Agresi Militer Belanda I: Sejarah, Latar Belakang, Tujuan, Kronologi, dan Dampaknya

Table of Contents

Sejarah Agresi Militer Belanda I

Sejarah Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda I (Operatie Product) adalah operasi militer yang digencarkan Belanda di Pulau Jawa dan Sumatera pada 21 Juli - 5 Agustus 1947. Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.

Latar Belakang Agresi Militer Belanda I

Sebab Agresi Militer Belanda I adalah kekalahan Belanda dalam peperangan. Kekalahan itu membuat ekonomi Belanda lesu. Belanda pun ingin membangkitkan perekonomian negaranya dengan kembali menguasai kekayaan alam Indonesia. Sejumlah tentara Belanda pun dikirim kembali ke Indonesia.

Selain itu, merujuk pada beberapa sumber, seperti dari Modul Pembelajaran SMA: Sejarah Indonesia Kelas XI oleh Alin Rizkiyan Putra, dan laman resmi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, agresi militer Belanda I bermula dari perselisihan antara Indonesia dan Belanda yang timbul karena perbedaan penafsiran terkait hasil Perundingan Linggarjati.

Tujuan Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda I memiliki tujuan menguasai sumber daya alam Indonesia yang berada di Sumatera dan Jawa. Di pulau Jawa, Belanda bergerak ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Mereka hendak menguasai perkebunan, pabrik, dan pelabuhan.

Sementara di Sumatera, Belanda bertujuan menguasai perkebunan dan pertambangan khususnya minyak dan batu bara. Kekayaan alam ini akan menjadi modal ekonomi Kerajaan Belanda.

Kronologi Agresi Militer Belanda I

Belanda datang dengan membonceng pasukan sekutu yang menang Perang Dunia II. Kali ini, Belanda datang dengan bendera baru. Bukan lah VOC, melainkan NICA (Netherlands Indies Civiele Administration) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda.

NICA mendarat di Sabang, Aceh dan sampai di Jakarta pada 15 September 1945. Tentara NICA dipimpin oleh Letnan Gubernur Jenderal Hubertus van Mook.

Van Mook datang menyampaikan pidato Ratu Wilhelmina yang menyebutkan Indonesia dan Belanda membentuk sebuah persemakmuran. Dengan kata lain, Indonesia berada di bawah naungan Kerajaan Belanda.

Namun, masyarakat dan pemerintah Indonesia yang sudah merdeka tak menerima pidato tersebut. Mereka bertekad memukul mundur para penjajah. Situasi pun mulai memanas.

Pada 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum atau peringatan keras meminta Indonesia menarik mundur pasukannya sejauh 10 km dari garis demarkasi atau garis gencatan senjata. Ultimatum tersebut ditolak mentah-mentah.

Lima hari kemudian, pada 21 Juli, van Mook melalui siaran radio secara gamblang menyatakan bahwa Belanda tidak lagi terikat pada hasil Perjanjian Linggarjati. Perundingan Linggarjati itu ialah satu-satunya pengakuan belanda secara de facto pada Negara Republik Indonesia.

Setelah pengumuman itu, dalam waktu kurang dari 24 jam Agresi Militer Belanda I dimulai. Belanda melancarkan serangan yang menyebabkan banyak orang meninggal dunia.

Pemerintah Indonesia melaporkan agresi militer ini kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB lantas mengeluarkan resolusi pada 1 Agustus 1947.

Dampak Agresi Militer Belanda I

Campur Tangan PBB

Setelah pada tanggal 21 Juli terjadi awal Agresi Militer Belanda di Indonesia. Pada tanggal 30 Juli 1947, pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar agenda Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Permintaan ini pun diterima oleh PBB dan membuat Indonesia berhasil masuk dalam pembahasan di sidang Dewan Keamanan PBB.

Pada posisinya, India sendiri memberikan dukungan kepada Republik Indonesia (RI) dalam Dewan Keamanan PBB karena solidaritas regional, terutama setelah konferensi internasional di New Delhi pada Maret 1947, di mana Indonesia turut serta.

Selain itu, hubungan baik antara RI dan India juga memainkan peran penting. Selama masa pemerintahan Sutan Syahrir antara 1946-1947, di mana Indonesia membantu India yang tengah mengalami kelaparan dengan mengirimkan bantuan beras sebanyak 700.000 ton.

Dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa dari tanggal 30 Juli 1947 hingga 4 Agustus 1947, pasukan Belanda masih melakukan gerakan militer.

Namun, setelah beberapa minggu tanpa ada keputusan, pada tanggal 25 Agustus 1947, usulan dari Amerika Serikat (AS) diterima sebagai keputusan Dewan Keamanan PBB.

Pembentukan KTN

Merujuk pada beberapa sumber seperti Modul Pembelajaran SMA: Sejarah Indonesia Kelas XI oleh Alin Rizkiyan Putra dan Skripsi milik Purniyawati yang berjudul "Agresi Militer Belanda I 21 Juli 1947", atas usul dari Amerika Serikat, PBB akhirnya membentuk sebuah komisi bernama Committee of Good Officer (Komisi Jasa-Jasa Baik).

Komisi Jasa-Jasa Baik yang kemudian dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN) bertugas sebagai mediator dalam penyelesaian masalah antara indonesia dengan Belanda. Anggota KTN sendiri terdiri dari Dr. Frank Graham (AS), Paul Van Zeeland (Belgia), dan Richard Kirby (Australia).

Atas dasar putusan Dewan Keamanan PBB tersebut, pada tanggal 18 September 1947 Belanda memilih Belgia, sementara RI sendiri memilih Australia, dan keduanya sepakat untuk memilih Amerika Serikat sebagai negara ketiga yang akan bergabung KTN.

Tugas KTN

Mengutip dari dua sumber sebelumnya, KTN bertugas sebagai mediator dalam penyelesaian masalah antara Indonesia dengan Belanda. Anggota KTN sendiri terdiri dari Dr Frank Graham (AS), Paul Van Zeeland (Belgia), dan Richard Kirby (Australia).

Namun, sebelum KTN terbentuk dan sebelum mereka tiba di Indonesia, Belanda terus melakukan langkah-langkah yang merugikan RI dengan memproklamasikan garis perbatasan yang dikenal sebagai garis van Mook sebagai pemisah wilayah Belanda dan Indonesia yang menyulitkan Indonesia.

Akhirnya, berkat adanya KTN ini, tekanan internasional semakin terasa, dan akhirnya KTN mampu mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI pada tanggal 8 Desember 1947 dan memaksa Belanda untuk memulai perundingan dengan Indonesia, yang dikenal sebagai Perjanjian Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948 di atas kapal AS, Renville.
 
Baca Juga: Agresi Militer Belanda II: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, Akhir, dan Dampaknya

Sumber:
https://www.detik.com
https://www.cnnindonesia.com
https://id.wikipedia.org

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment