sifat ini. Karena merupakan sifat pokok, disposisi kardinal dapat ditemukan hampir di setiap kegiatan individu.

Misalnya, seorang yang religius sifat-sifat dirinya senantiasa memancar dari ketekunannya menjalankan ibadah serta berbuat baik kepada sesama manusia. Menurut Allport, hanya sedikit orang yang mengembangkan sifat pokok. Kalaupun ada, biasanya sifat itu baru dikembangkan di usia paruh baya.

b. Disposisi sentral (sifat sentral), yakni sifat yang mudah ditandai pada diri individu karena mempunyai kecenderungan kuat, khas, dan sering difungsikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang yang menyukai dunia ilmiah sering kali disifati pandai. Sebaliknya, seseorang yang sukanya berleha-leha disifati pemalas.

c. Disposisi sekunder (sifat sekunder), yakni sifat yang berfungsi secara terbatas dan kurang menentukan deskripsi kepribadian individu. Sifat ini hanya muncul jika ada stimulus yang cocok dengan situasi individu.

Sifat sekunder tidak terlalu jelas dan kurang konsisten karena bersifat situasional. Misalnya, seseorang mudah marah jika orang lain mencoba menggelitik dirinya. Padahal, ketika tidak digelitik, ia sangat periang dan hampir tidak pernah marah.

Perkembangan Individu
Struktur-struktur yang telah disebutkan sebelumnya menjadi dasar bagi Allport untuk melihat perkembangan psikis manusia. Allport mengembangkan pemikirannya pada cara struktur-struktur ini muncul serta perbedaan setiap individu menampilkan diri dalam berbagai tingkat perkembangan, mulai dari bayi hingga dewasa.

Allport memandang neonates (bayi baru lahir) sebagai makhluk yang eksistensinya nyaris semata-mata berupa hereditas, dorongan primitif (makan, minum, menangis), sera refleks (menghisap, menelan, dan melakukan gerakan-gerakan yang masih belum terdiferensiasi).

Neonates belum memiliki sifat-sifat khusus yang muncul sebagai akibat transaksi-transaksi dengan lingkungannya. Neonates belum memiliki kepribadian. Potensi-potensi diri, baik fisik maupun temperamen masih tersimpan. Aktualisasi potensi-potensi itu bergantung pada perkembangan dan kematangannya kelak.

Perkembangan sifat dari tahap bayi hingga mencapai usia dewasa dijelaskan dalam uraian berikut ini.
1. Umur 0-3 tahun
Pada rentang usia ini, kesadaran diri anak baru terbangun. Ia mulai merasakan sesuatu yang enak dan tidak enak. Kalau enak ia tertawa sedangkan jika tidak enak ia akan menangis.

2. Umur 4-6 tahun
Rentang umur ini, perluasan dan gambaran diri mulai meningkat. Perluasan diri bermakna bayi mulai merasakan keterhubungan dengan orang-orang dan hal-hal yang penting di lingkungannya.

Adapun gambaran diri berkaitan dengan penanaman nilai, tanggung jawab moral, intensi, tujuan, serta pengetahuan diri oleh orang tuanya di mana kelak mereka akan berperan mencolok di dalam kepribadiannya.

3. Umur 6-12 tahun
Pada rentang usia 6-12 tahun, kesadaran diri mulai terbangun. Pengenalan kemampuan diri mengatasi berbagai persoalan dengan alasan dan gagasan. Sebab, anak bergerak dari lingkungan keluarga ke masyarakat.

4. Remaja
Pada saat remaja, tujuan hidup dan rencana masa depan mulai dipikirkan. Seorang remaja mulai berusaha meninggalkan sifat kekanak-kanakan karena ia akan menghadapi berbagai tantangan dan benturan. Oleh karena itu, ia selalu bertanya-tanya, Apakah saya seorang anak atau dewasa? Pertanyaan semacam ini sebenarnya mengandung nilai transformasi.

Transformasi dari anak-anak ke remaja adalah masa-masa di mana individu mulai melakukan banyak hal penting dalam hidupnya. Secara garis besar, masa remaja ditandai dengan,
a. Aktivitas mulai membedakan (diferensiasi) satu hal dengan hal lainnya;
b. Menyatukan (integrasi) hal-hal yang sebelumnya dianggap berbeda;
c. Mematangkan (maturation) kepribadiannya;
d. Menganggap penting belajar;
e. Tumbuh kesadaran diri (self-consciousness);
f. Memberi sugesti diri dengan hal-hal tertentu;
g. Berpikir tentang self-esteem;
h. Inferiority, dan kompensasi;
i. Berfungsinya mekanisme-mekanisme alam tak sadar, berpikir tentang otonomi fungsional diri, melakukan reorientasi sisi traumatik, memperluas diri (extension of self), berupaya berempati dan bersimpati kepada orang lain (self-objectification), serta berpikir tentang pandangan hidup pribadinya.

5. Orang dewasa
Pada orang dewasa, faktor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifat-sifat (traits) terorganisasi dan selaras yang mengarahkan tingkah laku individu. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara, disadari, serta rasional.

Menurut Allport, pribadi yang telah dewasa berarti kepribadiannya sudah matang sehingga harus memiliki beberapa karakteristik berikut ini.
a. Extension of self
Yaitu bahwa hidupnya tidak harus terikat secara sempit pada kegiatan-kegiatan yang erat hubungannya dengan kebutuhan serta kewajibannya. Ia harus dapat ambil bagian dan menikmati berbagai kegiatan sosial.

Ia harus bergabung dengan orang lain yang memiliki minat sama dengannya. Hal yang terpenting, ia harus merencanakan (planning) dan mengharapkan (hoping) masa depan yang baik.

b. Self objectification yang terdiri dari dua komponen pokok di antaranya,
Pertama, insight (wawasan), yaitu kecakapan individu untuk mengerti dirinya sendiri. Hal ini berhubungan dengan kemampuan diri untuk memahami dirinya sendiri dan orang lain secara objektif.

Kedua, humor. Dalam hal ini, humor bukanlah sesuatu yang tidak hanya berarti kecakapan untuk mendapatkan kesenangan dan mengundang tawa, tetapi juga keterampilan berhubungan secara positif keganjilan diri sendiri dan orang lain secara bersamaan.

c. Philosophy of life
Yaitu filosofi hidup yang menjadi pegangan. Meskipun individu dituntut untuk menjadi objektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, ia harus memiliki latar belakang, makna, serta tujuan sebagai dasar segala aktivitasnya yang memberinya arti dan tujuan. Di sinilah arti penting pandangan hidup bagi individu.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment