Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial): Pengertian, Sejarah Perkembangan, Asumsi dasar, dan Penerapannya dalam Bidang Pendidikan

Table of Contents
Pengertian Social Learning Theory atau Teori Belajar Sosial
Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Pengertian Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Social learning theory (teori belajar sosial) adalah teori pembelajaran yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Bandura berasumsi bahwa proses pembelajaran tercipta ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Informasi didapatkan dengan cara memperhatikan kejadian-kejadian di lingkungan sekitar.

Social learning theory ini juga sering disebut sebagai sociobehavioristic Approach karena merupakan sudut pandang sosial dari teori behaviorisme. Selanjutnya teori ini disebut sebagai Social Cognitive Theory pula karena menyangkut kecerdasan atau proses mental kognitif seseorang dalam sudut pandang sosial.

Prinsip dasar pembelajaran menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam pembelajaran sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini seseorang belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang merespons sebuah stimulus tertentu.

Seseorang juga dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain. Social learning theory pada intinya berasumsi belajar dilakukan secara internal oleh individu dengan cara melakukan observasi terhadap perilaku kelompok sosial, tidak hanya berdasarkan respons akan stimulus eksternal saja.

Bandura menganggap belajar observasi sebagai proses kognitif yang melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia, seperti bahasa, moralitas, pemikiran dan regulasi diri perilaku (Hergenhahn dan Olson, 2015).

Albert Bandura menerima prinsip behaviorisme bahwa perilaku dapat berubah karena reinforcement.  Akan tetapi ia juga berpendapat bahwa perilaku dapat berubah tanpa adanya reinforcement secara langsung, yaitu melalui vicarious reinforcement atau penguatan dari pihak lain, yaitu melalui observasi terhadap orang lain dan konsekuensi dari perilakunya (Saleh, 2018, hlm. 106).

Observasi terhadap orang lain di lingkungan sosial inilah yang kemudian menjadi inti dari teori belajar sosial.

Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) Menurut Para Ahli
1. Nurjan (2016, hlm. 69)
Social Learning Theory dikembangkan oleh Albert Bandura yang oleh banyak ahli dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat, karena Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang ditimbulkan sebagai hasil interaksi lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.

Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk mengenai pembelajaran sosial dan moral pula. Menurut teori ini, belajar terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).

2. Mulyadi dkk (2016, hlm. 37)
Pada mulanya, teori belajar sosial disebut sebagai observational learning, yaitu belajar dengan jalan mengamati perilaku orang lain.

Selanjutnya, observasional learning dianggap merupakan bagian dari teori belajar sosial atau social learning theory yang menjelaskan bahwa seseorang mempelajari perilaku sosial dengan melakukan pengamatan dan imitasi terhadap orang lain di lingkungan sosial mereka yang telah  mendapatkan ganjaran (reward) dan hukuman (punishment) dari perilaku yang telah mereka lakukan.

3. Saleh (2018, hlm. 106)
Social learning theory adalah teori yang menganggap perilaku tidak hanya otomatis dipicu oleh stimulus luar seperti pada teori behaviorisme saja, akan tetapi dapat dilakukan dari dalam individu sendiri (self-activated) dengan cara melakukan observasi terhadap model dan contoh yang telah mendapatkan stimulus dan memberikan respons lengkap dengan konsekuensinya di lingkungan sosial.

Sejarah Perkembangan Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Di tahun 1941, dua orang psikolog - Neil Miller dan John Dollard - dalam laporan hasil percobaannya mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur insting atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain.

Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena insting. Proses belajar tersebut oleh Miller dan Dollard dinamakan ”social learning” - ”pembelajaran sosial”.

Perilaku peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka ”para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.”, demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan Dollard.

Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa permen. Dalam percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat membedakan orang-orang yang akan ditirunya.

Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang sama.

Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orang-orang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari banyak perilaku ”baru” melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat.

Kita contoh perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu tadi, di masa lampau.

Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima.

Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut ”observational learning” - pembelajaran melalui pengamatan.

Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya melalui film atau bahkan film karton. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial seyogianya diperbaiki lebih jauh lagi.

Dia mengatakan bahwa teori pembelajaran sosial yang benar-benar melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu dipikirkan ulang. Menurut versi Bandura, maka teori pembelajaran sosial membahas tentang:
1. Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning,
2. Cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi,
3. Bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain.

Asumsi Dasar Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Teori pembelajaran sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura menjelaskan bahwa khalayak meniru apa yang mereka lihat pada media, melalui suatu proses yang disebut observational learning (pembelajaran hasil pengamatan).

Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura ini menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan (Rakhmat, 2007).

Teori pembelajaran sosial menyadari bahwa banyak sekali pembelajaran manusia yang terjadi karena menyaksikan orang lain yang menunjukkan beragam perilaku yang berbeda-beda. Teori Bandura ini berdasarkan tiga asumsi (Syah, 2003) di antaranya,
1. Bahwa pembelajaran oleh individu dilakukan dengan meniru hal apa saja yang ada pada lingkungannya, terutama berkaitan dengan perilaku orang lain.
2. Adanya hubungan yang erat antara proses pembelajaran dan lingkungannya. Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan juga faktor-faktor pribadi.
3. Bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam lingkungan sehari-hari.

Perilaku seseorang yang ditiru dapat disebut sebagai perilaku model. Sebuah perilaku yang ditiru akan menjadi perilaku dirinya apabila perilaku tersebut mendapat penguatan. Teori ini menunjukkan bahwa tindakan belajar oleh seseorang dapat melalui media yang dapat mengarahkan pada suatu tindakan lain sebagai hasil belajar yakni perilaku imitasi.

Perilaku imitasi lahir karena adanya seseorang yang dijadikan sebagai model untuk ditiru. Menurut Bandura harus ada empat syarat untuk dapat menirukan model dengan baik yaitu (Rakhmat, 2007) di antaranya,
1. Perhatian (attention), yang artinya proses belajar untuk mengimitasi diawali dengan munculnya suatu peristiwa yang berupa tindakan atau pola pikir dan juga dapat diamati secara langsung ataupun tidak langsung oleh seseorang. Suatu hal diperhatikan karena hal tersebut tampak menonjol, terjadi berulang-ulang dan menimbulkan perasaan positif saat mengamatinya.
2. Pengendapan (retention), dilakukan setelah mengamati perilaku yang akan ditiru dan menyimpan setiap informasi yang di dapat dalam ingatan, kemudian mengeluarkan ingatan tersebut saat diperlukan.
3. Penguatan (motivation), penguatan ini sangat penting, karena dapat menentukan seberapa mampu kita nantinya melakukan peniruan tersebut, namun penguatannya dari segi motivasi yang dapat memacu keinginan individu tersebut untuk memenuhi tahapan belajarnya.
4. Reproduksi motorik (reproduction), dalam tahapan ini, individu dianggap berhasil apabila mampu menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang diamatinya. Proses ini merupakan waktu di mana pengamat melakukan imitasi terhadap apa yang diamati.

Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) dalam Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, asumsi dasar yang menjadi landasan penyelenggaraan pembelajaran yang diambil dari sudut pandang teori Albert Bandura di antaranya,
1. Pembelajaran pada hakikatnya berlangsung  melalui proses  peniruan (imitation) atau  pemodelan  (modeling).
2. Dalam imitation atau modeling individu dipahami sebagai pihak yang memainkan peran aktif dalam menentukan perilaku mana  yang hendak  ia tiru dan  juga  frekuensi serta intensitas peniruan yang hendak ia jalankan.
3. Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran perilaku tertentu yang dilakukan tanpa harus melalui pengalaman langsung.
4. Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak langsung pada perilaku tertentu yang sama efektifnya dengan penguatan langsung untuk memfasilitasi dan menghasilkan peniruan. Individu dalam penguatan tidak langsung perlu menyumbangkan komponen kognitif tertentu (seperti kemampuan mengingat dan mengulang) pada pelaksanaan proses peniruan.
5. Mediasi internal  sangat penting  dalam  pembelajaran, karena saat terjadi adanya masukan indriawi  yang menjadi dasar pembelajaran dan perilaku dihasilkan, terdapat operasi internal yang mempengaruhi hasil akhirnya (Salkind, 2004, hlm. 211-213).

Pembelajaran Modeling
Salah satu implementasi konkret dari teori Albert Bandura dalam dunia pendidikan adalah Pembelajaran Modeling. Manusia belajar melakukan antisipasi terhadap penguat yang akan muncul  dalam  situasi tertentu, dan perilaku antisipasi awal ini menjadi langkah awal dalam  banyak  tahapan  perkembangan.

Individu tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan, akan tetapi mereka dapat mengantisipasi konsekuensi-konsekuensi apa yang akan muncul dari perilaku tertentu berdasarkan apa yang mereka pelajari dari pengalaman baik dan buruk yang telah dialami orang lain. Selain itu, yang lebih penting lagi adalah mereka tidak harus menjalani sendiri pengalaman tersebut.

Dengan demikian, inti dari pembelajaran modeling di antaranya,
1. Mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk kemudianmelakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan lain;
2. Modeling melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru, akan tapi  menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain dengan representasi informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk  digunakan di masa depan;
3. Karakteristik modeling sangat penting, manusia lebih menyukai model yang statusnya lebih tinggi daripada sebaliknya, pribadi yang berkompeten daripada yang tidak kompeten dan pribadi yang kuat daripada yang lemah. Artinya, konsekuensi dari perilaku yang dimodelkan dapat memberikan efek bagi pengamatnya.
4. Manusia bertindak berdasarkan kesadaran tertentu mengenai apa yang bisa ditiru dan apa yang tidak bisa. Tentunya manusia mengantisipasi hasil tertentu dari modeling yang secara potensial bermanfaat (Salkind, 2004, hlm. 217).

Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial) sebagai Perspektif Psikologi Sosial

Sebagai pisau analisis psikologi sosial, perspektif belajar sosial ini memiliki kemiripan dengan perspektif sosiokultural, di mana keduanya melihat bahwa perilaku sosial individu dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.

Perbedaannya adalah pada perspektif belajar sosial lebih menekankan faktor pengalaman masa lalu yang dialami individu dan faktor keunikan dalam diri individu.

Sementara perspektif sosiokultural melihat bahwa perilaku sosial disebabkan oleh lingkungan sosial yang lebih luas, seperti munculnya model pakaian, tatanan rambut, dan sebagainya (Suryanto dkk 2012 dalam Maryam, 2018, hlm. 22).

Dalam psikologi sosial, perspektif ini telah digunakan untuk menjelaskan berbagai gejala perilaku sosial, seperti agresi, altruisme (prososial), daya tarik interpersonal, prasangka, dan pembentukan sikap. Perspektif ini banyak diminati oleh para ahli psikologi sosial karena menekankan pada tingkah laku yang bisa diselidiki secara alamiah (objektif).

Namun beberapa ahli merasa keberatan karena teori ini meminimalkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku sosial, seperti proses berpikir (faktor kognisi) dan emosi.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment