Erik Erikson: Biografi dan Teori Psikologi Perkembangannya

Biografi Erik Erikson
Erik Homberger Erikson
Biografi Erik Erikson
Erik Homberger Erikson adalah seorang psikolog Jerman yang terkenal dengan teori tentang delapan tahap perkembangan pada manusia. Menurut Erikson, pertumbuhan manusia berjalan sesuai prinsip epigenetik yang berjalan mengikuti delapan tahap perkembangan.

Erikson lahir di Frankurt Jerman pada tanggal 15 Juni 1902. Ayahnya adalah penjual asinan mangga yang tidak dikenal namanya dan ibunya, Karla Abrhamsen, adalah wanita Yahudi. Orang tuanya berpisah sebelum Erik lahir.

Ibunya, Karla kemudian menikah dengan Dr. Theodore Homburger, lalu pindah ke Karlsruhe, Jerman Selatan.

Erikson menyelesaikan pendidikan di Gymnasium. Pada usia 25 tahun ia diundang untuk mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina. Erikson menjadi begitu tertarik pada pendidikan anak-anak. Erikson akhirnya memilih kesenian, karena ia memiliki bakat dan minat di bidang itu.

Pada masa hidupnya ini (waktu itu berusia 25 tahun) terjadilah sesuatu yang membuatnya berubah secara drastis. Ia diundang untuk mengajar pada suatu sekolah swasta kecil, di Wina.

Sekolah ini dibangun sebagai tempat mendidik anak anak, sementara mereka dan (atau) orang tua mereka menjalani psikoanalisis. Sekolah itu progresif dan para guru serta murid diberi kebebasan penuh dalam mengembangkan kurikulum.

Erikson menjadi begitu tertarik pada pendidikan anak anak sehingga ia mengikuti dan tamat dari sekolah pendidikan guru yang menerapkan metode Montessori. Metode Montessori menekankan perkembangan inisiatif anak sendiri melalui permainan dan pekerjaan. Pengalaman ini memiliki pengaruh yang tidak pernah hilang dalam diri Erikson.

Pengaruh lain yang lebih dalam ialah perkenalannya yang tak terelakan dengan psikoanalisis ialah ia berkenalan dengan perkumpulan Freud, mengikuti pendidikan beliau dengan konsep psikoanalisis di bawah bimbingan Anna Freud, mempelajari psikoloanalisis di Institut Psikoanalisis di Wina, dan tamat dari sana pada tahun 1933. Bisa dikatakan, ia telah menemukan identitas profesinya.

Reputasi Erikson hampir seluruhnya berasal dari uraiannya tentang perkembangan psikososial sepanjang masa kehidupan, dari masa bayi sampai masa tua, terutama konsep-konsepnya tentang identitas dan krisis identitas.

Pada umumnya para psikolog lebih menyukai tahap Erikson daripada tahap psikoseksual Freud. Mereka berpendapat bahwa Erikson telah memberikan sumbangan untuk perkembangan kepribadian, setara dengan apa yang telah dilakukan Piaget tentang perkembangan intelektual.

Erikson juga dikagumi karena observasinya yang tajam dan inteprestasinya yang peka dan perasaan kasihnya dalam terhadap segala sesuatu yang bersifat manusiawi.

Erikson berkata bahwa orang-orang harus menemukan identitasnya dalam potensi-potensi masyarakatnya, sedangkan perkembangannya harus selaras dengan syarat-syarat yang dicanangkan masyarakat, atau mereka harus menanggung akibat-akibatnya.

Sumbangan penting yang telah diberikan Erikson meliputi dua topik utama yaitu teori psikososial tentang perkembangan dari mana muncul suatu konsepsi yang luas tentang ego dan penelitian psikosejarah yang menerangkan psikososialnya.

Teori Psikologi Perkembangan
Erikson merupakan seorang psikolog Freudian, namun teorinya lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan jika dibandingkan dengan para psikolog Freudian lainnya. Erikson berupaya mengembangkan teori tentang tahap perkembangan manusia yang dirintis oleh Freud.

Berkembangnya manusia dari satu tahap ke tahap berikutnya ditentukan oleh keberhasilannya atau ketidakberhasilannya dalam menempuh tahap sebelumnya. Masing-masing tahapan juga memiliki tugas perkembangan sendiri yang bersifat psikososial.

Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangannya anak melewati delapan tahapan perkembangan (developmental stage), disebut siklus kehidupan (life Cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu.

Teori Erickson ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan perkembangan manusia mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu dengan konteks sosial. Kedelapan tahap tersebut digambarkan pada tabel berikut.
Perkembangan psikososial Erik Erikson
Perkembangan psikososial Erik Erikson
1. Tahap basic trust vs mistrust (infancy—bayi)
Pada tahap basic trust vs mistrust (infancy—bayi), anak baru mulai mengenal dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman.

Lingkungan dan sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman/aman itulah yang dipercaya oleh anak, sebaliknya, yang menjadikan sebaliknya cenderung tidak dipercaya.

Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti makan, minum pakaian, kasih sayang.

Sosok ibu atau pengasuh biasanya sangat dipercaya karena siap mendatangkan kenyamanan. Sedangkan orang yang dianggap asing akan ditolaknya.

2. Tahap autonomi vs shame and doubt (toddler—masa bermain)
Pada tahap autonomi vs shame and doubt (toddler—masa bermain), anak tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain.

Anak mulai mempunyai keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orang tua perlu memberikan kebebasan terkendali, karena apabila anak terlalu dikendalikan/didikte, pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa.

3. Tahap initiative vs guit (preschool—prasekolah)
Pada tahap initiative vs guit (preschool—prasekolah), pada diri anak mulai tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang dewasa sekitarnya.

Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Berbagai aktivitas fisik seperti bermain, berlari, lompat, banyak dilakukan.

Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan, kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak akan timbul rasa kecewa dan bersalah.

4. Tahap industry vs inferiority (schoolage—masa sekolah)
Pada tahap industry vs inferiority (schoolage—masa sekolah), anak cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktivitas yang diharapkan mempunyai hasil dalam waktu dekat.

Keberhasilan dalam aktivitas ini akan menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya, jika gagal, anak akan merasa rendah diri.

Oleh karena itu, anak memerlukan bimbingan dan fasilitas agar tidak gagal dari setiap aktivitasnya.

5. Tahap identity vs role confusion (adolescence—remaja)
Pada tahap identity vs role confusion (adolescence—remaja), anak dihadapkan pada kondisi pencarian identitas diri. Jati diri ini akan berpengaruh besar pada masa depannya.

Pengaruh lingkungan sangat penting. Lingkungan yang baik akan menjadikan anak memiliki jati diri sebagai orang baik, sebaliknya lingkungan yang tidak baik akan membawanya menjadi pribadi yang kurang baik.

Orang tua harus menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang baik, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

6. Tahap intimacy vs isolation (young adulthood—dewasa awal)
Pada tahap intimacy vs isolation (young adulthood—dewasa awal), anak mulai menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan komunikasi dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal tertentu ada yang memang harus bersifat privat.

Ada hal-hal yang hanya dibicarakan dengan orang tertentu, ada orang tertentu tempat mencurahkan isi hati, memerlukan orang yang lebih dekat secara pribadi, termasuk pasangan lawan jenis. Kegagalan pada tahap ini dapat mengakibatkan anak merasa terisolasi di kehidupan masyarakat.

7. Tahap generativy vs stagnation (middle adulthood—dewasa tengah-tengah)
Tahap generativy vs stagnation (middle adulthood—dewasa tengah-tengah) menandai munculnya rasa tanggung jawab atas generasi yang akan datang.

Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran sebagai orang tua, tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-anak yang merupakan generasi penerus. Ada rasa was-was akan generasi penerusnya (keturunannya).

8. Tahap ego integrity vs despair (later adulthood—dewasa akhir)
Tahap ego integrity vs despair (later adulthood—dewasa akhir), adalah tahap akhir dari siklus kehidupan.

Individu akan melakukan introspeksi, mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya. Yang paling diharapkan adalah jika tidak ada penyesalan.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Erik Erikson: Biografi dan Teori Psikologi Perkembangannya"