Teori XY dalam Psikologi Industri dan Organisasi: Pengertian, Teori X, Teori Y, dan Implikasinya

Pengertian Teori XY dalam Psikologi Industri dan Organisasi
Teori XY dalam Psikologi Industri dan Organisasi (PIO)

Pengertian Teori XY dalam Psikologi Industri dan Organisasi
Teori XY (Teori X dan Teori Y) adalah teori motivasi yang dikembangkan oleh Douglas McGregor di Sloan School of Management MIT pada tahun 1960. Douglas McGregor merupakan seorang psikolog sosial yang berasal dari Amerika Serikat.

Teori XY telah digunakan dalam manajemen sumber daya manusia, perilaku organisasi, komunikasi organisasi dan pengembangan organisasi. McGregor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi yang menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia.

Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter dan sebaliknya, seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik. 

Baca Juga: Pengertian Leadership, Unsur, Tujuan, Fungsi, Sifat, Syarat, dan Gayanya

Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori X adalah karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya karyawan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya.

Tipe Y ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. (Baca Juga: Psikologi Industri dan Organisasi (PIO): Pengertian, Sejarah Perkembangan, Ruang Lingkup, dan Teorinya)

Teori X dalam Psikologi Industri dan Organisasi
Teori X merupakan pandangan tradisional tentang arah dan kontrol. McGregor menyatakan bahwa asumsi pada Teori X telah merasuki sebagian besar literatur yang ada pada organisasi dan juga tersirat dalam sebagian besar kebijakan dan praktik manajemen kontemporer.

Asumsi pertama yang dia identifikasi adalah ‘rata-rata manusia memiliki rasa tidak suka bekerja’ (McGregor, 1960/1987, hal.33).

McGregor menelusuri asumsi ini kembali ke zaman Alkitab dan mengklaim bahwa asumsi tersebut terbukti ketika manajemen memberikan tekanan kepada pekerjanya terkait dengan produktivitas dan penyampaian yang “sadis” terkait dengan batasan-batasan dalam hasil keluaran yang akan dicapai.

Selanjutnya, penekanan kontemporer pada penghargaan untuk kinerja individu harus mencerminkan “keyakinan yang mendasari bahwa manajemen harus melawan kecenderungan manusia yang melekat pada manusia itu sendiri terkait dengan keinginan untuk menghindari pekerjaan”.

Asumsi kedua, kelanjutan dari asumsi yang pertama, McGregor mengklaim bahwa ‘karena karakteristik manusia ini tidak suka bekerja, kebanyakan orang harus dipaksa, dikendalikan, diarahkan, diancam dengan hukuman agar mereka melakukan upaya yang memadai terhadap pencapaian tujuan organisasi’ (McGregor, 1960/1987, hal.34).

Jadi, meskipun para pekerja ditawarkan berbagai penghargaan, para pekerja tetap tidak menyelesaikan tugas-tugas yang diperlukan secara lengkap dan menyeluruh. Hanya ancaman hukuman yang akan dapat melakukannya. Asumsi yang mendasarinya adalah ”bahwa orang hanya akan bekerja di bawah paksaan dan kendali eksternal”.

Asumsi ketiga yang diidentifikasi oleh McGregor adalah bahwa “rata-rata manusia lebih suka diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, memiliki ambisi yang relatif sedikit, menginginkan keamanan di atas segalanya” (McGregor, 1960/1987, hal.34).

Sebagaimana yang dikatakannya, ‘paternalisme (praktek pengaturan) telah menjadi kata yang menjijikkan, tetapi paternalisme sama sekali bukan filsafat manajerial yang telah mati’ (McGregor, 1960/1987, hal.34).

Setelah mengidentifikasi ketiga asumsi utama Teori X, McGregor berusaha keras untuk menunjukkan bahwa itu secara akurat mewakili praktik manajemen saat ini dan bukan hanya sebuah konstruksi intelektual.

Teori X bukanlah sebuah manusia jerami (straw man) untuk tujuan penghancuran atau pembongkaran (sistem yang ada), tetapi sebenarnya adalah sebuah teori yang mempengaruhi strategi manajerial secara material pada sektor industri Amerika saat ini.

Selain itu, prinsip-prinsip organisasi yang mencakup sebagian besar literatur manajemen hanya dapat berasal dari asumsi seperti Teori X. Keyakinan lain tentang sifat manusia akan menyebabkan prinsip-prinsip organisasi yang sangat berbeda. (McGregor, 1960/1987, hal.35)

McGregor berharap untuk mengakui bahwa Teori X memberikan penjelasan terkait dengan beberapa perilaku manusia dalam sebuah industri. Namun, dalam arti luas, dia menganggap Theory X masih belum memadai, terutama dalam perkembangan terakhir terkait dengan pemahaman motivasi manusia.

Teori Y dalam Psikologi Industri dan Organisasi
Teori Y merupakan integrasi antara tujuan individu dan organisasi. Setelah mendapatkan kritik terkait dengan asumsi-asumsi yang ada pada Teori X, McGregor berpaling ke asumsi Teori Y. Dia mengklaim bahwa usaha yang dikeluarkan secara fisik dan mental dalam pekerjaan, secara alami, sama seperti bermain atau istirahat '( McGregor, 1960/1987, hal.47).

Manusia rata-rata tidak selalu menolak untuk bekerja tetapi akan melihatnya bahwa pekerjaan tersebut sebagai salah satu sumber kepuasan atau hukuman tergantung pada “kondisi yang dapat dikontrol (controllable conditions)”. Lebih lanjut, “kontrol eksternal dan ancaman hukuman bukanlah satu-satunya cara sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan organisasi’ (McGregor, 1960/1987, hal.47).

Bahkan, kata McGregor, terbukti bahwa pekerja akan melakukan pengarahan-diri (self-direction) dan pengendalian diri (self-control), asalkan mereka cukup berkomitmen pada tujuan organisasi.

Komitmen tersebut “adalah fungsi dari penghargaan yang berkaitan dengan prestasi atau capaian mereka dan penghargaan yang paling signifikan (seperti kepuasan harga diri (self-esteem) dan kepuasan aktualisasi diri (self-actualization) dapat menjadi “produk langsung” dari hasil usaha untuk mencapai tujuan organisasi’ (McGregor, 1960 / 1987, hal.48).

Bertentangan dengan asumsi yang mendasari Teori X, ‘manusia rata-rata mau belajar, dalam kondisi yang tepat, tidak hanya untuk menerima, tetapi untuk mencari tanggung jawab’ (McGregor, 1960/1987, hal.48).

Keengganan beberapa pekerja untuk menerima tanggung jawab, bersama-sama dengan kurangnya ambisi dan perhatian pada keamanan, pada umumnya adalah konsekuensi dari pengalaman, bukan karakteristik manusia yang melekat pada dirinya '(McGregor, 1960/1987, hal.48).

Pada kenyataannya, kapasitas untuk melakukan pelatihan dalam tingkat yang relatif tinggi tentang imajinasi, kecerdikan atau kepintaran, dan kreativitas dalam melakukan pemecahan masalah organisasi secara luas, tidak sempit, dilakukan untuk seluruh populasi organisasi (McGregor, 1960/1987, hal.48)

Dengan dasar ini, adalah kesalahan yang jelas untuk melakukan pembagian secara mencolok antara pekerjaan perencanaan dan pelaksanaan, yang secara implisit ada di dalam ilmu manajemen.

Pendekatan semacam itu secara tak terhindarkan akan membebani sebagian besar kemampuan pekerja dan pada saat yang sama mengurangi kemampuan mereka sehingga hanya akan menjadi “orang-orang dengan pekerjaan yang membosankan (drudges)”.

Ketika McGregor berkomentar secara akurat, “di bawah kondisi kehidupan industri modern, potensi intelektual manusia, rata-rata, hanya dimanfaatkan sebagian saja” (McGregor, 1960/1987, hal.48).

Menurut McGregor, asumsi Teori Y menawarkan implikasi yang sangat berbeda bagi manajemen dibandingkan dengan Teori X. Teori Y, misalnya, lebih dinamis daripada statis dan Teori Y menyarankan adanya kemungkinan yang kuat terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia dalam konteks situasi kerja.

Atas dasar Teori Y, tenaga kerja akan menjadi “sumber daya yang memiliki potensi yang substansial (substantial potentialities) (McGregor, 1960/1987, hal.48).

McGregor berpendapat bahwa wawasan yang berasal dari Teori Y menyarankan bahwa batasan-batasan kolaborasi manusia dalam pengaturan organisasi tidak berasal dari sifat manusia yang melekat tetapi dari kegagalan sistem manajemen.

Teori X memberikan manajemen alasan yang rasional terkait dengan kegagalan organisasi dengan menyalahkan kualitas sumber daya manusia pekerjanya, sehingga manajemen merasa dibatasi dalam bekerja. Teori Y, di sisi lain, “menempatkan masalah tersebut tepat di “pangkuan” manajemen.

Jika karyawan malas, acuh tak acuh, tidak mau bertanggung jawab, keras kepala, tidak kreatif, tidak kooperatif, Teori Y mengatakan bahwa penyebab terjadinya hal tersebut terletak pada metode manajemen organisasi dan kontrol yang tidak baik” (McGregor, 1960/1987, hal.48).

Sedangkan prinsip-prinsip utama organisasi yang berasal dari Teori X adalah pengarahan dan kontrol. Prinsip-prinsip utama yang berasal dari Teori Y adalah integrasi dan dukungan.

Integrasi menempatkan tanggung jawab pada manajemen untuk menciptakan keadaan ‘sedemikian rupa sehingga anggota organisasi dapat mencapai tujuan terbaik mereka sendiri dengan mengarahkan upaya mereka menuju keberhasilan perusahaan’ (McGregor, 1960/1987, hal.49).

Kontrol diri (Self-control) dengan demikian akan menggantikan kontrol eksternal, tujuan organisasi akan diinternalisasi oleh para pekerja dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi tersebut akan memberikan kepuasan terhadap kebutuhan pekerja akan harga diri (self-esteem) dan aktualisasi diri (self-actualization).

Seperti yang dikemukakan McGregor, ‘integrasi berarti bekerja bersama untuk keberhasilan perusahaan sehingga kita semua dapat berbagi dalam hasil yang dihasilkan’ (McGregor, 1960/1987, hal.53).

Setelah mengatakan semua ini McGregor tidak mengklaim bahwa asumsi Teori Y ‘akhirnya telah divalidasi’. Sebaliknya, ia melihat Teori Y sebagai tantangan potensial terhadap ortodoksi yang berlaku dari Teori X - yaitu sebagai ‘undangan untuk inovasi’.

Implikasi Teori X dan Teori Y dalam Psikologi Industri dan Organisasi
Beberapa organisasi menggunakan Teori X hari ini. Teori X mendorong penggunaan kontrol dan pengawasan yang ketat. Ini menyiratkan bahwa karyawan enggan terhadap perubahan organisasi. Jadi, itu tidak mendorong inovasi.

Banyak organisasi menggunakan teknik Teori Y. Teori Y menyiratkan bahwa manajer harus menciptakan dan mendorong lingkungan kerja yang memberikan peluang kepada karyawan untuk mengambil inisiatif dan pengarahan diri sendiri. Karyawan harus diberikan kesempatan untuk berkontribusi pada kesejahteraan organisasi.

Teori Y mendorong desentralisasi wewenang, kerja tim, dan pengambilan keputusan partisipatif dalam suatu organisasi. Teori Y mencari dan menemukan cara-cara di mana seorang karyawan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam suatu organisasi. Ini menyelaraskan dan mencocokkan kebutuhan dan aspirasi karyawan dengan kebutuhan dan aspirasi organisasi. 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Teori XY dalam Psikologi Industri dan Organisasi: Pengertian, Teori X, Teori Y, dan Implikasinya"