Mosi Tidak Percaya: Pengertian dan Sejarahnya

Table of Contents

Pengertian Mosi Tidak Percaya

Pengertian Mosi Tidak Percaya

Mosi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keputusan rapat, misal parlemen, yang menyatakan pendapat atau keinginan para anggota rapat. Sementara, mosi tidak percaya diartikan sebagai pernyataan tidak percaya dari DPR kepada kebijakan pemerintah.

Dalam tesaurus tematis yang diterbitkan oleh Kemdikbud, mosi tergolong ke dalam nomina gerak dan konflik. Mosi tidak percaya sendiri masuk ke dalam istilah konflik politik bersama dengan pemakzulan, pemecatan, penghentian, kudeta, dan subversi.

Biasanya, ketika parlemen memutuskan tidak percaya, atau gagal memutuskan percaya, sebuah pemerintahan harus,
1. mengundurkan diri, atau
2. membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan umum.

Dengan kata lain, setiap pihak yang dijatuhi mosi tidak percaya pada dasarnya diminta untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Demikian, istilah ini berkaitan dengan DPR, kebijakan pemerintah, penghentian, dan tentunya ketidakpercayaan.

Jika dihubungkan dengan praktik ketatanegaraan Indonesia, mosi itu sendiri berkaitan dengan hak-hak dari DPR. Ketika berbicara tentang hak-hak DPR, pembahasan akan merujuk pada UUD 1945 Pasal 20A Ayat 2. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa DPR mempunyai hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.

Dari ketiga hak DPR tersebut, mosi tidak percaya acap kali dihubungkan dengan hak DPR dalam menyatakan pendapat. Hak menyatakan pendapat ini merupakan hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah, tindak lanjut atas hak interpelasi dan hak angket, maupun dugaan DPR terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Demikian, dari uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa mosi tidak percaya merupakan hak DPR untuk menyatakan pendapatnya atas ketidakpercayaan kepada pemerintah.

Sejarah Mosi Tidak Percaya

Tradisi ini dimulai pada Maret 1782 setelah kekalahan pasukan Britania dalam Pertempuran Yorktown (1781) dalam Perang Revolusi Amerika, Parlemen Kerajaan Britania Raya memutuskan bahwa mereka "tidak lagi percaya kepada menteri saat itu". Perdana Menteri waktu itu, Lord North, menanggapinya dengan meminta Raja George III untuk menerima surat pengunduran dirinya.

Meskipun hal tersebut tidak secara langsung menciptakan konvensi konstitusional; namun, pada awal abad ke-19, percobaan oleh Perdana Menteri untuk memerintah dalam keadaan tanpa mayoritas parlemen terbukti tidak berhasil, dan pada pertengahan abad ke-19, kemampuan mosi tidak percaya untuk memecahkan pemerintahan dibentuk di Britania Raya.

Di Indonesia, mosi tidak pecaya pernah beberapa kali digunakan. Misalnya saja pada masa demokrasi liberal di tahun 1951. Saat itu, Perdana Menteri Natsir pernah dijatuhi mosi tanda tidak percaya oleh beberapa kalangan. Dua tahun setelahnya, giliran kabinet Wilopo yang mendapatkan mosi serupa.

Dari berbagai sumber yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment