Sarekat Islam Afdeling B: Sejarah Perlawanan Rakyat Priangan terhadap Kolonial Belanda
Apa itu Sarekat Islam Afdeling B
Sarekat Islam Afdeeling B adalah gerakan yang dipelopori oleh H. Isma’il guna membangkitkan perlawanan terhadap kolonial belanda dengan melakukan mobilisasi anggota S.I. se-Priangan.
SI afdeeling B lahir setelah kongres Sarekat Islam (SI) Tasikmalaya yang dipimpin Presiden CSI (Central Sarekat Islam) H.O.S. Tjokroaminoto, di Manonjaya pada tahun 1918.
Baca Juga: Sejarah Sarekat Islam (SI): Tujuan, Tokoh Penting, dan Sejarah Perkembangannya
SI Afdeeling B pimpinan H. Ismail adalah gerakan rahasia yang dipersiapkan untuk menyuarakan perang suci (jihad) melawan kolonial Belanda. H. Isma’il, ulama terkemuka, seorang “hadji” asal Gunung Tanjung Manonjaya.
Pada tahun 1919, beliau mendesain upaya pemberontakan terhadap kolonial Belanda bersama tokoh-tokoh besar lainnya seperti H. Sulaeman Ciawi, Abdul Jalil, Alhasim, Tabri, H. Adra’i dan H. Hasan Cimareme, dll.
Organisasi ini dibentuk atas sepengetahuan Sosrokardono, sekretaris CSI Surabaya. Gerakan ini lahir sebagai gerakan Islam radikal yang tidak diketahui oleh semua anggota Sarekat Islam, baik di Tasikmalaya maupun seluruh cabang yang ada di Priangan.
Misi “perang suci” yang dibawa gerakan ini menjadikan aktivitas SI Afdeeling B sangat tertutup dan bersifat rahasia. Strategi itu diterapkan untuk melindungi cita-cita yang dibawa gerakan ini.
Rekrutmen Keanggotaan
Sejak tahun 1918, H. Ismail secara diam-diam menghimpun dan mengorganisasi para kiayi, guru, dan santri di tatar Priangan untuk bergabung dengan SI Afdeeling B.
Berdasarkan dokumen kolonial, gerakan yang berasal dari Tasikmalaya ini telah menyebar ke seluruh kota dan pelosok kabupaten di Karesidenan Priangan, meliputi Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Garut, Cianjur, Bandung dan Sumedang.
Perekrutan anggota SI Afdeeling B dilakukan secara rahasia. Setiap anggota yang masuk ke dalam organisasi ini diambil sumpah setia. Sebagaimana keterangan H. Soelaiman, salah satu tokoh Afdeeling B Distrik Ciawi, saat memasuki keanggotaan SI Afdeeling B, beliau bersumpah di hadapan H. Ismail.
Berbeda dengang keanggotaan S.I. biasa, anggotaan S.I. afdeeling B diatur berdasarkan empat aturan berikut :
1. Memelihara dan memperkuat keyakinan, dilarang murtad.
2. Akan ada “Amir” yang memimpin segala urusan sekaligus mengontrol. (Amir: raja atau ratu)
3. Harus mengorbankan harta yang dimilikinya untuk kepentingan agama dan organisasi afdeeling B.
4. Harus menunjukkan keberanian kepada semua orang yang merusak agama dan melawan SI dengan melakukan perang suci dan, jika perlu, melakukan perlawanan terhadap pemerintah.
Meskipun SI Afdeeling B adalah organisasi rahasia dan sangat tertutup, namun mobilisasi keanggotaan S.I. afdeeling B berjalan sangat cepat. Kurang dari satu tahun, H. Ismail berhasil merekrut tokoh-tokoh berpengaruh di kalangan kiayi, santri, guru, dan haji-haji di wilayah Priangan.
Sebagai “korps khusus”, keanggotaan SI Afdeeling B sangat selektif dan tidak menyentuh sembarang orang.
Perkembangan SI Afdeeling B terkonsentrasi di beberapa wilayah di Tasikmalaya. Tampaknya Manonjaya, ibu kota lama Tasikmalaya, menjadi pusat perkembangan gerakan ini.
Di Manonjaya, selain H. Ismail muncul beberapa tokoh lain yang cukup berperan dalam gerakan ini. Nama-nama tokoh itu adalah H. Dahlan, presiden SI Manonjaya; H. Oedjoe Adjhoeri; H. Badri dan H. Hamaedi dari Gunung Tanjung.
Selain itu daerah Kewadanaan Ciawi memiliki peran penting dalam persebaran keanggotaan SI. Afdeeling B. Dari wilayah Ciawi keanggotan SI Afdeeling B berkembang ke wilayah Ciamis, Panumbangan, Panjalu, dan beberapa wilayah di Garut.
Rencana Pemberontakan
SI Afdeeling B Priangan merencanakan aksi pemberontakan terhadap pemerintah kolonial. Gerakan ini disebut sebagai aksi pembersihan penindas anak negeri. Rencana pemberontakan ini dibicarakan dalam pertemuan SI pada suatu malam bulan Februari 1919 di Manonjaya.
Pertemuan itu dipimpin H. Ismail (Amir SI Afdeeling B) dan Sosrokardono (Sekretaris Pusat Sarekat Islam/CSI). Pertemuan dihadiri beberapa tokoh penting SI Afdeeling B, di antaranya H. Soedjai (Ciawi), H. Sabandi (Cilangkap), H. Dahlan (Manonjaya), H. Adjhoeri (Manonjaya), H. Badri dan H. Hamaedi (Gunungtanjung), Karta (Cibeureum), dll.
Dalam pertemuan itu, Sosrokardono membangkitkan semangat perang suci (jihad), lillahi fisabilil haq, untuk membersihkan para penindas anak negeri. Selain itu, beliau mendorong untuk melakukan pemberontakan.
Di antara yang akan dibersihkan itu adalah pejabat pemerintah kolonial yang menindas. Saran keras Sosrokardono ini selaras dengan semangat Kongres tahun 1918, di mana SI bersikap revolusioner.
Kongres 1918 tidak hanya memprotes keras para penguasa, tapi juga memprotes tindakan pemerintah sebagai pelindung kapitalisme yang “penuh dosa”.
Peristiwa Pemberontakan
Latar Belakang
Faktor utama yang mendorong arah radikal gerakan SI Afdeeling B ini adalah krisis ekonomi 1918. Pada tahun ini rakyat pribumi menghadapi ancaman kelaparan, krisis beras, yang disebabkan inflasi dan gagal panen perkebunan.
Alih-alih, pemerintah Kolonial mengeluarkan kewajiban pengumpulan beras. Kondisi ini menimbulkan kemarahan para petani yang tidak menginginkan menyerahkan hasil panennya kepada pemerintah.
Momentum inilah yang menjadi latar aksi radikal pemberontakan SI Priangan 1919. Dalam situasi ini, aktivis SI Afdeeling B mencapai puncak keyakinan dan meneguhkan definisi Pemerintah Kolonial beserta kepanjangan-tangannya sebagai “penindas anak negeri”.
Aksi pemberontakan SI Afdeeling B dilakukan dengan cara membagikan jimat yang dipercaya memiliki kekebalan, dan bisa melindungi dari berbagai kejahatan. Aksi pemberontakan itu dilatar belakangi perilaku sewenang-wenang pemerintah lokal Garut terhadap kaum petani.
Para petani dikenakan kewajiban untuk memberikan sebagian hasil pertaniannya kepada pemerintah. H. Ismail memanfaatkan situasi ini untuk menyusun rencana pemberontakan.
Peristiwa Cimareme
Percobaan pemberontakan SI Afdeeling B dipersiapkan dan akan dimulai dari Cimareme Garut pada bulan juli 1919. Pemimpin percobaan pemberontakan ini adalah H. Hasan, H. Adrai, dan H. Soeleiman.
Puncaknya, pada 7 Juli 1919, H. Hasan, H. Gojali dan keluarganya yang membangkang untuk memberikan hasil taninya, gugur dibunuh tentara kolonial di Cimareme, Leles Garut.
Baca Juga: Peristiwa Cimareme: Sejarah Perlawanan Rakyat Garut dan Keterlibatan Sarekat Islam Afdeling B
Bala bantuan SI Afdeeling B yang telah dimobilisasi oleh H. Ismail, dari Tasikmalaya, Ciamis, dan Bandung, terlambat mendatangkan bantuan ke Cimareme karena gerakan ini tercium pemerintah kolonial.
Upaya pemberontakan mengalami kegagalan. Peristiwa ini telah menyeret seluruh tokoh SI Afdeeling B berikut H.O.S Tjokro Aminoto dan Sosrokardono, presiden dan sekretaris CSI diseret ke Pengadilan Hindia Belanda.
Dampak Pemberontakan SI Afdeeling B
Gerakan Pemberontakan SI afdeeling B adalah peristiwa penting yang mengundang perhatian semua pihak di Hindia maupun negeri Belanda. Penasihat Urusan Pribumi, GAJ Hazeu, dipaksa mengundurkan diri gara-gara kejadian ini.
Peristiwa ini mengejutkan orang Eropa pendukung politik etis. Peristiwa ini juga telah memunculkan keraguan kalangan Eropa akan kemampuan mereka untuk mengawal peralihan bangsa pribumi menuju kehidupan modern secara damai.
Media Belanda memberikan perhatian khusus dan memantau perkembangan kasus SI Afdeeling B Tasikmalaya ini dari tahun 1919 akhir sampai tahun 1922.
Berita perkembangan kasus pemberontakan tokoh SI Afdeeling B Tasikmalaya menjadi head line selama dua tahun dalam koran Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië; Soematra Post, De Indische courant; Bataviaasch nieuwsblad; Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad;De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad; dan koran lainnya.
Peristiwa pemberontakan SI Afdeeling B membawa dampak pada tumbuhnya gagasan revolusioner. Tujuh tahun berikutnya, Sarekat Rakjat mengadakan aksi percobaan revolusi dan penggulingan kekuasaan kolonial yang telah bercokol menguasai rakyat.
Pada tahun 1920-an, gerakan SI dianggap sebagai gerakan berbahaya. Pemerintah kolonial aktif melakukan penumpasan dan pelemahan gerakan SI.
Tokoh-tokoh SI Tasikmalaya dan Priangan, yang sebagian besar adalah kiayi dan guru ngaji, diseret ke pengadilan kolonial. Sebagian besar dari mereka diasingkan di daerah-daerah pembuangan.
Sumber:
https://jernih.co
dan sumber lain yang relevan
Download
Post a Comment