Agroforestri: Pengertian, Konsep, Tujuan, Tipe, Manfaat, dan Kelemahannya

Pengertian Agroforestri
Agroforestri
Pengertian Agroforestri
Agroforestri adalah suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. Istilah agroforestri berasal dari bahasa Inggris agro (pertanian) dan forestry (kehutanan).

Sistem agroforestri di Indonesia juga dikenal dengan istilah wanatani. Wanatani gabungan dari dua kata yakni “wana” dan “tani” yang berarti hutan tani. Dalam praktiknya, agroforestri ialah suatu sistem pengelolaan lahan yang berguna untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan untuk meningkatkan produktivitas lahan.

Model-model wanatani bervariasi mulai dari wanatani sederhana berupa kombinasi penanaman sejenis pohon dengan satu-dua jenis komoditas pertanian, hingga ke wanatani kompleks yang memadukan pengelolaan banyak spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian, dan bahkan juga dengan ternak atau perikanan.

Sistem agroforestri sudah banyak diterapkan di berbagai wilayah Indonesia dengan istilah lokal yang melekat padanya. Di Jawa sendiri sistem ini lebih dikenal dengan istilah mratani, yakni bercocok tanam sambil berkebun dan beternak. Sistem tersebut dapat berisi tanaman holtikultura atau tegakan hutan di pekarangan atau lahan kosong yang ada di rumah.

Di Maluku agroforestri dikenal dengan istilah Dusung dan di Lampung bernama Repong. Sementara itu, di Sumatera Utara, agroforestri disebut Reba Juma, yakni ladang masyarakat yang mudah dijangkau. Reba juma didominasi oleh tanaman hutan seperti duku, durian, rambutan, manggis dan babu, serta tanaman pertanian dan perkebunan seperti coklat, pisang, nanas, kunyit, jagung dan masih banyak lagi.

Agroforestri Menurut Para Ahli
1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Penyusunan Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai dan Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Agroforestri adalah optimalisasi pemanfaatan lahan dengan sistem kombinasi tanaman berkayu, buah-buahan, atau tanaman semusim sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis di antara komponen penyusunnya.
2. Hudges (2000), agroforestri adalah bentuk menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon bersama dengan tanaman pertanian dan atau pakan ternak dalam sebuah sistem dengan tujuan berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Dengan sederhana, dapat dikatakan menanam pohon dalam sistem pertanian.
3. Reinjntjes (1999), agroforestri merupakan pemanfaatan tanaman kayu tahunan meliputi pepohonan, belukar, palem, atau bambu secara seksama pada unit pengelolaan lahan yang sama dan layak tanam. Kegiatan ini dilakukan dengan pengaturan ruang secara campuran atau lokasi yang sama secara berurutan dan berkelanjutan.
4. K.F.S King dan M.T Chandler (1979), agroforestri ialah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu meningkatkan produksi lahan secara menyeluruh. Agroforestri merupakan kombinasi produksi tanaman pertanian dengan tanaman hutan dan atau hewan ternak secara bergiliran atau bersamaan pada bidang lahan sama dengan teknik pengelolaan praktis sesuai budaya setempat.
5. Lundgren dan Raintree (1982), agroforestri sebagai istilah kolektif untuk sistem dan teknologi penggunaan lahan secara terencana pada unit lahan dengan mengombinasikan tumbuhan berkayu seperti pohon, perdu, bambu dan palem dengan tanaman pertanian dan atau hewan ternak yang dilakukan pada waktu bersamaan atau bergiliran sehingga timbul interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen.
6. Naik PKR (1933), menurutnya agroforestri adalah sistem penggunaan lahan terpadu mencakup aspek sosial dan ekologi yang dilakukan melalui kombinasi pepohonan dengan tanaman pertanian dan atau hewan ternak secara bersamaan atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan dapat tercapai hasil ganda dan optimal secara berkesinambungan.
7. Huxley (1999), agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu atau bisa pula dengan rerumputan, ternak dan hewan lain sehingga tercipta interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen.

Konsep Agroforestri
Konsep agroforestri merupakan rintisan dari tim Canadian International Development Centre yang melakukan kegiatan identifikasi prioritas pembangunan dalam bidang kehutanan di negara berkembang pada kisaran tahun 1970-an. Tim ini menyimpulkan jika hutan di kawasan berkembang belum cukup dimanfaatkan dan hanya terbatas pada aspek, yaitu:
1. Eksploitasi selektif hutan alam
2. Tanaman hutan secara terbatas

Oleh sebab itu, agroforestri diharapkan mampu mengoptimalkan penggunaan lahan dan mencegah perluasan lahan terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, meningkatkan mutu pertanian dan menyempurnakan intensifikasi serta diversifikasi silvikultur.

Akan tetapi, jauh sebelum itu sistem agroforestri telah dilakukan oleh petani di Indonesia selama berabad-abad dengan istilah berbeda. Dari pengertian agroforestri maka dapat disimpulkan jika sistem ini sangat bervariasi dan dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Secara Struktural adalah berkaitan dengan komposisi komponen, seperti sistem agrisilvikultur, silvopastur, agrisilvopastur dan lainnya
2. Secara Fungsional adalah terkait fungsi atau peranan utama suatu sistem, terutama komponen tanaman kayu
3. Secara Sosial Ekonomis adalah berkaitan dengan tingkat masukan dalam suatu pengelolaan, meliputi masukan rendah atau tinggi, intensitas dan skala pengelolaan, tujuan usaha, sub sistem, komersial dan intermedier
4. