Kontrak Sosial: Pengertian, Teori, dan Tokohnya
Table of Contents
Pengertian Kontrak Sosial
Kontrak sosial adalah sebuah perjanjian antara rakyat dengan para pemimpinnya, atau antara manusia-manusia yang tergabung di dalam komunitas tertentu. Dalam filsafat moral dan politik, kontrak sosial adalah teori yang berasal dari Zaman Pencerahan yang berkenaan dengan legitimasi otoritas negara atas individu-individu.Latar belakang hadirnya teori tersebut adalah kebutuhan atas kedamaian, keamanan, dan ketenangan bagi kumpulan manusia yang ada di masyarakat tertentu. Pada waktu itu manusia bisa memperoleh sesuatu hanya jika memiliki kekuatan, sehingga pihak yang lemah tidak bisa memperoleh apa pun yang jadi kekuatannya. Hal ini menyebabkan konflik antarpribadi.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan mengenai ketenangan dan ketertiban, setiap individu dalam masyarakat kemudian akan membuat kontrak sosial dengan pihak tertentu yang bisa memberi perlindungan, keamanan, kedamaian, dan ketertiban. Pihak tertentu yang dimaksud ini adalah negara yang bertindak sebagai penjaga malam (nachtwachter staat).
Argumen kontrak sosial biasanya mengandaikan bahwa individu-individu dalam suatu komunitas politik menyetujui, baik secara eksplisit ataupun implisit, untuk menyerahkan sebagian dari kebebasan mereka dan untuk tunduk kepada otoritas (Penguasa, atau keputusan mayoritas). Sebagai gantinya, mereka mendapatkan perlindungan hak atau pemeliharaan tatanan sosial.
Hubungan antara hak kodrati dan hak hukum sering menjadi isu dalam teori kontrak sosial. Istilah kontrak sosial berasal dari karya Jean-Jacques Rousseau, The Social Contract (bahasa Prancis: Du contract social ou Principes du droit politique), sebuah buku yang dipublikasikan pada tahun 1762.
Meskipun teori kontrak sosial dapat ditemukan pada zaman kuno, seperti dalam filsafat Yunani, Stoikisme dan Hukum Romawi dan Kanonik, kontrak sosial berkembang menjadi doktrin utama legitimasi politik mulai pada pertengahan abad ke-17 hingga awal abad ke-19.
Pada abad ke-19, teori kontrak sosial memudar dengan semakin berkembangnya utilitarianisme, hegelianisme, dan marxisme. Teori kontrak sosial dikembangkan kembali pada abad ke-20, terutama dalam bentuk eksperimen pemikiran oleh John Rawls.
Teori dan Tokoh Kontrak Sosial
Thomas Hobbes Menurut Hobbes (1588-1679), kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat kepada penguasa harus bersifat absolut dan tidak terbatas. Tujuan kekuasaan absolut ini untuk memastikan kedisiplinan, keamanan, dan ketertiban umum.
John Locke
John Locke (1632-1704) mengemukakan teori kontrak sosial melalui buku Two Treatises on Government. John Locke berpendapat, latar belakang dibutuhkannya kontrak sosial adalah ketiadaan aturan dan institusi resmi tertentu yang mengatur individu dalam masyarakat.
Kondisi demikian menurut John Locke bisa menimbulkan ketidaktertiban di masyarakat karena terdapat individu-individu yang bertindak sesuai keinginannya, tetapi merugikan pihak lain. Namun berbeda dengan Hobbes, Locke menegaskan pentingnya penyerahan kekuasaan ke beberapa pihak berbeda dan menekankan pentingnya pemerintahan konstitusional.
Sehingga menurut Locke, administrator negara dan para pelaku politik wajib melaksanakan kegiatan demi kepentingan masyarakat.
Jean Jacques Rousseau
Kontrak sosial menurut Rousseau, adalah di mana masing-masing individu manusia melimpahkan segala hak perorangannya kepada komunitas yang memiliki kekuasaan sebagai satu keutuhan atau sesuatu yang bisa mempertahankan individu manusia sekaligus miliknya sendiri menggunakan kekuatan kolektif keseluruhan individu.
Dampak dari adanya teori kontrak sosial ini adalah timbulnya praktik klientelisme dan patron-client relationship yang mana penguasa dan aktor politik bisa menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapat manfaat dan dukungan dari pihak lain. Para penguasa dan aktor politik ini turut memberi imbalan kepada pihak-pihak lain tersebut.
Baca Juga: Konsep Sosiologi. Patronase
Kendati demikian, praktik dan perilaku semacam itu dikategorikan sebagai politik yang buruk dan didorong keinginan pribadi atas kekayaan dan kekuasaan. Keinginan ini selanjutnya yang mendorong berbagai tindakan tidak terpuji seperti korupsi.
Dari berbagai sumber yang relevan
Post a Comment