Kerja Rodi: Pengertian, Tujuan, Sejarah, dan Dampaknya
Table of Contents
Pengertian Kerja Rodi
Kerja rodi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kewajiban bekerja tanpa upah. Kerja rodi juga dapat diartikan sebagai kerja paksa atau perintah. Kerja rodi adalah sistem kerja paksa yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia untuk kepentingan kolonial. Sistem tersebut memaksa rakyat Indonesia untuk bekerja tanpa upah dalam proyek-proyek infrastruktur, seperti jalan, bendungan, dan rel kereta api. Kerja rodi berlangsung selama berabad-abad, terutama pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Praktik ini menguras sumber daya ekonomi Indonesia dan menghambat perkembangan ekonomi.
Istilah "kerja rodi" juga digunakan untuk merujuk pada bentuk kerja paksa yang dilakukan oleh berbagai pihak, seperti:
1. Tuan tanah feodal kepada bawahannya di Eropa abad pertengahan dan awal modern
2. Raja kepada rakyatnya di Eropa abad pertengahan dan awal modern
3. Rakyat penyewa kepada tuan tanah di tanah milik pribadi
4. Pemerintah Amerika di bawah pendudukan Amerika (1915–1934)
5. Koloni-koloni Afrika milik Portugal hingga pertengahan 1960-an
Kerja rodi merupakan salah satu bagian dari sejarah kelam perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Dalam konteks sejarah Indonesia, kerja rodi adalah bentuk pekerjaan yang mencolok pada masa penjajahan Belanda, terutama pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Pada masa ini, pihak kolonial Belanda memaksa rakyat Indonesia untuk terlibat dalam proyek-proyek pembangunan seperti pembangunan jalan, bendungan, rel kereta api, dan proyek infrastruktur besar tanpa memberikan imbalan yang layak.
Kerja rodi muncul saat penjajahan oleh bangsa Belanda. Diinisiasi oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, yang mendapat mandat dari Louis Napoleon, memaksa rakyat Indonesia terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur ambisius.
Salah satu yang paling disorot adalah pembangunan jalan raya sepanjang 1100 km dari Anyer hingga Panarukan.
Kerja rodi tak hanya merupakan gejala di bawah penjajahan Belanda, namun juga berbanding lurus dengan praktik serupa pada masa penjajahan Jepang, dikenal sebagai romusha yang terjadi sekitar tahun 1942 hingga 1945. Meskipun keduanya memaksa rakyat Indonesia untuk bekerja tanpa imbalan yang setimpal, konteks sejarah dan tujuan pekerjaan memiliki perbedaan.
Selama penjajahan Jepang, tujuan utama adalah memanfaatkan seluruh komoditas Indonesia untuk kepentingan ekonomi mereka. Di sisi lain, kerja rodi di bawah pemerintahan Belanda cenderung lebih terfokus pada sektor perkebunan, pelabuhan, pertambangan, dan proyek infrastruktur lainnya.
Tujuan dan Kebijakan Kerja Rodi
Waktu penerapan kerja rodi di Indonesia, membawa dampak serius terhadap kehidupan rakyat, menciptakan penderitaan karena mereka terpaksa bekerja tanpa upah yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, pekerja rodi juga menghadapi perlakuan tidak adil ketika mereka berhenti bekerja. Pembangunan Jalan Raya Anyer hingga Panarukan pada tahun 1809, diketahui telah menelan korban sebanyak 12.000 jiwa. Awalnya, pembangunan jalan ini dilakukan oleh pihak kolonial, namun karena kehabisan dana untuk membayar pekerja profesional dan tentara, Daendels akhirnya mengerahkan rakyat pribumi.
