Penembakan Misterius (Petrus): Sejarah, Latar Belakang, dan Akibatnya

Table of Contents

Penembakan Misterius atau Petrus
Apa itu Penembakan Misterius (Petrus)?

Penembakan misterius (petrus) adalah operasi rahasia pada masa Orde Baru di bawah Soeharto. Penembakan misterius terjadi di sejumlah kota besar di Indonesia pada periode 1982-1985. Rangkaian peristiwa diakui sebagai pelanggaran HAM berat karena lebih dari 1.000 orang yang dicap preman dibunuh tanpa diadili terlebih dulu.

Operasi tersebut bertujuan menanggulangi tingkat kejahatan tinggi dengan melakukan penangkapan dan pembunuhan terhadap individu yang dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, terutama di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelaku Petrus tidak pernah teridentifikasi, sehingga memunculkan istilah "petrus" sebagai singkatan dari "penembak misterius".

Petrus pertama kali dilaksanakan di Yogyakarta dan diakui secara terbuka oleh Komandan Kodim 0734 saat itu, M. Hasbi, sebagai operasi pembersihan "preman". Panglima Kowilhan II Jawa-Madura, Letjen TNI Yogie S. Memet, kemudian mengembangkan operasi ini ke berbagai kota lain secara tertutup.

Latar Belakang Penembakan Misterius (Petrus)

Pada awal 1980-an, telah banyak ditemukan warga Indonesia yang tewas, bahkan kian tahun terus meningkat. Panglima Angkatan Bersenjata Indonesia, Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani, mulanya menyalahkan kasus pembunuhan ini kepada geng. Berawal dari situ, tanpa diberitahukan kepada publik, penembakan misterius dilakukan untuk menekan angka kriminalitas.

Operasi ini rencananya akan dilakukan bulan Maret 1983 oleh Komandan Garnisun Yogyakarta, Letkol M Hasbi. Namun, setelah berita ini tersebar, beberapa penjahat menyerahkan diri, beberapa ditembak, ada yang melarikan diri, dan yang lainnya berhenti melakukan kejahatan. Ternyata, peristiwa Petrus ini membuat angka kejahatan menurun secara signifikan, khususnya tahun 1983.

Kejahatan kekerasan di Yogyakarta menurun dari 57 menjadi 20 dan Semarang menurun dari 78 menjadi 50. Berkat keberhasilan ini, pemerintah terus melanjutkan Petrus. Intejilen polisi memberi Komandan Garnisun daftar orang-orang yang termasuk jadi tersangka kejahatan. Garnisun kemudian membuat daftar baru dan mengeluarkan ultimatum publik kepada semua galis (preman) untuk segera menyerah ke markas garnisun, tanpa perlu menyebutkan nama.

Mereka yang merasa preman, harus menandatangani pernyataan setuju menahan diri dari kegiatan kriminal. Jika tidak, mereka akan menghadapi tindakan tegas dari pihak berwajib. Akan tetapi, karena daftar tersebut penuh dengan misteri, tanpa nama, warga mulai bertanya-tanya apakah mereka termasuk penjahat atau tidak.

Rupanya, hal tersebut juga merupakan taktik pengawasan diri, agar orang-orang sadar akan tindakan mereka dan berhati-hati dalam bertindak. Kendati taktik ini berhasil, Soeharto tetap tidak mengakui bahwa aksi pembunuhan dan fakta mengenai Petrus yang sudah terjadi itu dilakukan oleh militer. Bagi Soeharto, para pelaku kriminal yang melawan, harus ditembak. Namun, setelah terjadi banyak silang pendapat serta mendapat tekanan dari internasional, operasi ini berakhir pada 1985.

Akibat Penembakan Misterius (Petrus)

Pada tahun 1983, tercatat 532 orang tewas, dengan 367 di antaranya akibat luka tembak. Tahun berikutnya, 107 orang tewas, termasuk 15 karena tembakan. Pada 1985, korban tewas mencapai 74 orang, 28 di antaranya karena ditembak.
 
Para korban Petrus sering ditemukan dalam kondisi tangan dan leher terikat, banyak yang dimasukkan ke dalam karung dan ditinggalkan di pinggir jalan, rumah, sungai, laut, hutan, atau kebun. Pola penculikan oleh orang tak dikenal dan penjemputan oleh aparat keamanan menjadi ciri khas operasi ini. 

Dari berbagai sumber yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment