Stereotipe: Pengertian, Penyebab, Proses Munculnya, Jenis, Contoh, dan Dampak Buruknya

Pengertian Stereotipe
Pengertian Stereotipe
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat.
 
Dalam psikologi sosial, stereotipe adalah setiap pemikiran yang diadopsi secara luas tentang tipe individu tertentu atau cara berperilaku tertentu yang dimaksudkan untuk mewakili seluruh kelompok individu atau perilaku tersebut secara keseluruhan. Pikiran atau keyakinan ini mungkin secara akurat mencerminkan kenyataan atau bahkan tidak.

Stereotipe dapat berupa stereotipe positif dan negatif. Stereotipe negatif sering diasosiasikan dengan sikap atau perilaku negatif, seperti prasangka dan diskriminasi. Sementara stereotipe positif sering dianggap sebagai stereotipe yang tidak berbahaya dan memusuhi seseorang atau kelompok lain.
 
Kata stereotip sendiri berasal dari bahasa Inggris stereotype, berarti penilaian atau anggapan terhadap seseorang berdasarkan kelompok sosialnya. Istilah ini pertama kali digunakan oleh wartawan bernama Walter Lippmann, pada 1922. Ketika itu, Lippman menggunakan istilah stereotipe untuk menggambarkan penilaian terhadap seseorang berdasarkan kelompok etnis asalnya.

Stereotip adalah penilaian kaku seseorang kepada orang lain yang dibuat berdasarkan prasangka sendiri. Dan karena dasar dari stereotip ini hanya berdasarkan prasangka semata, maka kebenarannya pun perlu dipertanyakan.

Stereotipe dari Beberapa Referensi
1. Dyah Gandasari dkk, dalam buku Pengantar Komunikasi Antarmanusia (2022), stereotip adalah salah satu bentuk prasangka antaretnis atau ras. Seseorang cenderung membuat kategori atas karakteristik perilaku orang lain, yang didasarkan pada ras, jenis kelamin, kebangsaan, serta keterampilan komunikasi verbal maupun nonverbal.
2. Dari buku Konseling Lintas Budaya (2019) karangan Diana Ariswanti Triningtyas, sebelum memberi stereotip pada orang lain, proses identifikasi akan dilakukan terlebih dahulu. Artinya orang tersebut akan diidentifikasi sebagai bagian dari kelompok tertentu. Kemudian akan diberi penilaian atas dasar orang yang bersangkutan.

Faktor Penyebab Munculnya Stereotipe
Stereotipe tidak muncul secara tiba-tiba, seseorang berani membuat stereotip berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri. Selain pengalaman, stereotip juga bisa muncul karena beberapa faktor di antaranya,
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal seorang anak. Keluarga juga menjadi tempat seorang anak untuk tumbuh besar dan jadi dewasa. Di sisi lain, orang-orang dalam sebuah keluarga juga tanpa sadar menjadi guru pertama bagi seorang anak.

Karena anak-anak adalah seorang peniru yang handal, maka dia akan meniru segala hal yang dia pelajari dari keluarganya. Tanpa sadar, seorang anak juga akan memegang teguh apa yang diberitahu oleh orangtuanya padanya.

Misalnya ketika seorang ibu mengatakan bahwa anak perempuan harus bisa memasak dan laki-laki tidak, maka kedua anaknya akan menjadikan kalimat itu sebagai stereotip hingga dewasa yang kemudian diwariskan kepada anak-anaknya kelak.

Memang benar, bagus kalau perempuan bisa masak. Tapi belajar untuk bisa memasak sebenarnya bukan hanya untuk perempuan. Laki-laki juga harus bisa masak, minimal mereka menguasai berbagai masakan dasar yang mudah dibuat.

2. Teman Sepermainan
Jika seorang anak berteman dengan orang-orang baik, besar kemungkinan anak itu akan tumbuh menjadi orang yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, seorang anak yang baik bisa jadi begitu buruk perangainya jika dia berteman dengan anak-anak yang perilaku dan sifatnya buruk.

Apalagi dengan hubungan pertemanan yang erat, kita cenderung mempercayai perkataan teman kita begitu saja. Memang sih, teman yang baik tidak akan menjerumuskan kamu ke hal-hal buruk. Namun kadang kita juga lupa bahwa teman kita juga manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan.

