Teori Belajar Kognitif: Pengertian, Prinsip, Ciri, Tokoh, Contoh, Kelebihan, dan Kekurangannya

Pengertian Teori Belajar Kognitif
Teori Belajar Kognitif
Pengertian Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang lebih menekankan pada suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia secara utuh dalam semua situasi dan kondisi pembelajaran yang sedang dilakukan. Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang muncul sebagai respons terhadap teori belajar behavioristik.

Teori kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekadar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Belajar merupakan sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Artinya, memisah-misah atau membagi-bagi materi pelajaran menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah akan menghilangkan makna utuh dari pembelajaran.

Prinsip Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif memaparkan bahwa belajar dengan memusatkan pada aktivitas berpikir yang rumit (detail) dengan sistem yang ada, bisa mengubah cara pandang siswa tentang kehidupan. Teori belajar kognitif difungsikan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah kecil dan besar dalam belajar, seperti menghafal dan menganalisis.

Dengan begitu teori belajar kognitif memiliki prinsip umum di antaranya,
1. Aktivitas belajar merupakan perubahan pada sistem mental individu (perilaku).
2. Belajar merupakan aktivitas untuk menguasai materi dari catatan.
3. Lebih fokus pada proses daripada hasil.
4. Sudut pandang (persepsi) adalah perangkat yang paling berperan dalam tindakan seseorang.
5. Belajar merupakan aktivitas privat yang meliputi pengumpulan data, menghafal, memahami data dsb.
6. Kegiatan belajar adalah rangkaian berpikir kompleks.
7. Dalam rangkaian belajar sebaiknya tersusun berdasarkan dari urutan yang paling simpel hingga paling rumit (kompleks).
8. Hal paling esensial dalam pembelajaran adalah pada keaktifan guru dan inisiatif siswa dalam belajar mandiri.
9. Guru harus memahami latar belakang siswa yang berbeda-beda karena akan sangat menentukan dalam langkah selanjutnya.

Teori belajar kognitif telah banyak digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan proses pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsipnya. Menurut Hartley dan Davies (dalam Daryanto & Rachmawati, 2015, hlm. 67-68) prinsip-prinsip kognitivisme di antaranya,
1. Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sifatnya sederhana ke materi yang sifatnya lebih rumit.
3. Belajar dengan memahami akan lebih baik dibanding menghafal tanpa pengertian.
4. Perbedaan individu pada setiap peserta didik haus diperhatikan karena sangat mempengaruhi proses belajar.

Ciri Belajar Kognitif
Dari beberapa pemaparan di atas, kita dapat menarik implikasi-implikasi dasar yang dapat menjadi ciri belajar kognitif di antaranya,
1. Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya.
Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.

Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa, dan jika guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah guru dapat dikatakan berada dalam posisi memberikan pengalaman sesuai yang dimaksud.

2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar.
Dalam kelas, Piaget menekankan pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu (discovery) melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. Oleh karena itu guru dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.

3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan.
Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh (Trianto, 2019, hlm. 18).

Tokoh Teori Belajar Kognitif
Beberapa tokoh yang berperan dalam perkembangan teori belajar kognitif di antaranya,
1. Jean Piaget
Jean Piaget bisa dibilang sebagai seseorang yang menemukan psikologi kognitif atau penemu dari teori belajar kognitif. Ia lahir pada tanggal 9 Agustus 1896, di Neuchatel, Swiss. Beliau sangat mengidolakan ayahnya yang merupakan seorang akademisi. Jean Piaget meninggal dunia pada tanggal 16 September 1980.

Jean Piaget beranggapan bahwa suatu perkembangan kognitif adalah sebuah proses yang terjadi secara genetik. Oleh sebab itu, proses genetik diyakini berdasarkan dari kondisi biologis seseorang. Dalam hal ini, kondisi biologis dapat dilihat melalui adanya perkembangan atau pertumbuhan yang terjadi pada sistem saraf.

Misalnya, seseorang yang bertambah usia, maka susunan-susunan sistem sarafnya semakin kompleks, bahkan akan kemampuan yang dimiliki akan semakin bertambah. Jean Piaget mengatakan bahwa kemampuan berpikir dan kekuatan mental dari seorang anak yang berbeda usia, maka perkembangan intelektual secara kualitatif juga berbeda.

Oleh sebab itu, Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif yang terjadi pada seseorang secara kuantitatif ke dalam empat tahap di antaranya,
1. Tahap Sensorimotor (Umur 0-2 Tahun)
Tahap sensorimotor adalah tahap kognitif yang terjadi ketika seseorang berumur 0 sampai 2 tahun. Pada tahapan ini seorang anak akan diperhatikan perkembangannya melalui kegiatan motorik dan suatu persepsi yang masih sangat sederhana.

Biasanya pada tahapan ini, seorang anak akan melihat suatu objek lebih lama, mencari rangsangan pada sinar lampu atau sumber suara, dan mulai menyadari bahwa dirinya merupakan makhluk yang berbeda dari objek-objek yang ada di dekatnya.

2. Tahap Pra-Operasional (Umur 2-7 Tahun)
Tahap pra-operasional adalah tahap kognitif yang terjadi saat seseorang berusia sekitar 2-7 tahun. Pada tahapan kognitif pra-operasional, biasanya dihubungkan dengan adanya penggunaan simbol atau penggunaan bahasa tanda.

Selain itu, pada tahapan ini, konsep intuitif seorang anak mulai mengalami perkembangan atau pertumbuhan. Biasanya pengetahuan yang didapatkan berasal dari suatu hal yang bersifat abstrak.

Ketika seorang anak memasuki tahap pra-operasional biasanya sudah bisa mengenali ciri dari suatu objek, misalnya ada bola yang berwarna hijau, dapat mengumpulkan benda yang sesuai dengan ukurannya, dan sebagainya.

3. Tahap Operasional Konkret (Umur 7-12 Tahun)
Tahap operasional konkret atau tahapan kognitif ketiga menurut Jean Piaget merupakan tahapan kognitif yang muncul ketika seorang anak berusia 7 sampai 12 tahun. Pada tahapan ini, seorang anak atau peserta didik dianggap sudah bisa mempraktikkan aturan-aturan dengan jelas dan logis. Hal seperti ini biasanya ditandai dengan adanya kekekalan dan reversible pada peserta didik.

Tahap operasional konkret bisa dikatakan sebagai suatu tahapan kognitif yang di mana seorang anak sudah bisa mengelompokkan, mengklasifikasikan suatu masalah. Alangkah baiknya, ketika seorang anak sudah memasuki tahapan ini diberikan contoh suatu hal yang jelas dan logis supaya dapat menelaah suatu permasalahan dengan baik.

4. Tahap Operasional Formal (Umur 11-18 Tahun)
Tahap operasional formal atau tahap kognitif yang terakhir Jean Piaget. Tahap operasional formal ini muncul ketika seorang anak atau peserta didik sudah berusia 11-18 tahun. Di tahapan kognitif ini, seorang anak sudah terlihat memiliki kemampuan untuk berpikir secara logis dan abstrak dengan menggunakan sebuah konsep berpikir “kemungkinan”.

Pada tahap ini bisa dikatakan muncul ketika seorang anak sedang memasuki usia pubertas. Pada umumnya, seorang anak yang sudah memasuki tahap kognitif operasional formal sudah bisa merasakan hal-hal, seperti cinta, suatu nilai (baik atau buruk), serta tidak melihat suatu hal dalam bentuk hitam dan putih.

2. David Ausubel
David Paul Ausubel lahir pada tanggal 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York, Amerika Serikat. Ia merupakan seorang psikolog dan berkontribusi terhadap psikologi pendidikan, ilmu kognitif, dan berperan dalam pembelajaran pendidikan sains yang terjadi pada pengembangan dan penelitian tentang Advance Organizer. Beliau meninggal dunia pada tanggal 9 Juli 2008.

