Abad Pertengahan (Middle Age): Pengertian, Terminologi, Periodisasi, Sejarah, Tokoh, Ciri, dan Peristiwa Pentingnya

Pengertian Abad Pertengahan atau Middle Age
Abad Pertengahan (Middle Age)
Pengertian Abad Pertengahan (Middle Age)
Abad Pertengahan (Middle Age) adalah abad kebangkitan religi di Eropa. Abad Pertengahan dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai abad ke-15 Masehi. Dimulai dari jatuhnya kekaisaran Romawi Barat tahun 476 M dan masih berlanjut manakala Eropa mulai memasuki Abad Pembaharuan dan Abad Penjelajahan.

Abad pertengahan ditandai dengan pengaruh yang cukup besar dari agama Katolik terhadap kekaisaran dan perkembangan kebudayaan pada saat itu. Orang Romawi sibuk dengan masalah keagamaan tanpa memperhatikan masalah duniawi dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan kesenian dimanfaatkan untuk kepentingan religi.

Sains yang telah berkembang sebelumnya pada zaman klasik dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai suatu ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari ketuhanan. Golongan yang dipercaya terhadap ilmu pengetahuan adalah mereka para teolog. Kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama.

Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologiae, abdi agama. Oleh karena itu sejak jatuhnya kekaisaran Romawi Barat hingga kira-kira abad ke-10, di Eropa tidak ada kegiatan dalam bidang ilmu secara berarti. Periode ini dikenal pula dengan sebutan abad kegelapan.

Terminologi dan Periodisasi Abad Pertengahan (Middle Age)
Abad Pertengahan adalah salah satu dari tiga kurun waktu utama dalam skema terlama yang digunakan dalam kajian Sejarah Eropa, yakni Zaman Klasik atau Abad Kuno, Abad Pertengahan, dan Zaman Modern.

Para pujangga Abad Pertengahan membagi sejarah menjadi sejumlah kurun waktu, misalnya “Enam Zaman” atau “Empat Kekaisaran”, dan menganggap zaman hidup mereka sebagai zaman akhir menjelang kiamat.

Apabila mengulas zaman hidup mereka, zaman itu akan mereka sebut sebagai “zaman modern”. Pada era 1330-an, humanis sekaligus penyair Italia, Petrarka, menyebut kurun waktu pra-Kristen sebagai zaman antiqua (kuno) dan kurun waktu Kristen sebagai zaman nova (baru).

Leonardo Bruni adalah sejarawan pertama yang menggunakan periodisasi tripartitus (tiga serangkai) dalam karya tulisnya, Sejarah Orang Firenze (1442). Dia dan para sejarawan sesudahnya berpendapat bahwa Italia telah banyak berubah semenjak masa hidup Petrarka, dan karenanya menambahkan kurun waktu ketiga pada dua kurun waktu yang telah ditetapkan oleh Petrarka.

Istilah “Abad Pertengahan” pertama kali muncul dalam bahasa Latin pada 1469 sebagai media tempestas (masa pertengahan). Mula-mula ada banyak variasi dalam pemakaian istilah ini, antara lain, medium aevum (abad pertengahan) yang pertama kali tercatat pada 1604, dan media saecula (zaman pertengahan) yang pertama kali tercatat pada 1625.

Istilah “Abad Pertengahan” adalah terjemahan dari frasa medium aevum. Periodisasi tripartitus menjadi periodisasi standar setelah sejarawan Jerman abad ke-17, Christoph Keller, membagi sejarah menjadi tiga kurun waktu: Kuno, Pertengahan, dan Modern.

Tarikh yang paling umum digunakan sebagai permulaan Abad Pertengahan adalah tarikh 476 M, yang pertama kali digunakan oleh Leonardo Bruni. Bagi Eropa secara keseluruhan, tarikh 1500 M sering kali dijadikan tarikh penutup Abad Pertengahan, tetapi tidak ada kesepakatan sejagat mengenai tarikh penutup Abad Pertengahan.

Tergantung kepada konteksnya, tarikh peristiwa-peristiwa penting seperti tarikh pelayaran perdana Kristoforus Kolumbus ke Benua Amerika (1492), tarikh penaklukan Konstantinopel oleh orang Turki (1453), atau tarikh Reformasi Protestan (1517), kadang-kadang pula digunakan.

Para sejarawan Inggris sering kali menggunakan tarikh Pertempuran Bosworth (1485) sebagai tarikh penutup Abad Pertengahan. Tarikh-tarikh yang umum digunakan di Spanyol adalah tarikh kemangkatan Raja Fernando II (1516), tarikh kemangkatan Ratu Isabel I (1504), atau tarikh penaklukan Granada (1492).

Para sejarawan dari negara-negara penutur rumpun bahasa Romawi cenderung membagi Abad Pertengahan menjadi dua kurun waktu, yakni kurun waktu “Tinggi” sebagai kurun waktu yang “terdahulu”, dan kurun waktu “Rendah” sebagai kurun waktu yang “terkemudian”.

Para sejarawan penutur bahasa Inggris, mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Jerman, umumnya membagi Abad Pertengahan menjadi tiga kurun waktu, yakni kurun waktu “Awal”, kurun waktu “Puncak”, dan kurun waktu “Akhir”.

Pada abad ke-19, seluruh Abad Pertengahan kerap dijuluki “Abad Kegelapan”, tetapi semenjak Abad Pertengahan dibagi menjadi tiga kurun waktu, pemakaian istilah ini pun dibatasi untuk kurun waktu Awal Abad Pertengahan saja, setidaknya di kalangan sejarawan.

Sejarah Abad Pertengahan (Middle Age) di Eropa
Penurunan jumlah penduduk, kontra urbanisasi, invasi, dan perpindahan suku-suku bangsa, yang berlangsung sejak Akhir Abad Kuno, masih berlanjut pada Awal Abad Pertengahan. Perpindahan-perpindahan penduduk berskala besar pada Zaman Migrasi juga mencakup perpindahan suku-suku bangsa Jermanik yang mendirikan kerajaan-kerajaan baru di bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat.

Pada abad ke-7, Afrika Utara dan Timur Tengah—bekas wilayah Kekaisaran Bizantin—dikuasai oleh Khalifah Bani Umayyah, sebuah kekaisaran Islam, setelah ditaklukkan oleh para pengganti Muhammad. Meskipun pada Awal Abad Pertengahan telah terjadi perubahan-perubahan mendasar dalam tatanan kemasyarakatan dan politik, pengaruh Abad Kuno belum benar-benar hilang.

Awal Abad Pertengahan
Tatanan politik Eropa Barat berubah seiring tamatnya riwayat Kekaisaran Romawi bersatu. Meskipun pergerakan-pergerakan suku-suku bangsa yang terjadi kala itu lazimnya digambarkan sebagai “invasi”, pergerakan-pergerakan ini bukan semata-mata merupakan pergerakan militer melainkan juga gerak perpindahan seluruh warga suku-suku bangsa itu ke dalam wilayah kekaisaran.

Pergerakan-pergerakan semacam ini dileluasakan oleh penolakan para petinggi Romawi di wilayah barat untuk menyokong angkatan bersenjata maupun untuk membayar pajak-pajak yang mampu memberdayakan angkatan bersenjata guna membendung arus migrasi.

Para kaisar abad ke-5 kerap dikendalikan oleh orang-orang kuat dari kalangan militer seperti Stiliko (wafat 408), Esius (wafat 454), Aspar (wafat 471), Ricimer (wafat 472), dan Gundobad (wafat 516), yakni orang-orang peranakan Romawi atau sama sekali tidak berdarah Romawi.

Meskipun wilayah barat tidak lagi diperintah oleh kaisar-kaisar, banyak di antara raja-raja yang memerintah di wilayah itu masih terhitung kerabat mereka. Perkawinan campur antara wangsa-wangsa penguasa yang baru dan kaum bangsawan Romawi sudah lumrah terjadi.

Akibatnya, budaya asli Romawi pun mulai bercampur dengan adat istiadat suku-suku yang menduduki wilayah barat, termasuk penyelenggaraan sidang-sidang rakyat yang semakin memberi ruang bagi warga suku laki-laki yang merdeka untuk urun rembuk dalam perkara-perkara politik, berbeda dari kebiasaan yang dulu berlaku di negeri Romawi.

Barang-barang peninggalan orang Romawi sering kali serupa dengan barang-barang peninggalan suku-suku yang menduduki wilayah barat, dan barang-barang buatan suku-suku itu sering kali dibuat dengan cara meniru bentuk barang-barang buatan Romawi. Sebagian besar budaya tulis dan ilmiah di kerajaan-kerajaan baru itu juga didasarkan kepada tradisi-tradisi intelektual Romawi.

Salah satu perbedaan penting kerajaan-kerajaan baru ini dari Kekaisaran Romawi adalah kian susutnya penerimaan pajak sebagai sumber pendapatan pemerintah. Banyak dari kerajaan-kerajaan baru ini tidak lagi menafkahi angkatan bersenjata mereka dengan menggunakan dana penerimaan pajak, tetapi dengan anugerah lahan atau hak sewa lahan.

Dengan demikian, penerimaan pajak dalam jumlah besar sudah tidak diperlukan lagi, sehingga tatanan perpajakan Romawi akhirnya ditinggalkan. Saat itu, perang menjadi sesuatu yang lumrah, baik perang antarkerajaan maupun perang di dalam suatu kerajaan. Angka perbudakan menurun karena pasokan berkurang, dan masyarakat pun semakin bercorak pedesaan.

Invasi-invasi membawa masuk suku-suku bangsa baru ke Eropa, meskipun beberapa kawasan dibanjiri lebih banyak suku bangsa baru dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain. Sebagai contoh, suku-suku bangsa yang menginvasi Galia lebih banyak menetap di daerah timur laut daripada di daerah barat daya. Orang Slav menetap di kawasan tengah dan kawasan timur Eropa, serta di Jazirah Balkan.

Menetapnya suku-suku bangsa di suatu kawasan menyebabkan pula perubahan bahasa-bahasa di kawasan itu. Bahasa Latin, bahasa Kekaisaran Romawi Barat, lambat laun tergantikan oleh bahasa-bahasa turunan bahasa Latin, tetapi berbeda dari bahasa Latin, yakni bahasa-bahasa yang kini tergolong dalam rumpun bahasa Romawi. Peralihan dari bahasa Latin ke bahasa-bahasa baru ini berjalan selama berabad-abad.

Bahasa Yunani di sisi lain masih tetap menjadi bahasa Kekaisaran Bizantin, tetapi migrasi-migrasi orang Slav ke Eropa Timur membawa serta bahasa-bahasa rumpun Slav yang menambah keanekaragaman bahasa di wilayah kekaisaran itu.

Tatkala kerajaan-kerajaan baru bertumbuh di Eropa Barat, Kekaisaran Romawi Timur justru tetap utuh dan mengalami kebangkitan perekonomian yang bertahan sampai dengan abad ke-7. Wilayah timur Kekaisaran Romawi ini juga didera invasi, tetapi dalam jumlah yang lebih kecil; sebagian besar terjadi di kawasan Balkan.

Perdamaian dengan Kekaisaran Sasani, musuh bebuyutan Roma, bertahan hampir sepanjang abad ke-5. Hubungan negara dan Gereja juga menjadi semakin akrab di Kekaisaran Romawi Timur, sampai-sampai perkara doktrin Gereja pun menjadi urusan politik negara.

Keadaan semacam ini tidak pernah terjadi di Eropa Barat. Salah satu kemajuan yang dicapai di bidang hukum adalah kodifikasi hukum Romawi; upaya kodifikasi yang pertama, yakni penyusunan Kitab Undang-Undang Teodosius (bahasa Latin: Codex Theodosianus), rampung pada 438.

Pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus (memerintah 527–565), upaya kodifikasi lainnya dilakukan, yakni penyusunan Kumpulan Hukum Sipil (bahasa Latin: Corpus Juris Civilis). Kaisar Yustinianus juga menitahkan pembangunan Hagia Sophia di Konstantinopel, serta mengerahkan bala tentara Romawi di bawah pimpinan Belisarius (wafat 565) untuk merebut kembali Afrika Utara dari orang Vandal, dan merebut kembali Italia dari orang Ostrogoth.

Penaklukan Italia tidak kunjung tuntas akibat merebaknya wabah maut pada 542 yang mendorong Kaisar Yustinianus untuk mengerahkan seluruh kekuatan militer bagi kepentingan pertahanan negara ketimbang bagi usaha-usaha penaklukan sampai masa pemerintahannya berakhir.

Ketika Kaisar Yustinianus mangkat, orang-orang Bizantin telah menguasai sebagian besar wilayah Italia, Afrika Utara, dan sejumlah kecil daerah tempat berpijak di kawasan selatan Spanyol. Upaya Kaisar Yustinianus untuk merebut kembali wilayah-wilayah itu dicela oleh para sejarawan sebagai suatu usaha perluasan wilayah yang melebihi kesanggupan dan membuat Kekaisaran Bizantin menjadi rentan terhadap aksi-aksi penaklukan perdana kaum Muslim.

Meskipun demikian, banyak dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para pengganti Yustinianus bukan semata-mata disebabkan oleh pengenaan pajak secara berlebihan guna mendanai perang-perang pada masa pemerintahan Yustinianus, melainkan juga disebabkan oleh sifat sipil yang merupakan sifat asasi kekaisaran itu, sehingga kekaisaran sukar untuk merekrut rakyat menjadi prajurit.

Penyusupan orang Slav di wilayah timur Kekaisaran Romawi secara perlahan-lahan ke kawasan Balkan menambah jumlah masalah yang harus dihadapi para kaisar pengganti Yustinianus. Proses penyusupan ini berlangsung sedikit demi sedikit, tetapi pada penghujung era 540-an, suku-suku Slav sudah menduduki Trakia dan Iliria (bahasa Latin: Illyricum), setelah mengalahkan bala tentara kekaisaran di dekat Adrianopel pada 551.

Pada era 560-an, orang Avar mulai meluaskan wilayah kekuasan dari pangkalan mereka di tepi utara Sungai Donau; pada penghujung abad ke-6, orang Avar sudah merajalela di Eropa Tengah dan mampu secara rutin memaksa kaisar-kaisar wilayah timur untuk mempersembahkan upeti. Orang Avar terus merajalela sampai 796.

Masalah lain yang harus dihadapi kekaisaran muncul sebagai akibat dari campur tangan Kaisar Maurisius (memerintah 582–602) dalam sengketa alih kepemimpinan di Persia. Campur tangan Kaisar Maurisius dalam urusan politik Persia ini memang membuahkan hubungan damai antara kedua kekaisaran, tetapi ketika Kaisar Maurisius digulingkan dari takhta, orang-orang Persia kembali menyerang.

Pada masa pemerintahan Kaisar Heraklius (memerintah 610–641), orang-orang Persia telah menguasai sebagian besar wilayah Kekaisaran Bizantin, termasuk Mesir, Suriah, dan Anatolia, sebelum akhirnya dapat dipukul mundur oleh Kaisar Heraklius. Pada 628, Kekaisaran Bizantin berhasil mengikat perjanjian damai dengan Persia dan menguasai kembali seluruh wilayahnya yang pernah direbut.

Puncak Abad Pertengahan
Puncak Abad Pertengahan bermula sesudah tahun 1000 Masehi, yaitu ditandai dengan populasi Eropa yang meningkat pesat berkat munculnya inovasi-inovasi di bidang teknologi dan pertanian, yang memungkinkan berkembangnya perniagaan. Lonjakan populasi Eropa juga disebabkan oleh perubahan iklim selama periode Suhu Hangat Abad Pertengahan yang memungkinkan peningkatan hasil panen.

Ada dua tatanan kemasyarakatan yang diterapkan pada Puncak Abad Pertengahan, yakni manorialisme dan feodalisme. Manorialisme adalah penertiban rakyat jelata menjadi pemukim di desa-desa, dengan kewajiban membayar sewa lahan dan bekerja bakti bagi kaum ningrat; sementara feodalisme adalah struktur politik yang mewajibkan para kesatria dan kaum ningrat kelas bawah untuk maju berperang membela junjungan mereka sebagai ganti anugerah hak sewa atas lahan dan tanah perdikan (bahasa Inggris: manor).

Perang Salib yang mula-mula diserukan pada 1095 adalah upaya militer umat Kristen Eropa Barat untuk merebut kembali kekuasaan atas Tanah Suci dari umat Islam. Raja-raja menjadi kepala dari negara-negara bangsa yang tersentralisasi. Sistem kepemimpinan semacam ini mengurangi angka kejahatan dan kekerasan, tetapi membuat cita-cita untuk menciptakan suatu Dunia Kristen yang bersatu semakin sukar diwujudkan.

Kehidupan intelektual ditandai oleh skolastisisme, filsafat yang mengutamakan keselarasan antara iman dan akal budi, dan ditandai pula oleh pendirian universitas-universitas. Teologi Thomas Aquinas, lukisan-lukisan Giotto, puisi-puisi Dante dan Chaucer, perjalanan-perjalanan Marco Polo, dan katedral-katedral berlanggam Gothik semisal Katedral Chartres, adalah segelintir dari capaian-capaian menakjubkan pada penghujung kurun waktu Puncak Abad Pertengahan dan permulaan kurun waktu Akhir Abad Pertengahan.

Akhir Abad Pertengahan
Akhir Abad Pertengahan ditandai oleh berbagai musibah dan malapetaka yang meliputi bencana kelaparan, wabah penyakit, dan perang, yang secara signifikan menyusutkan jumlah penduduk Eropa; antara 1347 sampai 1350, wabah Maut Hitam menewaskan sekitar sepertiga dari penduduk Eropa.

Kontroversi, bidah, dan Skisma Barat yang menimpa Gereja Katolik, terjadi bersamaan dengan konflik antarnegara, pertikaian dalam masyarakat, dan pemberontakan-pemberontakan rakyat jelata yang melanda kerajaan-kerajaan di Eropa. Perkembangan budaya dan teknologi mentransformasi masyarakat Eropa, mengakhiri kurun waktu Akhir Abad Pertengahan, dan mengawali kurun waktu Awal Zaman Modern.

Tokoh Abad Pertengahan (Middle Age)
Berikut beberapa tokoh yang cukup terkenal pada Abad Pertengahan di antaranya,
1. Charlemagne (742-814), seorang kaisar Abad Pertengahan yang memerintah sebagian besar Eropa Barat 768-814.
2. William sang Penakluk, raja Inggris yang memerintah pada 1066-1087.
3. Marco Polo (1254-1324), penjelajah dan pedagang asal Venice, Italia yang menjelajah Eropa dan Cina.
4. Richard I (The Lionheart), raja Inggris yang memerintah pada 1157-1199.
5. Joan of Arc, salah satu pasukan Prancis yang melawan Inggris dan meraih kemerdekaan untuk Prancis.
6. Hildegard dari Binge, polymath Jerman (1098-1179) seorang mistikus, ilmuwan, penulis, komposer, dan kepala biara.
7. Eleanor dari Aquitaine (1122-1204), tokoh paling kuat dan berpengaruh di Abad Pertengahan.
8. Saladin atau Salah al-Din Yusuf bin Ayyub, seorang pahlawan muslim paling terkenal dan sultan Muslim Mesir dan Suriah dan pendiri dinasti Ayybid.

Ciri Abad Pertengahan (Middle Age)
Abad Pertengahan merupakan peralihan Eropa dari zaman klasik menuju masa yang baru. Sehingga terdapat beberapa perubahan dan karakteristik unik yang berubah seiring dengan perkembangan zaman pertengahan.

Beberapa ciri-ciri penting yang dimiliki oleh peradaban Eropa pada masa ini di antaranya,
1. Meluasnya praktik kristenisasi di tengah masyarakat
2. Jatuhnya populasi Eropa akibat kelaparan dan wabah
3. Menurunnya kesejahteraan masyarakat akibat instabilitas politik dan ekonomi
4. Tumbuhnya semangat kebangsaan yang memunculkan negara-negara baru
5. Feodalisme muncul menjadi tatanan sosial yang banyak dipergunakan
6. Munculnya banyak konflik misalnya negara, bangsa, atau agama
7. Berkembangnya sistem ekonomi manorial
8. Terhambatnya ilmu pengetahuan akibat feodalisme dan gereja sebelum akhir Abad Pertengahan.

Peristiwa Penting Abad Pertengahan (Middle Age)
Terdapat beberapa peristiwa penting di Abad Pertengahan di antaranya,
1. The Black Death dan Great Famine
Kualitas hidup yang rendah adalah salah satu dari hal yang Bangsa Eropa rasakan pada Abad Pertengahan. Pada abad ke-14, kedua peristiwa ini mengakibatkan populasi Eropa turun hingga setengahnya.

Black Famine (1315-1317) merupakan bencana kelaparan yang melanda sebagian besar Eropa, sementara Black Death (1347-1350) adalah wabah pes menewaskan lebih dari 20 juta jiwa. Populasi binatang-binatang ternak yang mati juga mengakibatkan guncangan terhadap ekonomi. Kedua krisis ini membawa keruntuhan demografi dan instabilitas politik-ekonomi.

2. Perang Salib
Perang Salib adalah rangkaian pertempuran yang berlangsung antara tentara Katolik dan Islam. Berlangsung sejak abad ke-11 sampai abad ke-17 Masehi, gereja Katolik menjadi motor utama yang memaksa penguasa-penguasa beragama Katolik untuk membebaskan Yerusalem dari tangan Islam. Hal ini merupakan peristiwa penting yang menandai betapa kuatnya organisasi gereja pada Abad Pertengahan.

3. Magna Carta
Piagam yang disahkan dikeluarkan di Inggris pada tahun 1215, sebagai langkah awal terbentuknya hukum konstitusional. Magna Carta membatasi kekuasaan raja dan penegak hukum dalam menjalankan kekuasaannya. Di tengah kuatnya feodalisme, Magna Carta adalah salah satu langkah penting dalam mewujudkan supremasi hukum.

4. Perang Seratus Tahun
Perang ini adalah serangkaian konflik antara Wangsa Valois (Perancis) dan Wangsa Plantagenet (Inggris) antara 1337-1453.

Konflik ini dilatarbelakangi oleh sengketa wilayah dan perebutan pengaruh pasca bencana demografi yang melanda pada abad ke-14. Konflik ini dipandang sebagai pertempuran terpenting dalam sejarah Abad Pertengahan. Menjadi penanda peralihan menuju Abad Penjelajahan dan Renaisans.

5. Perjalanan Marco Polo
Marco Polo adalah seorang saudagar Venesia yang menulis catatan perjalanan penting dari Eropa ke Tiongkok melalui jalur sutera pada 1271-1295. Bukunya memberi gambaran informasi mengenai dunia timur yang menjadi misteri bagi bangsa Eropa. Catatan mengenai megahnya dunia timur menginspirasi banyak negara mengirimkan penjelajah dunia, terutama setelah Konstantinopel direbut pada 1453.

6. Penaklukan Konstantinopel
Pasukan Turki Utsmani menyerbu Konstantinopel pada tahun 1453, menaklukkan kota bersejarah bagi Eropa dan Gereja Katolik. Kekalahan ini membuka mata Eropa atas ketertinggalannya dari dunia timur yang semula masih menjadi misteri. Peristiwa ini menjadi titik balik kebangkitan Eropa dalam Abad Penjelajahan dan Renaisans.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Abad Pertengahan (Middle Age): Pengertian, Terminologi, Periodisasi, Sejarah, Tokoh, Ciri, dan Peristiwa Pentingnya"