Perang Batak: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, Akhir, dan Dampaknya
Table of Contents
Sejarah Perang Batak
Perang Batak adalah perang yang terjadi antara Kerajaan Batak melawan Belanda. Perang ini berlangsung pada tahun 1878–1907 atau selama 29 tahun. Alasan perang ini adalah Belanda berusaha mewujudkan Pax Netherlandica dan menyebarkan agama Kristen.Perang meletus setelah Belanda menempatkan pasukannya di Tarutung, dengan tujuan untuk melindungi penyebar agama Kristen tergabung dalam gerakan Rijnsche zending, dengan tokoh penyebarnya Nommensen (orang Jerman).
Raja Sisingamangaraja XII memutuskan untuk menyerang kedudukan Belanda di Tarutung. Perang berlangsung selama tujuh tahun di daerah Tapanuli Utara, seperti di Bahal Batu, Siborong-borong, Balige, Laguboti, dan Lumban Julu.
Latar Belakang Perang Batak
Perang Batak adalah konflik bersenjata di Tapanuli, Sumatera Utara, pada awal abad ke-20 antara Suku Batak, yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII, melawan penjajah Belanda. Adapun Faktor-faktor yang memicu Perang Batak di antaranya,1. Penolakan Terhadap Kristenisasi
Sisingamangaraja XII dan Suku Batak menolak penyebaran agama Kristen oleh Belanda karena khawatir akan merusak tatanan sosial dan budaya Batak.
2. Upaya Belanda Menguasai Wilayah Tapanuli
Belanda berusaha menguasai pusat pemerintahan Kerajaan Batak, memicu ketegangan dengan otoritas Batak.
3. Ancaman Terhadap Agama Batak Kuno
Kehadiran agama Kristen dianggap mengancam agama tradisional Batak, yang mendorong perlawanan terhadap Belanda.
Perang Batak berlangsung dalam beberapa gelombang dari awal abad ke-20 hingga 1907, melibatkan pertempuran antara pasukan Belanda dan Suku Batak di Tapanuli.
Kronologi Perang Batak
Dalam buku Perang Batak: Perang Sisingamangaradja (1972) karya O.L Napitupulu, disebutkan bahwa upaya penolakan Kristenisasi di Batak dilakukan Sisimangaraja dengan cara mengusir zending (organisasi penyebar agama Kristen) yang memaksakan agama Kristen kepada rakyat Batak pada 1877.Menanggapi tindakan pengusiran oleh Sisingamangaraja, para misionaris meminta perlindungan dari pemerintah Kolonial Belanda. Pada 6 Februari 1878 pasukan Belanda tiba di Pearaja (pedalaman Sumatera Utara) dan bergabung dengan kaum misionaris Belanda.
Kedatangan tentara Belanda di wilayah Batak telah memprovokasi Sisingamangara sehingga ia mengumumkan perang pada 16 Februari 1878 dengan melakukan penyerangan ke pos-pos Belanda di Bahal Batu.
Dalam buku Sejarah Nasional Jilid IV (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro dkk, pasukan Sisingamangaraja bergabung dengan pejuang Aceh pada Desember 1878 untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Aliansi Sisingamangaraja dan Aceh mampu menduduki wilayah pedalaman Sumatera Utara, namun saat masuk wilayah kota pasukan ini dapat dipukul mundur oleh Belanda. Perang Batak antara pasukan Sisingamangaraja dan Belanda berjalan seimbang selama tahun-tahun 1880-an.
Serangan Sisingamaraja pada Agustus 1889 mampu menduduki daerah Lobu Talu dan membunuh beberapa tentara Belanda. Namun pendudukan Lobu Talu tidak berlangsung lama karena Belanda kembali mendatangkan bantuan dari Padang untuk merebut kembali Lobu Talu dari tangan Sisingamangaraja.
Akhir Perang Batak
Perlawanan Sisingamagaraja dalam Perang Batak mulai meredup semenjak wilayah Huta Paong diduduki oleh Belanda pada September 1889. Pasca pendudukan Huta Paong, Belanda terus memburu Sisingamangaraja dan pasukannya hingga terjadi pertempuran di daerah Tamba. Dalam pertempuran tersebut pasukan Batak mengalami kekalahan dan melarikan diri menuju daerah Horion. Belanda terus melacak arah pelarian Sisingamangaraja dan pasukannya. Bahkan, pihak Belanda menggunakan orang-orang dari Senegal, Afrika untuk membantu pelacakan.
Tahun 1907, Belanda mampu mengepung Sisingamangaraja XII di daerah Dairi, namun ia tak mau menyerahkan diri. Sisingamangaraja beserta pasukannya bertarung hingga titik darah penghabisan dan meninggal pada pengepungan tersebut.
Dampak Perang Batak
Perang Batak membawa dampak besar bagi masyarakat Batak. Salah satu dampak utamanya adalah tersebarnya agama Kristen oleh para misionaris, yang memicu perlawanan rakyat Tapanuli terhadap Belanda.Banyak masyarakat yang terbunuh, termasuk Raja Sisingamangaraja XII yang gugur pada 17 Juni 1907. Perang ini juga menyebabkan kerugian ekonomi dengan hancurnya pemukiman akibat dibakar oleh Belanda.
Akibatnya, seluruh daerah Tapanuli dikuasai sepenuhnya oleh Belanda, dan masyarakat Batak kehilangan kedaulatan atas wilayah mereka.
Sumber:
https://www.orami.co.id
https://www.kompas.com
https://kumparan.com
Download
Post a Comment