David Paul Ausubel atau lebih dikenal dengan nama David Ausubel pernah menempuh pendidikan di University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Bahkan, ia lulus pada tahun 1939 dengan prestasi cumlaude dan memperoleh gelar sarjana psikologi. Ia juga melanjutkan ke sekolah kedokteran di Universitas Middlesex dan lulus pada tahun 1943.

Kecintaannya pada dunia psikologi membuat dirinya sempat menggeluti profesi psikiater pada tahun 1973 dan pada tahun 1976, ia diberikan sebuah penghargaan Thorndike atas “Kontribusi Psikologis Terhadap Dunia Pendidikan”. Penghargaan itu berasal dari American Psychological Association.

Teori belajar kognitif David Ausubel bisa dikatakan dipengaruhi oleh teori kognitif Jean Piaget. David Ausubel selalu mengaitkan konsep atau skema konseptual Jean Piaget terhadap cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, David Ausubel selalu meyakini bahwa penalaran deduktif bisa digunakan untuk mencapai suatu pemahaman konsep, ide atau gagasan, dan prinsip.

Konsep teori kognitif David Ausubel mengutamakan kegiatan pembelajaran yang bermakna. Ia membagi “belajar yang bermakna” ke dalam dua jenis, yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghapal (rote learning).
1.  Belajar Bermakna (Meaningful Learning)
Dalam hal ini, belajar yang bermakna dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar yang di mana informasi baru selalu dikaitkan dengan suatu pemahaman yang sudah dimiliki oleh seseorang yang sedang belajar.

2. Belajar Menghapal (Rote Learning)
Belajar menghafal adalah suatu kegiatan yang di mana peserta didik berusaha untuk menerima dan memahami suatu materi pembelajaran yang telah diberikan oleh gurunya atau dari materi pembelajaran yang dibacanya, seperti buku.

David Ausubel beranggapan bahwa suatu kegiatan pembelajaran baru akan bermakna, jika guru dapat mengombinasikan konsep, prinsip, dan informasi verbal dengan baik. Dengan kata lain, proses belajar yang hanya dilakukan dengan menghafal saja tak akan mampu membuat kegiatan pembelajaran menjadi bermakna.

Oleh sebab itu, supaya proses belajar bisa bermakna, maka seorang guru wajib untuk mampu mempresentasikan hal-hal apa yang perlu dipelajari oleh peserta didik. Sementara itu, peserta didik harus berusaha untuk memahami apa yang diberikan oleh guru.

3. Jerome Bruner
Tokoh berikutnya yang berperan dalam perkembangan teori belajar kognitif adalah Jerome Seymour Bruner atau lebih dikenal dengan nama Jerome Bruner. Ia lahir di New York City, Amerika Serikat pada tanggal 1 Oktober 1915.

Jerome Bruner meninggal dunia pada tahun 2016. Ia lulus dari Universitas Harvard dan mendapatkan gelar Doktor. Setelah itu, Jerome melakukan penelitian terhadap persepsi dan pembelajaran.

Jerome Bruner mengatakan bahwa seorang guru harus bisa untuk memberikan kesempatan pada peserta didiknya agar bisa menjadi seorang yang bisa menyelesaikan suatu masalah, seorang yang cerdas, seorang yang menyukai sejarah, seorang yang pandai dalam bidang matematika, dan sebagainya.

Dalam pandangan Jerome Bruner proses belajar sangat dipengaruhi dengan adanya pengaruh kebudayaan terhadap perilaku peserta didik.

Free discovery learning adalah teori belajar kognitif yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh Jerome Bruner. Ia menyatakan bahwa suatu proses belajar atau pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan kreatif apabila seorang guru dapat memberikan kesempatan pada peserta didik demi menemukan sebuah konsep, aturan, teori, dan pemahaman yang berkaitan dengan kehidupan.

Selain itu, Jerome Bruner juga membagi perkembangan kognitif menjadi 3 tahap atau model, yaitu:
1. Tahap Enaktif
Tahap enaktif adalah tahap kognitif yang di mana seseorang sudah bisa melakukan berbagai macam aktivitas agar bisa memahami suatu lingkungan yang ada di dekatnya. Misalnya, peserta didik mampu untuk menendang bola, tetapi tidak mampu untuk menggumpalkan atau menggambarkan kegiatan itu lewat kata-kata.

2. Tahap Ikonik
Tahap ikonik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah mengerti berbagai jenis objek atau “dunianya” dengan melihat gambar-gambar atau visualisasi verbal. Dengan kata lain, pada tahap kognitif ini seseorang akan memahami suatu hal melalui suatu perumpamaan atau perbandingan.

Misalnya, peserta didik sudah memiliki gambaran tentang mobil yang sedang berjalan, tetapi mereka belum bisa mengungkapkan dalam sebuah susunan kalimat.

3. Tahap Simbolik
Tahap simbolik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah memiliki kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang sifatnya abstrak dan biasanya akan dipengaruhi dengan kemampuan yang dimilikinya, seperti kemampuan bahasa dan kemampuan logika.

Contoh Kegiatan Pembelajaran Kognitif
Supaya seorang guru lebih mudah untuk menerapkan teori belajar kognitif dalam kegiatan pembelajaran, maka di bawah ini akan diberikan contoh kegiatan pembelajaran dengan metode kognitif.
1. Bagi seorang guru, sebaiknya meminta kepada peserta didik untuk menggambarkan pengalaman yang telah mereka lewati, kemudian dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Misalnya, menceritakan pengalaman ketika liburan sekolah.
2. Memberikan bantuan kepada peserta didik ketika sedang menghadapi suatu masalah, dengan cara memberikan solusi-solusi dan menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis.
3. Membantu peserta didik untuk memaksimalkan ide-ide atau gagasan-gagasannya agar dapat terwujud.
4. Mengajak para peserta didik untuk membiasakan diri melakukan diskusi. Seorang guru dapat melakukan hal ini dengan cara memberikan kepada peserta didik untuk menyampaikan materi pembelajaran, kemudian peserta didik lainnya memberikan pertanyaan.
5. Seorang guru dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik dengan cara membuat permainan atau menyampaikan materi pembelajaran menggunakan visualisasi gambar.
6. Selalu memotivasi peserta didik dan tidak terlalu memfokuskan kegiatan belajar pada hafalan saja. Hal ini perlu dilakukan agar menciptakan kegiatan belajar yang bermakna.

Kelebihan Teori Belajar Kognitif
1. Aktivitas dalam belajar akan lebih mandiri dan inovatif
Pada saat teori kognitif diaplikasikan, siswa akan secara tidak sadar diharuskan untuk lebih aktif dan kreatif karena siswa tidak hanya pasif duduk diam memperhatikan guru, namun mereka akan menerima pengetahuan sembari memikirkan sebuah gagasan untuk mengimplementasikan pengetahuan tersebut.

Secara tidak langsung mereka juga akan berpikir secara independen ketika mereka memperoleh tugas untuk diselesaikan.

2. Teori kognitif bisa membuat siswa menguasai bahan belajar dengan mudah
Ini karena sistem yang ada pada teori kognitif mengajarkan siswa untuk aktif dalam pelaksanaan belajar. Mereka bisa terpacu karena sudah diajari cara belajar, cara menghafal, memahami dan menyimpan pengetahuan.

Kelemahan Teori Belajar Kognitif
1. Teori ini tidak bisa diaplikasikan di semua jenjang pendidikan.
2. Akan membutuhkan tenaga ekstra bila dilaksanakan pada tingkat atas.
3. Teori tentang intelegensi masih belum rampung dibahas oleh para ahli.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Teori Belajar Kognitif: Pengertian, Prinsip, Ciri, Tokoh, Contoh, Kelebihan, dan Kekurangannya"