Pengertian Istishlah dalam Penentuan Sumber Hukum dalam Islam

Table of Contents

Pengertian Istishlah
Pengertian Istishlah

Istishlah adalah metode penetapan hukum yang didasarkan pada kemaslahatan (mashlahah). Istishlah merupakan upaya penetapan hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits, maupun ijma'. Namun, kemaslahatan ini didukung oleh dasar syari'at yang bersifat umum dan pasti, sesuai dengan kehendak syara'. 

Baca Juga: Maslahah Mursalah: Pengertian, Syarat, Bentuk, dan Contohnya

Sebagian ulama Ushul menamakannya dengan istishlah (Hanabilah) dan sebagian lagi menyebutnya “berbuat atas dasar mashlahat mursalah (Malikiyah)”.

Syarat Mashlahat yang Dapat Dipegang

1. Benar-benar mashlahat
2. Bukan merupakan perkiraan
3. Merupakan mashlahat ‘am bukan mashlahat perorangan atau kelompok orang
4. Untuk  kepentingan orang banyak
5. Sesuai dengan tujuan syara’
6. Bukan merupakan mashlahat mulgah

Ruang Lingkup Penerapan Mashlahat Mursalah

Ruang lingkup penerapan mashlahat mursalah di kalangan kelompok pemegangnya, terbatas pada bidang mu’amalah saja, karena kemashlahatan dalam bidang inilah yang mungkin ditemukan dan diketahui. Dia tidak menjangkau bidang ibadah, karena bidang ini merupakan tata norma hubungan manusia dengan Tuhannya dan sarana tertentu untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Oleh karena itu ia dibatasi menurut ketentuan yang dibawa nash dan tidak dengan dalil adanya mashlahat. Karena membuka penetapan hukum dengan mashlahat dalam masalah ibadah akan membawa perubahan pada syiar agama yang mana mencakup seluruh manusia sepanjang zaman.

Mashlahat dan Nash

Mashlahat mursalah baru akan digunakan  setelah tidak terdapat nash dan ijma’. Maka jika didapati nash qath’I atau ijma’ tidaklah boleh berpegang pada mashlahat mursalah , karena jelas mashlahat itu merupakan perkiraan yang timbul dari pemikiran sesaat.

Baca Juga: Ijma: Pengertian, Dalil, Unsur, Syarat, Rukun, Macam, Contoh, dan Perbedaannya dengan Qiyas

Jika didapati suatu nash yang zhanni dalalahnya, maka mashlahat yang qath’iyah lebih kuat dari pada nash tersebut dan karenanya wajib dipegang mashlahat qath’y sebagai pengunggulan dalil qath’y terhadap dalil zhanni, sedang mashlahat qath’y itu dalam hubungannya dengan syari’ yang bersungguh-sungguh untuk menarik mashlahat dan menolak mafsadah, adalah setengah dari nash atau lebih kuat dalalahnya dari dalil yang bertentangan dengan mashlahat.

Maslahat mempunyai tujuan yaitu memelihara maqsud (tujuan ), dan tujuan itu berasal dari al-quran, sunah dan ijma’ diantara maslahat-maslahat yang asing (al mashalih-al-ghoribat), yang tidak sesuai dengan tindakan syara’ (tasharrufat al-syar) adalah batal dan tak terpakai.

Kemudian setiap maslahat yang bertujuan memelihara tujuan syara’, dan diketahui tujuan tersebut dari al-quran, sunah, dan ijma’  maka ia tidak keluar dari dalil-dalil pokok ini , namun ia tidak dinamakan qiyas , melainkan maslhat mursalah, sebab qiyas itu merupakan dalil pokok yang telah jelas. 

Baca Juga: Qiyas: Pengertian, Dasar Keabsahan, Rukun, Jenis, dan Contohnya

Perbedaan Mashlahat Mursalah dan Istihsan

1. Istihsan ialah peristiwa yang mempunyai dua dalil:
a. Dalil yang umum dan zhahir yang menuntut ketentuan hukum tertentu.
b. Dalil yang khusus atau khafy yang menuntut ketentuan hukum lain.

2. Mashlahat mursalah adalah hanya terdapat satu dalil, yaitu mashlahat tentang peristiwa tersebut, dalil mana merupakan penetapan hukum sejak semula tanpa dalil lain yang menentangnya.

Contoh Hukum yang Didasarkan Mashlahat Mursalah

1. Mewajibkan pajak kepada rakyat, apabila kas negara tidak cukup untuk biaya pengurusan kepentingan umum.
2. Memukul tersangka yang kebiasaannya mencuri, untuk menekannya supaya mengakui dan mengemukakan barang yang dicurinya.
3. Diterimanya kesaksian anak kecil terhadap sesamanya dalam sebagian peristiwa yang tidak dihadiri/diketahui oleh selain anak kecil.
4. Akad nikah yang tidak ditetapkan dengan surat resmi, apabila terjadi sengketa maka tuntutan tentang terjadinya ditolak jika pihak lain mengingkarinya.
5. Wajib menanami sebagian tanah pekarangannya dengan tanaman pertanian dimasa perang, untuk mencukupi kebutuhan pangan rakyat.
6. Dilarang menyembelih hewan betina kecil, untuk memelihara populasi hewan.
7. Menetapkan aturan khusus tentang lalu lintas jalan umum.

Dari berbagai sumber yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment