Robert Gagne: Biografi dan Teori Pembelajarannya

Biografi Robert Gagne
Robert Gagne
Biografi Robert Gagne
Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 – 28 April 2002), Gagne lahir di Andover Utara, Massachusetts. Ia mendapatkan gelar A.B dari Universitas Yale pada tahun 1937 dan gelar Ph.D dari Universitas Brown pada tahun 1940.

Gagne adalah seorang Profesor dalam bidang psikologi dan psikologi pendidikan di Connecticut College (1940-1949), universitas negara bagian Pensylvania (1945-1946), Profesor di departemen penelitian pendidikan di universitas negara bagian Florida di Tallahasse mulai tahun 1969.

Gagne juga menjabat sebagai direktur riset untuk angkatan udara (1949-1958) di Lackland, Texas dan Lowry, Colorado. Ia pernah bekerja sebagai konsultan dari departemen pertahanan (1958-1961) dan untuk dinas pendidikan Amerika Serikat (1964- 1966), selain itu ia juga bekerja sebagai direktur riset pada Institut penelitian Amerika di Pittsburgh (1962-1965).

Hasil kerja Gagne memiliki pengaruh besar pada pendidikan Amerika, pelatihan militer dan industri. Gagne dan L. J. Briggs ada di antara pengembangan awal dari teori desain sistem instruksional yang menunjukkan bahwa semua komponen dari pelajaran atau periode instruksi dapat dianalisis dan semua komponen yang dapat dirancang untuk beroperasi bersama-sama sebagai suatu rencana untuk pengajaran.

Dalam suatu artikel berjudul Teknologi Pendidikan dan Proses Pembelajaran (1974), Gagne mendefinisikan instruksi sebagai Serangkaian kegiatan yang direncanakan untuk kegiatan eksternal yang memengaruhi proses pembelajaran dan itu memromosikan pendidikan.

Gagne juga dikenal untuk teori stimulus-responsnya yang mutakhir dari delapan jenis pembelajaran yang dibedakan dalam hal kualitas dan kuantitas dari respons stimulus yang mempunyai keterkaitan. Dari yang paling mudah hingga yang paling sulit atau kompleks.

Ini adalah Signal learning (Pavlovian Conditioning) Stimulus response learning (operant conditioning) Chaining (Complex Operant Conditioning) Verbal association, Discrimination learning, Concept learning, Rule learning, Problem solving.

Gagne berpendapat bahwa banyak keterampilan bisa dianalisis dalam suatu perilaku hierarki yang disebut pembelajaran hierarki. Seorang instruktur akan mengembangkan pembelajaran hierarki untuk sesuatu yang diajarkan dengan menyatakan keahlian untuk dipelajari sebagai perilaku tertentu.

Untuk kemudian bertanya dan menjawab pertanyaan Apa yang ingin Anda ketahui tentang bagaimana cara untuk melakukan tugas ini, setelah diberikan suatu petunjuk. Gagne menguji Teori pembelajaran hierarki belajar, terutama menggunakan keterampilan aritmatika sederhana.

Temuannya cenderung mendukung gagasan hierarki pembelajaran dan menunjukkan bahwa individu jarang mempelajari keterampilan yang lebih tanpa sebelumnya tahu keahlian atau keterampilan yang lebih rendah.

Pendekatan Gagne pada pembelajaran dan pengajaran, terutama pada pendekatan desain sistem pengajaran, yang kadang-kadang dikritik sebagai yang paling pantas untuk kemahiran belajar informasi dan obyek keterampilan intelektual, tidak diragukan lagi untuk sikap dan strategi kognitif, hasil kerja Gagne mempunyai dampak yang cukup besar pada teori dan pemikirannya di kalangan pendidikan.

Teori hierarkinya tentang langkah-langkah prasyarat dalam pembelajaran mempunyai banyak implikasi untuk peruntunan instruksi dan ia banyak memberikan kontribusi untuk pengembangan pendekatan ilmu pengetahuan pada pengajaran.

Di bidang bahasa Inggris, contohnya ia diizinkan guru bahasa Inggris untuk menjabarkan keterampilan bahasa Inggris ke dalam komponen yang lebih sederhana dan untuk mengajarkan komponen ini ke dalam suatu urutan, memperkuat tanggapan yang benar dalam sepanjang perjalanan.

Gagne berfokus pada instruksi sistematis yang tepat yang juga membantu meletakan dasar untuk pengajaran individual dan sekolah akuntansi di kalangan masyarakat Amerika.

Teori Pembelajaran Robert Gagne
Hasil Belajar
Dalam mengajar, kita selalu sudah mengetahui tujuan yang harus kita capai dalam mengajarkan suatu pokok bahasan. Untuk itu, kita merumuskan Tujuan Instruksional Khusus, yang didasarkan pada Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku (Bloom, 1956), yang meliputi tiga domain: kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga di antaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan (Gagne, 1988).

Menurut Gagne, ada lima kemampuan. Ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu pengajaran atau instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia dan juga karena kondisi-kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan itu berbeda.

Sebagai contoh misalnya, suatu pelajaran dalam sains dapat mempunyai tujuan umum untuk memperoleh hasil-hasil belajar sebagai: (1) memecahkan masalah-masalah tentang kecepatan, waktu, dan percepatan; (2) menyusun eksperimen untuk menguji secara ilmiah suatu hipotesis; (3) memberikan nilai-nilai pada kegiatan-kegiatan sains.

Kemampuan pertama disebut keterampilan intelektual karena keterampilan itu merupakan penampilan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Kemampuan kedua meliputi penggunaan strategi kognitif karena siswa perlu menunjukkan penampilan yang kompleks dalam suatu situasi baru, di mana sedikit diberikan dalam memilih dan menerapkan aturan dan konsep yang telah dipelajari sebelumnya.

Nomor tiga berhubungan dengan sikap atau mungkin sekumpulan sikap yang dapat ditunjukkan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan sains. Nomor empat pada hasil belajar Gagne ialah informasi verbal, dan yang terakhir keterampilan motorik. Perlu dikemukakan bahwa menurut Gagne urutan antara kelima hasil belajar atau kemampuan ini tidak perlu dipermasalahkan.

Keterampilan Intelektual
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Aktivitas belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat pertama sekolah dasar (sekolah taman kanak-kanak) dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.

Selama bersekolah, banyak sekali jumlah keterampilan intelektual yang dipelajari oleh seseorang. Keterampilan-keterampilan intelektual ini, untuk bidang studi apa pun, dapat digolongkan berdasarkan kompleksitasnya. Perbedaan yang berguna antara keterampilan-keterampilan intelektual untuk tujuan pengajaran diperlihatkan pada gambar berikut.
Tingkat Kompleksitas dalam Keterampilan Intelektual
Tingkat Kompleksitas dalam Keterampilan Intelektual
Belajar mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang dengan cara yang disarankan oleh diagram pada gambar di atas. Untuk memecahkan masalah, siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi, yaitu aturan-aturan yang kompleks.

Demikian pula diperlukan aturan dan konsep yang terdefinisi. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, siswa harus sudah belajar beberapa konsep konkret dan untuk mempelajari konsep-konsep konkret ini, siswa harus menguasai diskriminasi.
1. Diskriminasi
Diskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik. Dalam kasus yang paling sederhana, seseorang memberikan respons bahwa dua stimulus sama atau berbeda.

Diskriminasi merupakan keterampilan intelektual yang paling dasar. Pengajaran diskriminasi paling banyak diberikan pada anak-anak kecil dan anak-anak atau orang-orang yang cacat mental.

2. Konsep konkret
Menurut Gagne, salah satu keterampilan intelektual adalah konsep konkret dan suatu konsep konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk, dan lain-lain). Konsep-konsep ini disebut konkret sebab penampilan manusia yang dibutuhkan konsep ini ialah suatu objek yang konkret.

Contoh-contoh sifat objek ialah bulat, persegi, biru, merah, halus, dan lain-lain. Kita dapat mengatakan bahwa orang tertentu telah mempelajari suatu konsep konkret dengan meminta orang itu untuk menunjukkan dua atau lebih anggota yang termasuk ke dalam kelas sifat objek sama.

Misalnya dengan menunjuk pada suatu uang logam, suatu ban mobil, dan bulan purnama sebagai sesuatu yang bulat. Operasi menunjuk dapat dilakukan dengan berbagai cara; dapat dengan memilih, melingkari, atau memegang.

Macam konsep konkret yang paling penting ialah posisi objek. Ini dapat dianggap sebagai sifat objek sebab posisi dapat ditentukan dengan menunjuk. Akan tetapi, jelas bahwa posisi suatu objek harus dihubungkan dengan posisi objek lain. Contoh-contoh posisi objek ialah di atas, di bawah, di samping, di sekitar, di kiri, di kanan, di tengah, di muka, dan lain-lain.

Kemampuan untuk menentukan konsep konkret merupakan dasar yang penting untuk belajar yang lebih kompleks. Banyak peneliti menekankan pentingnya belajar konkret sebagai prasyarat belajar gagasan-gagasan abstrak.

Piaget membuat perbedaan ini sebagai suatu inti gagasan dalam teorinya mengenai perkembangan intelektual. Perolehan konsep-konsep terdefinisi meminta siswa untuk dapat menentukan konsep-konsep konkret yang digunakan dalam definisi-definisi itu.

3. Konsep terdefinisi
Seseorang dikatakan telah belajar suatu konsep terdefinisi bila ia dapat mendemonstrasikan arti kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. Misalnya, kita perhatikan konsep asam, suatu zat yang memerahkan kertas lakmus biru. Seorang siswa yang telah mempelajari konsep itu akan dapat memilih zat sesuai dengan definisi.

Caranya adalah dengan memperlihatkan bahwa jika dimasukkan kertas lakmus biru ke dalam zat itu (zat tersebut ditempatkan dalam tabung reaksi), terlihat perubahan pada kertas lakmus itu, dari biru menjadi merah.

Demonstrasi tentang arti, membedakan proses mental ini dari proses mental yang menyangkut mengingat informasi verbal, seperti Asam adalah zat yang dapat memerahkan kertas lakmus biru. Seperti yang telah dikemukakan di atas, untuk memiliki konsep terdefinisi ini, siswa itu dapat menunjukkan konsep-konsep konkret, yaitu zat merah dan kertas lakmus biru.

Banyak konsep yang hanya dapat diperoleh sebagai konsep terdefinisi dan tidak dapat ditentukan dengan menunjuk, seperti konsep konkret, misalnya kota, keluarga, dan abstraksi-abstraksi seperti konsep keadilan, kemakmuran, dan lain-lain.

Namun, ada beberapa konsep terdefinisi yang juga berupa konsep konkret, yaitu konsep yang mempunyai kesamaan nama dan sifat-sifat tertentu. Misalnya, banyak anak kecil yang belajar dari bentuk dasar segitiga sebagai suatu konsep konkret. Baru setelah mereka belajar geometri, mereka berhadapan dengan konsep terdefinisi segitiga, yaitu suatu bentuk datar tertutup yang terbentuk dari tiga segmen garis yang bersilangan pada tiga titik.

Arti konkret dan terdefinisi segi tiga tidak sama secara eksak, tetapi kedua macam arti itu memiliki segi-segi kesamaan.

4. Aturan
Seseorang telah belajar suatu aturan bila penampilannya mempunyai semacam keteraturan dalam berbagai situasi khusus. Banyak contoh mengenai perilaku yang dikuasai oleh aturan. Pada kenyataannya, sebagian besar perilaku manusia termasuk kategori perilaku ini.

Misalnya dalam sebuah kalimat Ibu mencium adik dengan penuh kasih sayang. Kata kerja mencium ditempatkan sesudah kata ibu, tidak sebelumnya. Demikian pula kata-kata lain dalam kalimat itu sudah mengikuti suatu aturan dalam bahasa kita. Dengan aturan yang telah kita pelajari, kita dapat menyusun kalimat lain dengan struktur yang sama.

Prinsip yang dipelajari dalam sains ditampilkan oleh siswa sebagai perilaku penggunaan aturan. Misalnya, kita mengharapkan para siswa yang telah mempelajari hukum ohm: E = I x R, untuk menerapkan aturan yang tercakup dalam pernyataan ini.

Kita dapat bertanya: Ada arus listrik mempunyai tahanan 12 ohm. Jika arus diperbesar dari 20 amper menjadi 30 amper, perubahan apakah yang diperoleh tegangan?.

Seorang siswa yang mempunyai kemampuan suatu aturan tidak berarti ia dapat menyatakan aturan itu secara verbal. Sebaliknya ada pula siswa yang dapat menyebutkan: Tegangan sama dengan arus kali tahanan, tetapi ia belum tentu dapat menerapkan aturan itu pada suatu masalah konkret khusus.

Akan tetapi, banyak contoh di mana siswa-siswa tidak dapat menyatakan suatu aturan, walaupun penampilan mereka menunjukkan bahwa mereka mengetahui aturan itu.

Setelah kita mengenal apakah aturan itu, kita dapat menerima bahwa suatu konsep terdefinisi seperti yang dijelaskan terdahulu pada kenyataannya tidak berbeda dengan suatu aturan dan dipelajari dengan cara yang sama.

Dengan lain perkataan, suatu konsep terdefinisi merupakan suatu bentuk khusus aturan yang bertujuan untuk mengelompokkan objek dan kejadian; konsep terdefinisi adalah suatu aturan pengklasifikasian.

5. Aturan tingkat tinggi
Ada kalanya aturan-aturan yang kita pelajari merupakan gabungan kompleks aturan-aturan yang sederhana. Lagi pula, kerap kali aturan-aturan yang kompleks atau aturan-aturan tinggi ini ditemukan untuk memecahkan suatu masalah praktis atau sekelompok masalah.

Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan suatu masalah yang mewakili kejadian-kejadian nyata, mereka terlibat dalam perilaku berpikir.

Dengan mencapai pemecahan suatu masalah secara nyata, para siswa juga mencapai suatu kemampuan baru. Mereka telah belajar sesuatu yang dapat digeneralisasikan pada masalah lain yang mempunyai ciri-ciri formal yang mirip. Ini berarti mereka telah memperoleh suatu aturan baru atau mungkin juga suatu set baru tentang aturan-aturan.

Suatu kondisi yang esensial yang membuat belajar aturan-aturan tingkat tinggi menjadi suatu kejadian pemecahan masalah ialah karena tidak adanya bimbingan belajar, baik dalam bentuk komunikasi verbal maupun dalam bentuk lain. Pemecahan masalah telah ditemukan.

Bimbingan belajar diberikan oleh si pemecah masalah itu sendiri, tidak oleh guru atau sumber eksternal lain. Sekali siswa berhasil memecahkan masalah, siswa itu telah belajar aturan baru, yang lebih kompleks daripada aturan yang digunakan dalam gabungan. Aturan baru yang dipelajari akan disimpan dalam memori dan digunakan lagi untuk memecahkan masalah-masalah lain.

Aturan memegang peranan penting dalam pemecahan masalah. Tidak mungkin siswa memperoleh semua aturan yang diperlukan untuk berbagai situasi. Konsep dan aturan harus dipadukan menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru agar siswa dapat menghadapi situasi masalah yang baru.

Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep dan aturan yang diperoleh sebelumnya dan tidak sebagai suatu keterampilan generik. Kemampuan untuk memecahkan masalah matematika tidak secara otomatis pindah ke pemecahan masalah mekanis suatu mobil.

Strategi Kognitif, Informasi Verbal, Sikap, dan Keterampilan Motorik
1. Strategi Kognitif
Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir disebut sebagai strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suatu strategi kogntif merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, 1985).

Berbagai macam strategi kognitif
Walaupun siswa menggunakan strategi-strategi khusus dalam melaksanakan tugas-tugas belajar, untuk memudahkan, strategi kognitif dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Pengelompokan itu disarankan oleh Weinstein dan Mayer (1980).
a. Strategi menghafal
Dengan pertolongan strategi ini, para siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang materi yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, latihan itu berupa mengulangi nama-nama dalam suatu urutan (misalnya, nama-nama pahlawan, tahun-tahun pecahnya perang dunia, dan lain-lain).

Dalam mempelajari tugas yang lebih kompleks, misalnya mempelajari gagasan-gagasan yang penting, menghafal dapat dilakukan dengan menggarisbawahi gagasan-gagasan penting itu atau dengan menyalin bagian-bagian teks.

b. Strategi elaborasi
Dalam menggunakan teknik elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila diterapkan pada belajar teks prosa misalnya, kegiatan-kegiatan elaborasi merupakan pembuatan parafrasa, pembuatan ringkasan, pembuatan catatan, dan perumusan pertanyaan dengan jawaban-jawaban.

c. Strategi pengaturan
Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur merupakan teknik dasar strategi ini. Sekumpulan kata yang akan diingat diatur oleh siswa menjadi kategori-kategori yang bermakna.

Hubungan antara fakta-fakta disusun menjadi tabel-tabel memungkinkan penggunaan pertolongan penyusunan ruang untuk menghafal materi pelajaran. Cara lain ialah dengan membuat garis-garis besar tentang gagasan utama dan menyusun organisasi baru untuk gagasan-gagasan itu.

d. Strategi metakognitif
Menurut Brown (1978) strategi metakognitif meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan itu, dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.

e. Strategi afektif
Teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian untuk mengendalikan dan menggunakan waktu secara efektif.

2. Informasi Verbal
Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal; menurut teori, pengetahuan verbal ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi (Gagne, 1985). Nama lain untuk pengetahuan verbal ini ialah pengetahuan deklaratif.

Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, membaca dari radio, televisi, dan media lainnya. Pada bab sebelumnya telah dikemukakan tujuan diketahuinya informasi ini.

3. Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap kita terhadap orang lain. Oleh karena itu, Gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh sikap-sikap sosial ini.

Dalam pelajaran sains misalnya, sikap sosial ini dapat dipelajari selama para siswa melakukan percobaan di laboratorium. Antara lain dapat disebutkan bahwa selama memanaskan zat-zat dalam tabung reaksi, hendaknya para siswa tidak menghadapkan mulut tabung reaksi itu pada temannya agar temannya tidak terkena percikan zat yang dipanaskan itu.

Demikian pula bila melakukan reaksi-reaksi dengan gas-gas yang tidak enak baunya atau berbahaya untuk kesehatan, para siswa hendaknya melakukan reaksi-reaksi itu di luar laboratorium bila tidak ada lemari asam yang khusus di adakan untuk itu.

Ada pula sikap-sikap yang sangat umum sifatnya, yang biasanya disebut nilai-nilai. Diharapkan bahwa sekolah dan institusi-institusi lainnya memupuk dan memengaruhi nilai-nilai ini. Sikap-sikap ini ditunjukkan pada perilaku sosial seperti kata-kata kejujuran, dermawan, dan istilah yang lebih umum moralitas.

Suatu sikap mempengaruhi sekumpulan besar khusus seseorang. Oleh karena itu, ada beberapa prinsip belajar umum yang dapat diterapkan untuk memperoleh dan mengubah sikap-sikap, tetapi pembahasannya pada postingan di sini.

4. Keterampilan Motorik
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang digabungkan dengan keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen musik, atau dalam pelajaran sains, menggunakan berbagai macam alat seperti mikroskop, berbagai alat-alat listrik dalam pelajaran fisika, buret, dan alat distilasi dalam pelajaran kimia.

Seperti halnya dengan sikap, keterampilan-keterampilan motorik tidak mendapat pembahasan yang mendalam dalam postingan ini.

Kejadian Belajar
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi, Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa.

Gambar di bawah menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase diberi nama dan di bawah masing-masing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan proses internal utama, yaitu kejadian belajar yang berlangsung selama fase itu. kejadian-kejadian belajar itu akan diuraikan berikut.
Kejadian-kejadian Belajar
Kejadian-kejadian Belajar
1. Fase motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi tentang suatu pokok bahasan akan memenuhi keingintahuan mereka dan akan berguna bagi mereka atau dapat menolong mereka untuk memperoleh nilai yang lebih baik

2. Fase pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian esensial suatu kejadian instruksional jika belajar akan terjadi. Misalnya siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks.

Guru dapat memfokuskan perhatian terhadap informasi yang penting dengan berkata, misalnya: Dengarkan kedua kata yang Ibu katakan, apakah ada perbedaannya?. Bahan-bahan tertulis dapat juga diperlakukan dengan demikian dengan menggarisbawahi kata atau kalimat tertentu atau memberikan garis-garis besar untuk setiap bab.

3. Fase perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap menerima pelajaran. Informasi disajikan, seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya bahwa informasi tidak langsung disimpan dalam memori. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam memori siswa.

Siswa dapat membentuk gambaran mental informasi itu atau membentuk asosiasi antara informasi baru dan informasi lama. Guru dapat memperlancar proses ini dengan penggunaan pengatur-pengatur awal (Ausubel, 19663), dengan membiarkan para siswa melihat atau memanipulasi benda-benda, dengan menunjukkan hubungan-hubungan antara informasi baru dalam pengetahuan sebelumnya.

4. Fase retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktik, elaborasi, atau lain-lainnya.

5. Fase pemanggilan
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka panjang. Jadi, bagian penting dalam belajar ialah belajar memperoleh hubungan dengan apa yang kita pelajari, untuk memanggil informasi yang telah kita pelajari sebelumnya, hubungan dengan informasi ditolong oleh organisasi.

Materi yang diatur dengan baik dengan mengelompokkan menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, lebih mudah dipanggil daripada materi yang disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat ditolong dengan memperhatikan kaitan antara konsep-konsep, khususnya antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya.

6. Fase generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks di mana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar.

Transfer dapat ditolong dengan meminta para siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan baik, misalnya meminta para siswa menggunakan keterampilan-keterampilan berhitung baru untuk memecahkan masalah-masalah nyata; setelah mempelajari pemuaian zat, mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh dengan air dan tertutup menjadi retak dalam lemari es.

7. Fase penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak. Misalnya setelah mempelajari bagaimana menggunakan mikroskop dalam pelajaran biologi, para siswa dapat mengamati bagaimana bentuk sel dan menggambarkan sel itu; setelah mempelajari struktur kalimat dalam bahasa, mereka dapat menyusun kalimat yang benar.

8. Fase umpan balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement pada mereka untuk penampilan yang berhasil.

Kejadian Instruksional
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan kejadian-kejadian instruksional. Menurut Gagne, bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi, namun kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan, baik pada belajar penemuan, belajar di luar kelas, maupun belajar dalam kelas.

Akan tetapi, kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne ditujukan pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa. Kejadian-kejadian instruksi tersebut di antaranya,
1. Mengaktifkan motivasi
2. Memberitahu tujuan-tujuan belajar
3. Mengarahkan perhatian
4. Merangsang ingatan
5. Menyediakan bimbingan belajar
6. Meningkatkan retensi
7. Melancarkan transfer belajar
8. Mengeluarkan penampilan: memberikan umpan balik

Di bawah ini akan diuraikan setiap kejadian instruksi ini.
1. Mengaktifkan motivasi
Langkah pertama dalam suatu pelajaran ialah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap kali hal ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran dan mengemukakan kegunaannya.

Misalnya, guru membangkitkan perhatian para siswa dalam belajar tentang ukuran liter, serta fraksi-fraksinya dengan memberi tahu mereka bahwa informasi itu nanti akan perlukan di masa yang akan datang dan mengemukakan masalah tentang pembelian minyak goreng untuk ibu atau bensin untuk sepeda motor atau mobil.

2. Memberi tahu tujuan belajar
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat hubungannya dengan kejadian instruksi pertama. Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan memberi tahu mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Maksudnya adalah memberi tahu para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.

Bagaimana merumuskan tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan Tujuan Instruksional Khusus itu tidak asing lagi bagi kita semua. Dengan mengenal model belajar Gagne, kita mempunyai dasar yang lebih kuat tentang kegunaan tujuan-tujuan belajar ini. Selama kita merumuskan Tujuan Instruksional Khusus berdasarkan Taksonomi Bloom dengan tiga domainnya, yaitu domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor.

Sekarang kita sudah mengenal hasil-hasil belajar menurut Gagne, yang telah dibahas sebelum ini, yaitu kita telah diperkenalkan pada Taksonomi Gagne sehingga kita akan merumuskan pula tujuan-tujuan belajar sesuai dengan gagasan Gagne. Namun, akan kita lihat bahwa perumusan itu tidak akan banyak berbeda sebab dasar penggolongan tujuan-tujuan itu sebenarnya sama.

3. Mengarahkan perhatian
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian, di mana yang satu berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Mengajar perubahan stimulus secara tiba-tiba dapat mencapai maksud ini. Dalam pelajaran kimia hal ini dapat dilakukan dengan guru berkata, Perhatikan perubahan makna yang terjadi, saat guru mengajarkan kecepatan reaksi dengan metode demonstrasi.

Bentuk kedua perhatian disebut persepsi selektif. Dengan cara ini siswa memilih informasi yang akan diteruskan ke memori jangka pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulus-stimulus relevan yang akan dipelajari dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan suatu kata selama mengajar atau menggarisbawahi suatu kata atau beberapa kata suatu kalimat.

Misalnya dalam mengajarkan penulisan rumus-rumus kimia, diminta perhatian siswa pada penulisan angka-angka sedikit di bawah huruf-huruf (dalam menulis rumus H₂SO₄ angka 2 dan 4 ditulis agak di bawah huruf H dan O).

4. Merangsang ingatan tentang pelajaran yang telah lampau
Menurut Gagne, memberikan kode pada informasi yang berasal dari memori jangka pendek yang disimpan dalam memori jangka panjang merupakan bagian yang paling kritis dalam proses belajar.

Guru dapat berusaha menolong siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu. cara menolong ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada para siswa. Cara tersebut merupakan suatu cara pengulangan.

5. Menyediakan bimbingan belajar
Untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang, diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru ini pada pengalaman siswa.

Dalam belajar konsep, dapat diberikan contoh dan noncontoh. Bila suatu aturan yang akan diajarkan, siswa seharusnya sudah memahami dahulu konsep-konsep yang merupakan komponen-komponen pembentuk aturan itu.

Jadi kalau para siswa akan mempelajari bahwa Volumen 1 mol sembarang gas pada 0˚ dan 76 cm Hg adalah 22,4 liter, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang setiap konsep yang terdapat dalam aturan itu untuk mengetahui apakah para siswa telah memahami apa yang dimaksud oleh konsep itu, yaitu konsep-konsep volume, satu mol, sembarang gas, 0˚C, 76 cm, dan liter.

Dalam belajar penemuan, bimbingan dapat diberikan dalam bentuk penyediaan bahan-bahan dan isyarat-isyarat untuk membimbing para siswa ke arah keberhasilan.

6. Melancarkan retensi
Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari (jadi tidak dilupakan) dapat diusahakan oleh guru dan para siswa itu sendiri dengan cara sesering mungkin mengulangi pelajaran itu. Cara lain ialah dengan memberikan banyak contoh. Dapat pula diusahakan penggunaan berbagai jembatan keledai.

Dengan cara ini materi pelajaran disusun demikian rupa hingga mudah diingat. Sebaliknya siswa sendiri yang menyusun jembatan keledai itu sebab dengan cara itu, ia akan lebih lama diingat.

Sebagai contoh dalam pelajaran kimia misalnya, untuk mengingat apakah perubahan warna yang dialami indikator lakmus bila dimasukkan ke dalam larutan asam atau basa, a kalimat pendek yang diingat siswa ialah: asam memerahkan kertas lakmus biru (m – m), basa membirukan kertas lakmus merah (b – b).

Selain cara-cara yang diberikan di atas, tabel, diagram, dan gambar pun dapat digunakan guru untuk menolong para siswa agar tidak cepat melupakan pelajaran yang telah diberikan.

7. Membantu transfer belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan hal-hal yang telah dipelajari pada situasi baru. Ini berarti bahwa hal yang telah dipelajari itu sifatnya dibuat umum. Melalui tugas pemecahan dan diskusi kelompok, guru dapat membantu transfer belajar.

Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta, konsep, dan keterampilan yang dibutuhkan. Dalam pelajaran sains misalnya, transfer belajar akan terjadi saat guru memberikan tugas pada siswa untuk merencanakan bagaimana menanggulangi masalah pencemaran lingkungan.

Dalam hal ini para siswa dalam setiap kelompok diharapkan telah mengetahui apa saja yang terdapat dalam lingkungan yang tercemar, misalnya macam-macam gas yang berasal dari knalpot mobil, sampah yang bertumpuk di mana-mana, dan lain-lain. Selain itu, mereka juga memiliki keterampilan untuk meniadakan hal-hal yang menyebabkan pencemaran itu.

Misalnya dengan memisahkan pencemar-pencemar yang tidak dapat mengalami pelapukan, yaitu plastik dan pencemar-pencemar yang dapat mengalami pelapukan, yaitu daun dan bahan-bahan lain yang berasal dari makhluk hidup. Kemudian, mereka juga harus mengetahui cara-cara untuk memusnahkan pencemar-pencemar itu berdasarkan sifatnya hingga tidak merugikan masyarakat di sekitarnya.

Dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa penguasaan fakta, konsep, serta keterampilan harus dimiliki para siswa untuk dapat menyusun suatu rencana yang baik.

8. Memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu, sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka agar dapat diberi umpan balik sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar.

Cara-cara yang dapat digunakan guru ialah pemberian tes atau mengamati perilaku siswa. Umpan balik, bila bersifat positif, menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar sehingga harapan yang muncul pada permulaan tindakan belajar telah dipenuhi. Dalam hal ini, menurut Gagne umpan balik menghasilkan reinforcement.

Perlu diingat bahwa umpan balik tidak selalu diberikan secara eksplisit dengan cara menyetujui atau kata-kata yang membetulkan. Ada kalanya situasi belajar itu sendiri sudah merupakan umpan balik.

Kejadian instruksional dalam kelas seperti mengaktifkan motivasi, memberitahu tujuan-tujuan instruksional serta mengarahkan perhatian, dapat dilakukan guru melalui metode klasik, tetapi kejadian-kejadian instruksional lain meminta guru agar memperhatikan perbedaan individu para siswa.

Hubungan antara fase belajar dan kejadian instruksional menurut Gagne digambarkan berikut.
Hubungan antara Fase-fase dan Kejadian-kejadian instruksi Menurut Gagne
Hubungan antara Fase-fase dan Kejadian-kejadian instruksi Menurut Gagne

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Robert Gagne: Biografi dan Teori Pembelajarannya"