Baca Juga: Pengertian Kelompok Sebaya (Peer Group), Jenis, dan Fungsinya

3. Sekolah
Sekolah menjadi tempat kedua di mana seorang anak menghabiskan waktunya dalam sehari. Di sekolah, kita bukan hanya bertemu dengan teman-teman sebaya namun juga guru-guru. Guru-guru ini juga akan membentuk pribadi kita. Apa yang mereka ajarkan akan selalu diingat.

Termasuk soal stereotip ini juga. Di sekolah misalnya, guru-guru mengatakan bahwa anak-anak yang duduk di depan akan lebih pintar ketimbang anak yang duduk di belakang. Stereotip lainnya adalah, bahwa anak yang nilainya pas-pasan bahkan jelek tidak akan sukses jika dewasa.

Nilai memang membantu kamu lulus. Nilai juga menjadi pertimbangan perusahaan untuk memanggil seorang pelamar kerja melakukan interview. Namun nilai juga bukan segalanya! Lebih dari itu, sukses atau tidaknya seseorang di masa depan tidak selalu dipatok dari nilai yang Ia dapat dari sekolah. Kerja keras, kerja keras, kerja keras, itu kuncinya!

4. Media
Faktor lain yang memicu munculnya stereotip adalah media. Tidak dipungkiri apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, dan apa yang kita baca, dapat memengaruhi pikiran kita. Media jugalah yang juga membentuk pendapat kita terhadap seseorang atau sebuah peristiwa.

Di Amerika Serikat dan beberapa negara barat misalnya, seringkali hanya memberitakan hal-hal buruk tentang Islam. Karena terbiasa melihat berita buruk tentang Islam, kama-kelamaan membuat mayoritas masyarakat di sana membentuk stereotip bahwa Islam itu buruk dan bahwa semua muslim itu jahat.

Banyak dari mereka percaya pada media, tanpa sekali pun mengecek kebenarannya. Tanpa sekali pun mencoba berdiskusi dengan seorang muslim, atau membaca Al-Qur’an untuk mempelajari tentang Islam.

Karena stereotip yang sudah berakar kuat, muncullah istilah Islamphobia atau ketakutan berlebihan pada agama dan pemeluk agama Islam. Bukan hanya memperlakukan umat Muslim dengan kasar, bukan sekali dua kali kita mendengar berita pembantaian umat Muslim di negara-negara Barat.

Baca Juga: Fobia: Pengertian, Gejala, Penyebab, Jenis, dan Cara Mengobatinya

Memang ada satu dua orang yang jahat, namun kejahatan seseorang tidak dilakukan karena agamanya. Bagaimanapun agama mengajarkan kebaikan, tapi itu semua toh kembali kepada pemeluk agama tersebut. Mau mendengarkan dan menjadi orang yang baik, atau tidak.

Proses Munculnya Stereotipe
Stereotipe dapat memengaruhi informasi mengenai seseorang dan bagaimana informasi diinterpretasikan. Walaupun setiap kelompok memiliki stereotipe yang berbeda-beda, proses bagaimana stereotipe memengaruhi persepsi orang tetap sama.

Stereotipe dapat muncul melalui proses kognitif ketika satu individu dihakimi berdasarkan kelompoknya dan bukan berdasarkan informasi mengenai individu itu sendiri. Mengutip buku bertajuk Kompetensi Interpersonal dalam Organisasi karya Kaswan, orang-orang mengandalkan stereotipe dengan alasan kognitif. Stereotip dengan sederhana bekerja memahami orang.

Dengan stereotipe, seseorang dapat mengetahui informasi orang yang baru ditemuinya melalui kelompok orang tersebut. Stereotipe memang dapat menghasilkan proses informasi yang efisien, akan tetapi dalam beberapa kasus stereotipe juga dapat merugikan.

Stereotipe mengandalkan penilaian suatu kelompok terhadap satu individu sehingga mengabaikan karakter dan perilaku asli individu.

Jenis Stereotip
Stereotip juga dibagi menjadi beberapa macam di antaranya,
1. Stereotip Gender
Stereotip gender menjadi stereotip yang paling umum terjadi, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di banyak negara dunia. Stereotip gender sendiri adalah kepercayaan akan perbedaan ciri antara oleh laki-laki dan perempuan. Dalam banyak kasus, perempuan lah yang paling banyak menjadi korban stereotip ini, terutama dalam dunia kerja.

Baca Juga: Pengertian Gender, Seks, Identitas, dan Peran Gender

Di banyak negara, perempuan seringkali dianggap sebagai sosok yang emosional dan lemah ketimbang laki-laki. Bahkan banyak yang beranggapan bahwa laki-laki lebih unggul atau pintar dalam bekerja ketimbang perempuan. Alhasil, tidak peduli sekeras atau setinggi apapun prestasi perempuan, dia tidak akan mendapatkan posisi atau bahkan gaji yang setara atau lebih dari laki-laki.

2. Stereotip Suku
Kalau stereotip gender mengelompokkan orang berdasarkan gender laki-laki dan perempuan, maka stereotip suku berhubungan dengan suku atau etnik tertentu. Di Indonesia sendiri, stereotip suku adalah yang paling sering kita dengar. Dengan banyaknya suku yang ada di Indonesia, hal ini sebenarnya cukup masuk akal.

Contoh dari stereotip suku adalah bahwa orang Batak itu kasar, orang Jawa itu keras kepala, dan orang Sunda itu lemah lembut. Mungkin ada banyak Jawa yang keras kepala, atau Sunda yang lemah lembut.

Banyak orang menyebut Suku Batak itu kasar karena logat bicara mereka yang tegas dan suara yang kadang keras. Namun logat bicara adalah pembawaan, dan itu tidak berarti bahwa mereka kasar. Lagi pula, kasar, lemah lembut, dan juga keras kepala adalah sifat manusia. Kamu juga tidak bisa melabeli sebuah suku dengan sifat tertentu karena setiap manusia toh memiliki sifat dan perilaku yang berbeda-beda.

3. Stereotip Pekerjaan
Stereotip terakhir adalah stereotip pekerjaan, di mana seseorang dilabeli dengan sebuah karakter atau sifat berdasarkan pekerjaan yang mereka lakoni. Para artis sering disebut sombong dan para pengusaha dikaitkan dengan kehidupan mewah.

Mungkin benar bahwa banyak artis yang sombong dan pengusaha yang menjalani kehidupan mewah. Namun toh tidak semuanya begitu! Banyak artis yang sebenarnya memiliki attitude yang baik, dan rendah hati. Banyak di antaranya bahkan dengan senang hati melayani permintaan fans seperti foto bersama.

Hal yang sama juga berlaku untuk pengusaha. Benar bahwa banyak pengusaha hidup mewah, namun tidak semua pengusaha begitu. Banyak pengusaha yang benar-benar sukses dengan bisnis sana-sini justru memilih hidup sederhana dan jauh dari kemewahan. Alih-alih menghamburkan uang, mereka bahkan lebih memilih mendonasikan kekayaannya untuk orang yang lebih membutuhkan.

Contoh Stereotipe
Di Indonesia, ada stereotipe-stereotipe yang turun-temurun karena proses generalisasi dan sudah mendarah daging sehingga sulit untuk diubah. Kerap kali stereotip muncul dalam pikiran apabila melihat seseorang yang merupakan bagian dari suatu kelompok.

Berikut beberapa contoh stereotipe yang disebutkan oleh Hengki Irawan Setia Budi dalam bukunya berjudul Pengantar Logika Teologi:
1. Wanita dengan baju terbuka kerap dinilai sebagai wanita yang tidak baik
2. Orang Indonesia Timur dinilai cenderung temperamen dan kasar
3. Laki-laki bertato dianggap nakal dan menyeramkan
4. Keturunan etnis Tionghoa umumnya kaya karena bekerja tidak mengenal waktu
5. Wanita umumnya memiliki sifat yang lembut, penyayang, dan keibuan

Dampak Buruk dari Stereotip Negatif
Segala hal yang negatif hanya akan memberikan dampak negatif. Itu juga berlaku bagi stereotip negatif, akan memberikan dampak buruk bagi orang lain yang menjadi korbannya, bahkan juga bagi diri kita sendiri. Berikut  dampak buruk dari stereotip negatif di antaranya,
1. Stereotip membuat lingkaran pertemanan jadi terbatas
Memiliki banyak teman adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan. Namun dengan menerapkan stereotip tertentu pada seseorang atau sekelompok orang akan membuat Anda rugi besar.

Begini, ketika Anda melabeli seseorang atau sebuah kelompok dengan stereotip negatif, tanpa sadar Anda juga sedang mengisolasi diri Anda sendiri. Karena stereotip yang belum jelas kebenarannya, Anda jadi enggan berteman dengan mereka. Hal itu pada akhirnya memaksa Anda hanya berteman dengan orang yang itu-itu saja dan membuat lingkaran pertemanan jadi semakin sempit.

Padahal, saat memasuki usia dewasa, memperbanyak pertemanan adalah hal yang sangat baik untuk dilakukan. Ketika Anda memperbanyak teman, tanpa sadar Anda juga memperbanyak koneksi Anda. Koneksi ini penting sekali, terutama dalam dunia kerja.

2. Membuat Anda memiliki banyak musuh
Bukan hanya kehilangan teman, seenaknya memberikan stereotip negatif kepada orang lain juga berpotensi menambah musuh. Bagaimana tidak, dengan memberikan stereotip negatif, tanpa sadar akan membuat Anda memperlakukan orang dengan cara yang berbeda.

Ketika bersama dengan orang yang Anda anggap baik, Anda akan bersikap baik. Sementara dengan orang yang sejak awal sudah Anda labeli negatif, Anda akan memperlakukannya dengan buruk. Perbedaan perlakuan ini tentu akan membuat orang lain merasa sangat tersinggung dan akhirnya membenci Anda.

3. Anda mengisolasi orang lain
Ketika Anda memberikan stereotip negatif kepada seseorang, artinya Anda juga menutup mata dari berbagai hal baik yang mungkin orang lain itu miliki. Tidak peduli sebaik apapun dia, Anda akan tetap melihatnya sebagai hal yang buruk.

Benar bahwa orang yang Anda labeli negatif memiliki kekurangan, namun kekurangannya tidak membuatnya menjadi orang paling buruk sedunia. Selain kekurangan, dia juga memiliki kelebihan dan hal-hal baik yang bahkan tidak pernah Anda miliki. Dengan memberikan stereotip negatif, Anda telah kehilangan kesempatan untuk melihat sisi terbaik yang dimiliki oleh seseorang.

4. stereotip negatif membuat Anda mengambil keputusan yang salah
Setiap orang memiliki sifat yang berbeda-beda. Dan sifat mereka tidak tergantung pada penampilan luar, apalagi suku atau gendernya. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, stereotip negatif akan membuat Anda kehilangan kesempatan untuk melihat sisi terbaik setiap orang.

Memang dalam kehidupan sehari-hari hal ini tidak memberikan dampak berarti, namun sisi buruk dari stereotip ini baru akan muncul ketika Anda harus mengambil keputusan yang ada kaitannya dengan nasib banyak orang. Ketika Anda memilih orang dalam kelompok kerja misalnya.

Anda hanya akan memilih orang dari ras atau penampilan tertentu dan mengabaikan orang yang sebenarnya kompeten hanya karena dia sudah terkena stereotip negatif yang Anda buat. Alhasil, alih-alih menghasilkan tim yang baik, Anda justru akan merusak pekerjaan kalian dengan memilih orang-orang yang Anda sukai tapi ternyata memiliki attitude kerja yang buruk.

Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Stereotipe
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6253849/stereotipe-pengertian-proses-dan-contoh
https://www.gramedia.com/literasi/stereotip-adalah/
https://www.kompas.com/skola/read/2022/04/21/083000069/stereotip--makna-dan-contohnya

Download

Lihat Juga:

Materi Sosiologi SMA

Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 3: Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)

Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 5: Gejala Sosial dalam Masyarakat Multikultural (Kurikulum Merdeka)

Materi Sosiologi SMA Kelas XI Bab 3: Konflik Sosial (Kurikulum Merdeka)
Materi Sosiologi SMA Kelas XI Bab 4: Membangun Harmoni Sosial (Kurikulum Merdeka)

Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.1 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
2. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.2 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
3. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.3 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
4. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.4 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)   
5. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 3. Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum 2013)
6. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 1. Bentuk-bentuk Struktur Sosial (KTSP)
7. Materi Ujian Nasional Kompetensi Dinamika Struktur Sosial 
8. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 6. Masyarakat Multikultural (KTSP)
9. Materi Ujian Nasional Kompetensi Masyarakat Multikultural
10. Materi Ringkas Struktur Sosial dan Diferensiasi Sosial

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Stereotipe: Pengertian, Penyebab, Proses Munculnya, Jenis, Contoh, dan Dampak Buruknya"