Sejarah Gelombang Merah Jambu (Pink tide) di Negara-Negara Amerika Latin
Apa itu Gelombang Merah Jambu (Pink tide)?
Pink tide atau Gelombang merah jambu adalah istilah yang digunakan dalam analisis politik pada awal abad ke-21 yang mendeskripsikan persepsi bahwa negara-negara demokrasi di Amerika Latin telah berpaling ke pemerintahan sayap kiri dan menjauhi sistem ekonomi neoliberal.
Baca Juga: Pengertian Neoliberalisme, Sejarah, Poin Ekonomi, Tujuan, Dampak, dan Agenda Utamanya
Negara-negara Amerika Latin yang dipandang menjadi bagian dari tren ideologi tersebut dijuluki "negara Gelombang Merah Jambu". Istilah pasca-neoliberalisme juga telah digunakan sebagai istilah yang merujuk kepada Gelombang Merah Jambu.
Beberapa contoh negara yang dilanda gelombang ini adalah Argentina, Brasil, dan Venezuela.
Penamaan Istilah
Istilah ini pertama muncul dalam The New York Times tahun 2005 oleh seorang wartawan bernama Larry Rohter. Rohter mengasumsikan Pink Tide sebagai gambaran kemenangan Presiden sayap kiri Amerika Latin yang diawali oleh kemenangan Presiden Uruguay, Tabare Vazquez.
Tiga perempat populasi Amerika Latin berada di bawah pemerintah kiri, mereka berhasil mencapai kekuasaan sejak tahun 1998. Rohter menuliskan bahwa pergeseran kekuasaan bukan mengarah pada gelombang merah namun mengarah pada gelombang merah jambu.
Warna merah jambu merefleksikan ide-ide sosialis moderat, berbeda dengan warna merah yang berkonotasi dengan komunisme (Rohter,2005).
Pink tide atau gelombang merah jambu dalam bahasa Indonesia atau marea rosa dalam bahasa Spanyol dan onda rosa dalam bahasa Portugis menggambarkan kebangkitan pemerintah-pemerintah kiri baru yang berhasil mencapai kekuasaan di kawasan Amerika Latin dalam kurun waktu 1990-an hingga 2000-an (Lievesley, Geraldine;Ludlam, Steve, 2009), (Ellner, 2019, p. 4).
Pink Tide di kala itu menjadi obyek perdebatan para pakar. Castaneda (2006) dan Edward (2010) contohnya, menilai fenomena ini sebagai reproduksi dari model politik patronase dan klientilisme yang populer di tahun 1930-1960-an.
Sedangkan pakar lain seperti Sader (2011) memahaminya sebagai fenomena yang ditandai dengan kehadiran pemerintahan-pemerintahan yang berkomitmen melakukan perubahan ekonomi politik dengan cara menghapus ketidaksetaraan dan praktek eksklusi.
Penyebab
Mayoritas masyarakat Amerika Latin terutama kelas menengah ke bawah mendukung pemerintahan kiri. Karena pemerintahan kiri menawarkan model alternatif yang diyakini mampu mengeluarkan masyarakat Amerika Latin dari keterpurukan akibat pengadopsian model neoliberalisme.
Tidak mengherankan jika dalam kampanye, para pemimpin kiri tersebut membangkitkan kembali semangat nasionalisme dan menentang neoliberalisme.
Sejarah
Pada rentang tahun 1998 – 2014, terdapat 23 pemerintahan kiri di 9 negara Amerika Latin. Umumnya, para pakar berpendapat bahwa fenomena “Pink Tide” berawal dari terpilihnya Hugo Chavez sebagai presiden Venezuela pada tahun 1998 dengan dukungan partai the Fifth Republic Movement (MVR) yang didirikannya pada tahun 1997.
Selanjutnya pada tahun 2000, Ricardo Lagos yang berasal dari partai sosialis Partido Socialista de Chile terpilih sebagai Presiden Cili. Pada tahun 2002, Luis Inacio Lula da Silva terpilih sebagai presiden Brasil dengan dukungan Partai Buruh Partido dos Trabalhadores.
Selanjutnya di tahun 2003, Nestor Kirchner terpilih sebagai Presiden Argentina dengan dukungan partai buruh Partido Justicialista. Pada tahun 2004, Tabare Vazquez, dengan dukungan Frente Amplia terpilih sebagai Presiden Uruguay.
Dan tahun 2005, Evo Morales dengan dukungan partai Movimiento al Socialismo memenangkan pemilihan presiden di Bolivia.
Pada 2006, terdapat lima kemenangan yang diperoleh pemimpin-pemimpin kiri Amerika Latin. Hugo Chavez dengan dukungan partai the Fifth Republic Movement (MVR) terpilih sebagai Presiden Venezuela, dan Luiz Inacio Lula da Silva dengan dukungan Partai Buruh Partido dos Trabalhadores terpilih sebagai Presiden Brasil untuk periode kedua.
Michele Bachelet dari partai sosialis terpilih sebagai Presiden Perempuan Pertama Cili. Rafael Correa dengan dukungan dari Movimiento Alianza PAIS – Patria Altiva I Soberana terpilih sebagai Presiden Ekuador.
Pada tahun 2007, Cristina Kirchner dengan dukungan Justicialist Party terpilih sebagai Presiden menggantikan suaminya. Cristina adalah Perempuan ke-2 yang menjadi Presiden Argentina setelah Isabel Peron.
Pada tahun 2008, Fernando Lugo dengan dukungan Alianza Patriótica para el Cambio terpilih sebagai Presiden Paraguay. Pada tahun 2009, Jose Pepe Mujica terpilih sebagai Presiden Uruguay menggantikan Tabare Vazquez sedangkan Rafael Correa dan Evo Morales terpilih kembali sebagai Presiden Ekuador dan Bolivia.
Pada tahun 2010, Dilma Rousseff terpilih sebagai Presiden Brasil menggantikan Lula yang telah habis masa jabatannya setelah menjabat selama dua periode. Rousseff menjadi Presiden Wanita pertama di Brasil.
Pada tahun 2011, Ollanta Humalla terpilih sebagai Presiden Peru sedangkan Cristina Kirchner terpilih kembali sebagai Presiden Argentina.
Pada tahun 2012, Hugo Chavez terpilih kembali menjadi Presiden Venezuela mengalahkan saingannya Henrique Caprilles yang berasal dari kubu konservatif. Namun pada tahun 2013, Chavez meninggal dan pemilihan umum kembali dilakukan pada tahun 2013 untuk menentukan Presiden baru Venezuela.
Nicolas Maduro yang merupakan wakil Presiden Chavez pada tahun 2012 dan juga mantan Menteri Luar Negeri Venezuela bersaing melawan Capriles dan akhirnya berhasil memenangkan pemilihan umum dengan memperoleh dukungan sebanyak 50,6 persen.
Maduro dilantik sebagai Presiden Venezuela pada 19 April 2013. Di tahun 2014, Rafael Correa terpilih kembali sebagai presiden, demikian juga Michele Bachelet dari Cili (Pimenta, Gabriel Fernandes; Arantes, Pedro Casas V M, 2014).
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://suluhperempuan.org
dan sumber lain yang relevan
Download
Post a Comment