Sebelum memanfaatkan tenaga rakyat, militer terlibat dalam membentuk lahan yang berbukit dan bergunung batu menggunakan alat berat seperti tank dan meriam. Berikut adalah tujuan kerja rodi Herman Willem Daendels di antaranya,
1. Membangun pabrik persenjataan di Surabaya dan Semarang
2. Membangun jalan raya sepanjang 1100 km dari Anyer hingga Panarukan
3. Membangun pangkalan armada di Ujung Kulon dan Anyer
4. Membuat benteng pertahanan
5. Membangun pelabuhan dan kapal perang untuk kebutuhan militer
6. Membangun pangkalan tentara dengan melibatkan pelatihan rakyat pribumi.
Daendels juga menerapkan sejumlah kebijakan untuk mendukung tujuannya melalui kerja rodi di antaranya,
1. Memberlakukan pembayaran pajak dengan menyerahkan hasil bumi sebagai gantinya
2. Menjual tanah rakyat kepada swasta asing, seperti Han Ti Ko, seorang pengusaha China
3. Melarang penyewaan desa, kecuali untuk produksi garam, gula, dan sarang burung
4. Pegawai pemerintahan menerima gaji tetap, tetapi dilarang terlibat dalam perdagangan
5. Mewajibkan rakyat Priangan menanam kopi (Prianger Stelsel)
Baca Juga: Preanger Stelsel: Sejarah, Latar Belakang, Tujuan, Aturan, Penyimpangan, Akibat, dan Perbedaannya dengan Cultuurstelsel
Sejarah Kerja Rodi
Awal mula munculnya kerja rodi terkait erat dengan peran Louis Napoleon, dalam menunjuk Herman Willem Daendels sebagai gubernur pada 1 Januari 1808 selama pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Daendels diberikan tugas utama, untuk mempertahankan pulau Jawa dari ancaman Inggris dan, sekaligus mengatur pemerintahan Indonesia.
Namun terbeban oleh tanggung jawabnya, Daendels merespons dengan memberlakukan sistem kerja rodi. Ini terjadi karena pada saat itu Inggris mengambil alih kekuasaan VOC di Ambon, Sumatera, dan Banda. Daendels memenuhi tugasnya sebagai gubernur, membuat keputusan kontroversial ini dengan harapan agar masyarakat Indonesia bersedia bekerja, demi kepentingan Kerajaan Prancis.
Dalam upayanya mempertahankan Jawa, Daendels mengambil langkah-langkah signifikan di bidang pertahanan dan keamanan. Ini termasuk pembangunan benteng pertahanan baru dan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon dan Anyer. Meskipun, pembangunan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon tidak mencapai harapan Daendels.
Sebagai bagian dari strategi ini, Daendels melibatkan masyarakat dalam kerja rodi untuk membangun Jalan Raya Pos atau Groote Postweg, menghubungkan Anyer di Ujung Barat Jawa Barat hingga Panarukan di Ujung Timur Jawa Timur dengan panjang sekitar 1000 km.
Daendels sebagai perwakilan Prancis atas nama Belanda, mencatatkan laporan keuangan terkait program kerja rodi. Meskipun sulit menemukan arsip yang menunjukkan secara pasti besaran dana yang dikeluarkan, Daendels menyediakan anggaran sekitar 30.000 ringgit pada saat itu (1 ringgit = 2,40 gulden) untuk pembangunan Jalan Raya Pos.
Namun, dana tersebut terbukti tidak mencukupi, dan Daendels menggunakan uang kertas kredit yang ia keluarkan sendiri.
Akan tetapi, terdapat narasi lain yang mengatakan bahwa sebenarnya pemerintahan kolonial memberikan anggaran tersebut sebagai upah untuk para pekerja. Akan tetapi banyak upah yang tidak tersalurkan sampai ke tangan pekerja. Banyak di antaranya yang dikorupsi oleh para pejabat dalam negeri atau bupati daerah setempat.
Sungguh sebuah ironi jika cerita sebenarnya yang membuat penderitaan kepada rakyat Indonesia ternyata juga orang Indonesia sendiri. Sejarah kerja rodi cukup memberi kita pelajaran untuk mengenal bangsa kita sendiri.
Sejarah Kerja Rodi
Awal mula munculnya kerja rodi terkait erat dengan peran Louis Napoleon, dalam menunjuk Herman Willem Daendels sebagai gubernur pada 1 Januari 1808 selama pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Daendels diberikan tugas utama, untuk mempertahankan pulau Jawa dari ancaman Inggris dan, sekaligus mengatur pemerintahan Indonesia.Namun terbeban oleh tanggung jawabnya, Daendels merespons dengan memberlakukan sistem kerja rodi. Ini terjadi karena pada saat itu Inggris mengambil alih kekuasaan VOC di Ambon, Sumatera, dan Banda. Daendels memenuhi tugasnya sebagai gubernur, membuat keputusan kontroversial ini dengan harapan agar masyarakat Indonesia bersedia bekerja, demi kepentingan Kerajaan Prancis.
Dalam upayanya mempertahankan Jawa, Daendels mengambil langkah-langkah signifikan di bidang pertahanan dan keamanan. Ini termasuk pembangunan benteng pertahanan baru dan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon dan Anyer. Meskipun, pembangunan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon tidak mencapai harapan Daendels.
Sebagai bagian dari strategi ini, Daendels melibatkan masyarakat dalam kerja rodi untuk membangun Jalan Raya Pos atau Groote Postweg, menghubungkan Anyer di Ujung Barat Jawa Barat hingga Panarukan di Ujung Timur Jawa Timur dengan panjang sekitar 1000 km.
Daendels sebagai perwakilan Prancis atas nama Belanda, mencatatkan laporan keuangan terkait program kerja rodi. Meskipun sulit menemukan arsip yang menunjukkan secara pasti besaran dana yang dikeluarkan, Daendels menyediakan anggaran sekitar 30.000 ringgit pada saat itu (1 ringgit = 2,40 gulden) untuk pembangunan Jalan Raya Pos.
Namun, dana tersebut terbukti tidak mencukupi, dan Daendels menggunakan uang kertas kredit yang ia keluarkan sendiri.
Akan tetapi, terdapat narasi lain yang mengatakan bahwa sebenarnya pemerintahan kolonial memberikan anggaran tersebut sebagai upah untuk para pekerja. Akan tetapi banyak upah yang tidak tersalurkan sampai ke tangan pekerja. Banyak di antaranya yang dikorupsi oleh para pejabat dalam negeri atau bupati daerah setempat.
Sungguh sebuah ironi jika cerita sebenarnya yang membuat penderitaan kepada rakyat Indonesia ternyata juga orang Indonesia sendiri. Sejarah kerja rodi cukup memberi kita pelajaran untuk mengenal bangsa kita sendiri.
Dampak Kerja Rodi bagi Rakyat Indonesia
Kerja Rodi jelas merupakan penindasan dari pemerintahan kolonial yang sangat menyengsarakan rakyat. Berikut dampak kerja rodi bagi rakyat Indonesia di antaranya,1. Eksploitasi Pekerja
Banyak masyarakat yang menjadi korban karena diperlakukan secara kasar dan tidak manusiawi. Dilansir dari Museum Nusantara (25/5/2022), pembangunan Jalan Anyer-Panarukan sendiri memakan korban hingga 12.000 jiwa.
2. Kemiskinan
Praktik kerja rodi ini sangat menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Akibatnya terjadi kemiskinan yang meluas di Indonesia saat itu terutama di daerah kerja rodi seperti Pulau Jawa.
3. Pembangunan Infrastruktur
Selain dampak negatif, terdapat juga dampak positif dari kerja rodi yang dilakukan pada masa itu seperti pembangunan infrastruktur baru yang menopang kehidupan masyarakat. Faktanya mungkin saja infrastruktur yang dibuat pada masa kerja rodi memiliki manfaat hingga sekarang ini, walaupun penderitaan yang dihasilkan pada saat itu tentu saja tidak sebanding.
3. Pembangkitan Kesadaran Nasional
Ini dampak positif yang paling penting, penderitaan yang dialami rakyat Indonesia di bawah sistem kerja rodi menumbuhkan semangat persatuan dan kesadaran nasional. Kesadaran nasional inilah yang menjadi pendorong utama kemerdekaan bangsa Indonesia untuk setelahnya hingga saat ini.
Sumber:
https://www.liputan6.com
https://www.detik.com
dan dari berbagai sumber yang relevan
Baca Juga:
Romusha: Pengertian, Latar Belakang, Tujuan, Sejarah, dan Dampaknya
Post a Comment