Albert Bandura: Biografi, Teori Kognitif Sosial, dan Teori Agresinya

Biografi Albert Bandura
Albert Bandura
Biografi Albert Bandura
Albert Bandura adalah seorang psikolog dan profesor emeritus ilmu psikologi sosial di Stanford University. Selama hampir enam dekade, ia telah memberikan kontribusi tak terhingga terhadap berbagai bidang kajian psikologi.

Bandura dikenal sebagai pencetus teori kognisi sosial. Hal yang paling dikenal dari Bandura adalah eksperimennya menggunakan boneka Bobo untuk mempelajari sikap agresi dan nonagresi pada anak.

Sebuah survei pada tahun 2002 menempatkan Bandura sebagai psikolog keempat—setelah B.F. Skinner, Sigmund Freud, dan Jean Piaget—yang karya-karyanya paling sering dikutip sepanjang masa. Bandura juga dijuluki psikolog terbesar dan paling berpengaruh sepanjang masa yang sampai saat ini masih hidup.

Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mundare, Alberta, Kanada. Ia merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Ia hidup di sebuah kawasan terpencil. Hal tersebut mendorong Bandura yang merupakan keturunan Ukraina dan Polandia hidup mandiri dan terus memotivasi dirinya untuk belajar.

Orang tua Bandura mendorongnya untuk mencari kerja di dusun kecil. Setelah lulus sekolah menengah, Bandura bekerja di Yukon. Di sana, ia sempat mengikuti pola hidup remaja yang gemar mengonsumsi alkohol dan berjudi.

Namun demikian, di sana pula minatnya tentang psikopatologi tumbuh dan pandangan hidupnya menjadi lebih terbuka.

Bandura pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1949. Enam tahun kemudian, ia mengganti kewarganegaraan dari Kanada menjadi Amerika Serikat. Sebelumnya, ia menikah dengan Virginia Varns pada tahun 1952.

Pernikahan mereka tidak dikaruniai anak. Akan tetapi, mereka memiliki dua anak angkat perempuan, yaitu Carol dan Mary. Bandura mengambil kuliah di University of British Columbia dan lulus pada tahun 1949 dengan gelar B.A. Ia memenangkan Bolocan Award di bidang psikologi.

Selanjutnya, ia melanjutkan studi psikologi teoretis di University of Iowa. Di sana, ia memperoleh gelar M.A. pada tahun 1951 dan Ph.D. setahun kemudian. Setelah lulus, ia sempat magang sebentar di klinik Wichita Kansas Guidance Center. Pada tahun 1953 hingga sekarang, ia menjadi dosen di Stanford University.

Pada tahun 1974, Bandura terpilih sebagai presiden American Psychological Association (APA) yang merupakan organisasi psikologi terbesar di dunia. Ia telah menerima lebih dari enam belas gelar kehormatan dan banyak penghargaan, baik dari berbagai perguruan tinggi maupun lembaga psikologi di Amerika Serikat dan Eropa.

Teori Kognitif Sosial Albert Bandura
Teori kognitif sosial (social learning theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura merupakan nama baru dari teori belajar sosial. Perubahan nama ini dilakukan sekitar akhir dekade 1970-an dan awal 1980-an.

Teori kognitif sosial Bandura merupakan pengembangan dari gagasan Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Bandura berusaha mengelaborasi kembali proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses tersebut.

Konsep utama dari teori kognitif sosial adalah proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang model di dalam lingkungan internal individu (misalnya teman, orang tua, kakak) atau di lingkungan publik—seperti artis, olahragawan, ilmuwan, spiritualis, dan sebagainya—maka proses belajar individu akan terjadi dengan cara memerhatikan model tersebut.

Terkadang, perilaku seseorang bisa muncul hanya disebabkan oleh proses modeling (meniru model).
1. Modeling
Modeling atau peniruan merupakan reproduksi perilaku seseorang secara langsung dan mekanis. Sebagai contoh, seorang ibu mengajarkan kepada anaknya cara mengikat sepatu dengan memeragakan berulang kali sehingga si anak bisa melakukannya sendiri. Maka, proses tersebut disebut sebagai modeling.

Sebagai tambahan, pada proses peniruan interpersonal, proses modeling juga dapat terlihat pada narasumber yang ditampilkan oleh media. Misalnya, seseorang bisa meniru cara memasak kue dalam sebuah acara kuliner di televisi.

Namun demikian, tidak semua narasumber dapat memengaruhi khalayak. Dalam kasus ini, teori kognitif sosial kembali pada konsep dasar tentang rewards and punishment (imbalan dan hukuman) dalam konteks belajar sosial.

2. Penguatan
Teori kognitif sosial juga mendasarkan proses belajar pada konsep penguatan. Dalam hal ini, proses penguatan bekerja melalui dua efek. Pertama, inhibitory effects. Efek ini terjadi ketika seseorang melihat model yang diberi hukuman karena melakukan perilaku tertentu.

Misalnya, penangkapan dan vonis hukuman terhadap seorang artis terkenal karena terlibat dalam pembuatan film porno. Dengan mengamati pengalaman model tersebut, kemungkinan seseorang akan mengikuti perbuatan sang artis terkenal itu akan semakin berkurang.

Kedua, disinhibitory effects. Efek ini terjadi ketika seseorang melihat model diberi penghargaan atau imbalan atas suatu perilaku. Misalnya, dalam kontes adu bakat di televisi ditampilkan sekelompok pengamen jalanan yang berhasil memenangkan hadiah ratusan juta rupiah.

Kelompok itu juga ditawari menjadi bintang iklan dan bermain dalam sinetron berkat kesuksesan dalam kontes tersebut. Berdasarkan teori kognitif sosial, masyarakat cenderung akan mencoba mengikuti jejak para pengamen jalanan berprestasi tersebut.

Efek-efek yang dikemukakan tidak bergantung pada imbalan dan hukuman. Efek dipengaruhi oleh penguatan atas sesuatu yang dialami orang lain, tetapi dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri (vicarious reinforcement).

Menurut Bandura, vicarious reinforcement terjadi karena adanya konsep pengharapan hasil (outcome expectations) dan harapan akan hasil (outcome expectancies).

Outcome expectations menunjukkan bahwa ketika seseorang melihat model diberi penghargaan dan hukuman, ia akan berharap mendapatkan hasil yang sama jika melakukan perilaku identik dengan model. Ia akan mengembangkan pengharapannya tentang suatu situasi untuk mendapatkan suatu hasil dari perilakunya sebelum benar-benar mengalami sendiri situasi tersebut.

Selanjutnya, seseorang mengikat nilai dari pengharapan tersebut dalam bentuk outcome expectancies. Harapan-harapan ini mempertimbangkan sejauh mana penguatan tertentu yang diamati itu dipandang sebagai sebuah imbalan atau hukuman.

Misalnya, seseorang memang menanggap bahwa perilaku artis yang merekam video porno memang pantas untuk dihukum. Akan tetapi, teori kognitif sosial juga mempertimbangkan kemungkinan perilaku serupa yang dilakukan orang lain dalam video porno justru mendapatkan imbalan, misalnya berupa simpati atau tidak diajukan ke pengadilan karena dianggap sebagai korban.

Padahal, saat melakukan adegan porno tersebut, ia dan si artis sama-sama melakukannya secara sadar. Hal ini tentu saja akan memengaruhi sejauh mana proses belajar sosial akan terjadi.

3. Identifikasi diri
Konsep utama lainnya adalah identifikasi diri (self identification) terhadap model. Teori kognitif sosial menyebutkan jika seseorang merasakan hubungan psikologis yang kuat dengan sang model, proses belajar sosial akan terjadi secara lebih kuat.

Identifikasi muncul pada diri seseorang mulai dari ingin meniru hingga berusaha menjadi seperti sang model dengan beberapa kualitas yang lebih baik. Sebagai contoh, seorang anak mengidolakan seorang atlet sepak bola. Ia mungkin akan meniru dengan cara menggunakan kostum sang atlet atau mengonsumsi makanan yang biasa dikonsumsinya.

4. Self-efficacy
Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan individu sebagai pengamat untuk menampilkan sebuah perilaku khusus sekaligus kepercayaan yang dimilikinya. Kepercayaan ini disebut self-efficacy (efikasi diri). Dalam hal ini, efikasi diri dipandang sebagai sebuah prasyarat kritis dari perubahan perilaku.

Contoh efikasi diri adalah tayangan cara pembuatan kue bika di televisi. Teori kognitif sosial menyebutkan bahwa tidak semua orang akan belajar membuat kue bika. Ada sebagian orang yang terbiasa membeli kue bika siap saji dan memiliki keyakinan bahwa membuat kue tersebut sendiri merupakan hal yang sia-sia dan dapat dibeli dengan harga yang tidak mahal.

Dalam hal ini, orang tersebut dianggap mempunyai tingkat efikasi diri yang rendah. Akibatnya, ia enggan belajar memasak kue bika dari tayangan televisi.

Teori Agresi Albert Bandura
Pada tahun 1961, Bandura melakukan penelitian kontroversial yang dikenal sebagai eksperimen boneka Bobo. Eksperimen itu dirancang untuk menunjukkan bahwa individu cenderung mempelajari model sedemikian rupa sehingga membentuk perilakunya sesuai dengan sang model.

Hasil yang diperoleh Bandura dari eksperimen ini mengubah arah psikologi modern. Selain itu, Bandura juga secara luas mampu mengalihkan fokus dari behaviorisme murni ke psikologi kognitif dalam ranah psikologi akademik.

Eksperimen boneka Bobo menekankan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh tindakan orang dewasa. Bilamana orang dewasa dipuji anak karena perilaku agresifnya, maka anak tersebut lebih mungkin untuk terus memukul boneka.

Sebaliknya, apabila orang dewasa dihukum maka hal itu berakibat si anak berhenti memukul boneka. Ini adalah salah satu eksperimen psikologis yang paling dipuji, tetapi juga menuai kritikan karena alasan etika, yakni pemberian pelatihan agresi terhadap anak-anak.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Albert Bandura: Biografi, Teori Kognitif Sosial, dan Teori Agresinya"