Voyeurisme: Pengertian, Kriteria, Faktor Risiko, dan Pengobatannya

Pengertian Voyeurisme atau Skopofilia
Voyeurisme (Skopofilia)
Pengertian Voyeurisme
Voyeurisme (skopofilia) adalah penyimpangan seksual yang menyebabkan penderitanya mendapatkan kepuasan seksual dengan cara melihat atau mengintip korbannya.

Voyeurisme memiliki ciri utama adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat seseorang yang berlainan jenis atau sejenis tergantung orientasi seksual berbeda yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau melakukan kegiatan seksual.

Bila penderita adalah seorang pria, wanita yang diintip pada dasarnya tak dikenal. Mengintip menjadi cara eksklusif untuk mendapatkan kepuasan seksual. Ia sama sekali tidak menginginkan berhubungan seksual dengan wanita yang diintip.

Penderita hanya berharap memperoleh kepuasan orgasme dengan cara masturbasi selama atau sesudah mengintip. Berbeda dengan seseorang yang normal, penderita voyeurisme sudah terpuaskan tanpa harus melakukan sanggama.

Voyeurisme tidak dapat dilekatkan kepada penggemar film dan pertunjukan porno, karena para pemain film itu dengan sengaja menghendaki dan menyadari bahwa mereka akan ditonton orang lain.

Voyeurisme sejati tidak akan terangsang jika melihat seseorang yang tidak berpakaian di hadapannya. Mereka hanya terangsang dengan melakukan pengintipan.

Dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.

Kriteria Voyeurisme
Menurut buku panduan DSM-5, kriteria diagnostik voyeurisme di antaranya,
1. Telah dilakukan setidaknya selama 6 bulan
Orang tersebut mengalami gairah seksual yang terus-menerus dan intens dengan cara mengamati seseorang dengan sengaja tanpa orang tersebut menyadarinya, khususnya saat orang seseorang tersebut telanjang, membuka pakaian, ataupun berhubungan seksual.

2. Telah bertindak berdasarkan dorongan seksual terhadap orang yang tidak setuju, ataupun dorongan dan fantasi yang menyebabkan gangguan signifikan secara klinis dalam bidang fungsi sosial, pekerjaan, ataupun bidang penting lainnya.
3. Setidaknya telah berusia 18 tahun.

Faktor Risiko Voyeurisme
1. Memiliki berbagai faktor risiko, salah satunya adalah child abuse.
Ternyata, ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya voyeurisme. Menurut sebuah laporan berjudul "A Hidden Aspect of Physical Child Abuse: A Case of Voyeurism" dalam Journal of Forensic Psychology Research and Practice tahun 2019, child abuse dapat menjadi salah satu risiko terjadinya voyeurisme.

Hal tersebut dapat berupa perlakuan buruk pada anak baik fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial, dan sebagainya. Selain itu, hiperseksual dan penyalahgunaan obat-obatan juga dapat menjadi faktor risiko perkembangan voyeurisme.

2. Lebih sering terjadi pada laki-laki
Melansir laman Southwest Alabama Behavioral Health Care Systems, voyeurisme lebih sering terjadi pada laki-laki. Walaupun begitu, bukan berarti perempuan tidak dapat mengalami jenis parafilia ini. Diperkirakan bahwa kemungkinan voyeurisme terjadi pada laki-laki adalah sebanyak 12 persen, sedangkan pada perempuan sekitar 4 persen.

Pengobatan Voyeurisme
Voyeurisme bisa disembuhkan lewat berbagai jenis terapi. Menurut keterangan di laman Thriveworks Counseling, agar terapi berhasil, maka seorang voyeur harus memiliki keinginan kuat untuk mengubah perilakunya terlebih dulu.

Terapi yang selama ini telah terbukti dapat diberikan pada voyeurisme adalah terapi perilaku, terapi kognitif, dan psikoanalisis.

Terapi perilaku dilakukan dengan cara meminta pasien untuk belajar mengontrol dorongan agar berhenti mengintip korban, serta menemukan cara lain yang lebih dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksualnya.

Sementara itu, terapi kognitif dilakukan tanpa menganalisis mengapa dan bagaimana voyeurisme dapat terjadi, tetapi terapi ini tetap akan berusaha mengubah perilaku seorang voyeur. Meskipun tidak dapat mengubah preferensi seksual, terapi ini dapat menekan perilaku yang tidak diinginkan nantinya.

Terakhir adalah psikoanalisis bertujuan untuk menentukan pengalaman bawah sadar traumatis yang memicu voyeurisme pada pasien. Mengetahui pengalaman bawah sadar ini akan membuat pasien dapat menyelesaikan traumanya secara rasional dan emosional.

Bergabung dalam sebuah support group juga mungkin akan disarankan oleh ahli kejiwaan yang menangani pasien. Pasalnya, terhubung dengan orang lain dengan masalah serupa akan membuat mereka tidak merasa dihakimi untuk berbicara hal-hal seputar masalah atau kelainan seksual yang dimilikinya.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Voyeurisme: Pengertian, Kriteria, Faktor Risiko, dan Pengobatannya"