Perang Jamal (Perang Unta) sebagai Perang Saudara Islam yang Pertama

Table of Contents

Perang Jamal atau Perang Unta
Sejarah Perang Jamal (Perang Unta)

Perang Jamal adalah pertempuran yang terjadi pada tahun 656 M di Basra, Irak, antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan Aisyah binti Abu Bakar. Pertempuran ini merupakan salah satu peristiwa penting dan kontroversial dalam sejarah Islam awal.

Pertempuran ini merupakan perang pertama yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan menjadi bagian dari Perang Saudara Islam Pertama. Perang Jamal terjadi karena perbedaan pendapat terkait penyelesaian kasus pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan.

Baca Juga: Perang Shiffin sebagai Rangkaian Perang Saudara Islam

Selain itu, perang ini juga disebabkan oleh fitnah terselubung yang dilancarkan oleh para provokator. Dinamakan Perang Jamal atau Perang Unta (jamal berarti unta), karena dalam pertempuran ini Aisyah bertempur dengan menunggang unta.

Perang Jamal berlangsung singkat dan sengit, dengan kemenangan berada di pihak Ali bin Abi Thalib. Beberapa tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair, meninggal dunia dalam perang ini.

Latar Belakang

Pada 656, muncul ketidakpuasan atas kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan yang diduga penuh nepotisme dan korupsi. Alhasil, timbul pemberontakan yang mengakibatkan Khalifah Utsman terbunuh di rumahnya.

Mengutip berbagai sumber, Ali bin Abi Thalib naik menjadi khalifah menggantikan Utsman. Di awal kepemimpinannya, Ali dituntut untuk mengusut pembunuhan terhadap Utsman.

Bagi Aisyah, pengangkatan Ali sebagai khalifah sejatinya dilakukan ketika pembunuh Utsman telah ditemukan dan diadili. Namun karena sudah dilakukan, sosok yang lantang mengkritik kepemimpinan Utsman ini akhirnya menuntut ditegakkannya qishash (pembalasan).

Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam yang pergi ke Makkah untuk melaksanakan umrah bertemu dengan Aisyah. Kedua sahabat nabi ini ikut kubu Aisyah untuk menuntut Ali mengusut pembunuhan Utsman.

Ali memahami tuntutan dari para sahabat juga istri nabi. Namun persoalannya, kondisi Ali sedang terjepit sehingga qishash ditangguhkan.

Menurut Ali, hukum qishash dapat ditegakkan apabila situasi sudah tenang dan kaum muslimin bersatu dalam pemerintahan yang kokoh. Saat itu memang Ali ingin membentuk kekuatan dari kaum muslimin. Ia tak ingin ceroboh dalam menegakkan qishash.

Di sisi lain, Ali mendapat pengaduan dari pihak keluarga ahli waris Utsman. Sementara pihak kabilah pembunuh Utsman tetap akan membela anggota kabilahnya meskipun terbukti melakukan pembunuhan.

Pada akhirnya penegakan hukum qishash akan menimbulkan peperangan antar kabilah dari keluarga penuntut dengan kabilah dari keluarga terdakwa. Perbedaan pandangan inilah yang memicu terjadinya perang.

Menurut sumber lain, peperangan juga tidak terlepas dari adu domba yang dilakukan antara pasukan Aisyah dengan Ali bin Abi Thalib. Hingga akhirnya peperangan antara ibu mertua dengan menantunya pun terjadi.

Jalannya Perang

Aisyah mengumpulkan kekuatan dengan bersekutu bersama Bani Umayyah dan para pejabat pada masa Khalifah Utsman yang terkena penertiban Khalifah Ali.

Baca Juga: Dinasti Umayyah: kekhalifahan Islam Pertama Pasca Khulafaur Rasyidin

Salah satu pejabat yang bersekutu dengan Aisyah adalah Yala, mantan gubernur Yaman. Bahkan, Yaman menyerahkan 600 unta, salah satunya dinamai Al-Askar, yang khusus diberikan untuk ditunggangi Aisyah.

Karena itulah, Perang Jamal juga disebut sebagai Perang Unta. Aisyah bertolak dari Mekkah bersama 1.000 pasukan. Kekuatannya bertambah dalam perjalanan hingga akhirnya mencapai 3.000 pasukan.

Setibanya di Basra, rombongan pemberontak yang dipimpin Aisyah mendirikan perkemahan. Mereka juga mengetahui bahwa mayoritas penduduk Basra adalah pendukung Ali.

Setelah sempat terlibat dalam pertempuran kecil, dua kubu tersebut sepakat melakukan gencatan senjata hingga kedatangan Ali. Namun, pada malam hari, pihak pemberontak melancarkan serangan mendadak hingga berhasil menguasai Basra.

Mendengar kabar tersebut, Ali segera meninggalkan Madinah menuju Basra. Setibanya di Basra, Ali bin Abi Thalib memilih jalur diplomasi dan berunding dengan pihak pemberontak. Akan tetapi, karena kesepakatan gagal dicapai setelah tiga hari berunding, peperangan pun tidak dapat dielakkan.

Perang Jamal berlangsung pada 8 Desember 656 dari siang hingga malam hari. Thahlah terbunuh tidak lama setelah perang dimulai. Sedangkan Zubair, diketahui meninggalkan medan perang sebelum perang usai.

Kepergian Zubair diketahui oleh pemimpin Bani Sa'd, Al-Ahnaf bin Qays, yang segera mengirim anak buahnya untuk memburu dan membunuhnya.

Sejarawan berpendapat bahwa Bin Qays melakukan hal itu karena merasa apa yang dilakukan Zubair dengan meninggalkan sesama Muslim di medan perang adalah tindakan tidak terhormat.

Pertempuran berlangsung sengit tetapi singkat, dengan kemenangan berada di pihak Ali bin Abi Thalib.

Akhir Perang

Perang antara kubu Aisyah dengan Ali akhirnya terjadi di wilayah Basra, Irak. Ali bin Abi Thalib sebenarnya berharap perang tidak jadi dilakukan, namun pertempuran tersebut tidak dapat dielakkan.

Peperangan ini menimbulkan ribuan kaum muslimin yang gugur. Thalhah dan Zubair yang merupakan sahabat nabi turut meninggal dunia.

Dengan kematian Thahlah dan Zubair, nasib peperangan telah diketahui pasti. Namun, Aisyah masih menolak meninggalkan medan perang.

Melihat pasukan unta pemberontak semakin banyak yang terbunuh, kubu Ali bahkan memohon kepada Aisyah agar menyerah.

Pertempuran berakhir setelah unta Al-Askar dibunuh dan Aisyah diamankan. Setelah itu, Aisyah diantarkan kembali ke Mekkah dengan aman dan tanpa dilukai.

Bersama pengikutnya, Ali mengurusi para korban perang, menyalati, hingga menguburkannya. Khalifah Ali juga mengampuni semua pemberontak dan harta benda mereka dikembalikan.

Riwayat menyebutkan bahwa Aisyah menyesali perbuatannya memimpin pemberontakan yang berakibat pada terbunuhnya ribuan umat Muslim dalam pertempuran.

Ia pun mulai terbuka matanya bahwa ada pihak-pihak yang memprovokasi agar perang terjadi, padahal seharusnya perang ini dapat dihindari.

Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.liputan6.com
https://www.kompas.com
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment