Preanger Stelsel: Sejarah, Latar Belakang, Tujuan, Aturan, Penyimpangan, Akibat, dan Perbedaannya dengan Cultuurstelsel

Sejarah Preanger Stelsel
Preanger Stelsel
Preangerstelsel (Sistem Priangan) adalah tanam paksa kopi yang diberlakukan di wilayah Parahyangan pada tahun 1720. Preanger Stelsel merupakan suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh Belanda di Priangan dengan fokus pada budidaya komoditas kopi. (Hakim, 2020).

Rakyat Priangan diwajibkan menanam kopi dan menyetorkan hasilnya ke VOC melalui para bangsawan daerah. Hal ini sangat menguntungkan bagi Belanda dan membuat VOC menjadi produsen kopi terpenting di dunia, dengan kopi sebagai komoditas ekspor paling menguntungkan dari Jawa hingga pertengahan abad ke-19.

Kebijakan ini kemudian juga mengilhami lahirnya Cultuurstelsel atau tanam paksa pada tahun 1830 yang diberlakukan pada wilayah yang lebih luas dengan komoditas tanam yang lebih beragam. Kebijakan Preangerstelsel berlangsung hingga 1916.
 
Latar Belakang Preanger Stelsel
Sejarah kopi di Indonesia berawal ketika seorang Jendral Belanda membawa bijih kopi dari daerah Malabar, di pesisir India. Van Hoorn, gubernur jendral VoC saat itu menanam bijih kopi ini di daerah sekitar Batavia, yang sekarang dikenal sebagai Pondok Kopi.

Kemudian, bijih ini tersebar di seantero pulau Jawa, terutama di daerah Pantai Utara (PANTURA). Namun, tidak banyak daerah yang sukses membudidayakan kopi ini. Salah satu daerah yang cukup sukses membudidayakan kopi ini adalah daerah Parahyangan atau dalam bahasa Belanda dikenal sebagai Preanger.

Daerah ini mencakup Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Subang, Garut, Purwarkata, dan Sumedang. Diduga, hal ini disebabkan oleh kondisi iklim di daerah Parahyangan yang relatif dingin dan tanah yang relatif subur karena gunung api purba yang ada di Tangkuban Perahu.

Kebijakan Preanger Stelsel diresmikan oleh VoC pada abad ke 18, lebih tepatnya sekitar tahun 1720an. Kebijakan ini kemungkinan besar diambil pada masa kepemimpinan gubernur jendral Hendrik Zwardecroon.
 
Tujuan Preanger Stelsel
Sistem kebijakan Preanger Stelsel diterapkan oleh VOC di tanah Pasundan sekitar tahun 1720. Seluruh rakyat Pasundan diwajibkan untuk menanam kopi dengan harga kopi yang telah ditentukan oleh pihak VOC. Kebijakan Preanger Stelsel tentunya bertujuan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi Belanda di tanah jajahannya, yakni Hindia Belanda.

Kewajiban penanaman ini tentunya dilaksanakan oleh VOC dengan paksaan dan kekerasan agar rakyat Pasundan tunduk pada pemberdayaan kopi yang nantinya akan dijadikan sebagai komoditi perdagangan oleh VOC.

Kebijakan ini dapat berjalan tentunya tak lepas dari adanya dukungan dari kaum pribumi yaitu bangsawan Sunda seperti dalam pembudidayaan kopi. Kaum bangsawan Sunda mendukung adanya Preanger Stelsel yang tentunya nanti juga akan mendatangkan keuntungan bagi mereka sendiri.

Pelaksanaan sistem tanam paksa mendorong lahirnya perkembangan perkebunan skala besar milik swasta melalui kontrak konsinyasi dengan pemerintah. Peran VOC sebagai penguasa dan pemilik tanah di Hindia Belanda berhasil memperluas kekuasaan dalam penyewaan dan penjualan tanah yang diberikan pada para pengusaha Cina.
 
Aturan Preanger Stelsel
Sistem preanger stelsel mencoba untuk mendorong masyarakat agar mereka mau menanam kopi. Kopi ini nantinya akan disetor ke pihak Belanda oleh para bangsawan dan tuan tanah lokal di masing-masing daerah Parahyangan.
Aturan Preanger Stelsel
Aturan Preanger Stelsel
Dalam keberjalanannya, terdapat beberapa peraturan yang berlaku dalam sistem Preanger Stelsel di antaranya,
1. Bangsawan dan tuan tanah di daerah Parahyangan wajib menyetor bijih kopi dalam jumlah tertentu kepada pemerintahan Belanda
2. Daerah yang diwajibkan menyetor kopi akan dibebaskan dari pajak daerah dan pajak-pajak lainnya
3. Tuan tanah dan bangsawan dibebaskan untuk menetapkan pajak ataupun peraturan lainnya kepada penduduk yang tinggal di daerah kekuasaan mereka

Aturan-aturan ini melimpahkan kekuasaan dan juga kewajiban kepada para bangsawan dan tuan tanah. Para bangsawan ini kemudian melimpahkan beban-nya lagi kepada masyarakat setempat dengan memaksa mereka menanam kopi dan menjualnya ke Belanda.

Penyimpangan Aturan dalam Preanger Stelsel
Namun, seiring dengan berkembangnya keuntungan yang didapatkan dari perdagangan kopi, Belanda menjadi semakin ketat dalam meregulasi sistem penanaman kopi preanger ini. Bahkan, Belanda kerap melakukan kecurangan-kecurangan usaha demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Salah satu penyimpangan dan kecurangan yang paling merugikan para petani adalah penetapan 2 jenis pikul kopi. Pikul sendiri adalah satuan berat kopi yang digunakan oleh Belanda.
Penyimpangan Aturan dalam Preanger Stelsel
Penyimpangan Aturan Preanger Stelsel

Pikul yang harus diserahkan oleh para petani disebut sebagai pikul gunung, sedangkan Belanda hanya membayar sesuai dengan standar pikul Batavia. Padahal, jika dikonversi kedalam kilogram, beban pikul gunung dua kali lipat dari pikul Batavia.

Dalih pihak Belanda adalah karena kopi harus dikeringkan terlebih dahulu di gudang-gudang pelabuhan Batavia. Oleh karena itu, ukuran bebannya pun berbeda. Namun, reaksi dan kebijakan ini justru memicu amarah para petani yang merasa dicurangi oleh Belanda.
 
Akibat Preanger Stelsel
Secara umum, kebijakan Preanger Stelsel di daerah Priangan memberikan dampak ekonomi dan sosial kepada Belanda serta Indonesia yang cukup tinggi di antaranya,
1. Menjadikan pulau Jawa, terutama daerah Parahyangan sebagai pusat produksi kopi di Hindia Belanda dan bahkan di dunia
2. Menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi para bangsawan, tuan tanah, dan pedagang Belanda
3. Menjadikan kopi sebagai produksi ekspor pulau Jawa yang paling berharga
4. Mengenalkan budaya perdagangan dan ekonomi pasar kepada masyarakat Indonesia
5. Dapat dianggap menghambat perekonomian subsisten lokal karena lahan dialihkan untuk penanaman kopi

Kebijakan preanger stelsel juga berhasil mendorong Belanda menjadi salah satu negara yang memonopoli perdagangan kopi Eropa. Karena, selain Hindia Belanda, pusat produksi kopi dunia adalah di India dan pesisir Afrika serta jazirah Arab. Daerah yang sepenuhnya dikuasai oleh sebuah negara kolonial hanyalah India dan Hindia Belanda.
 
Perbedaan Preanger Stelsel dan Cultuurstelsel
Secara umum, terdapat 2 perbedaan mendasar dari kebijakan preanger stelsel dan cultuurstelsel atau tanam paksa yang diterapkan 110 tahun setelahnya. Perbedaan tersebut terletak pada sistem yang diterapkan serta pelibatan para bangsawan.

Sistem yang diterapkan antara preanger stelsel sedikit berbeda dengan cultuurstelsel. Pada preanger stelsel, komoditas yang dibudidayakan hanyalah kopi. Sedangkan, pada cultuurstelsel, komoditas yang dibudidayakan adalah semua jenis komoditas ekspor yang bernilai tinggi.

Hal ini terjadi karena preanger stelsel hanya diterapkan di daerah Parahyangan, sedangkan cultuurstelsel dilakukan di seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda. Kondisi geografis yang berbeda ini menyebabkan persebaran flora dan fauna yang berbeda pula, sehingga komoditas unggulannya pun berbeda.

Perbedaan yang kedua adalah pelibatan para bangsawan dan tuan tanah. Pada preanger stelsel, tuan tanah dan bangsawan dilibatkan secara langsung untuk memimpin dan mengatur produksi komoditas kopi. Sedangkan, dalam cultuurstelsel para tuan tanah dan bupati tidak diikutsertakan. Di sini, semua aktivitas produksi dan penjualan dikontrol oleh pejabat kolonial Belanda.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Preanger Stelsel: Sejarah, Latar Belakang, Tujuan, Aturan, Penyimpangan, Akibat, dan Perbedaannya dengan Cultuurstelsel"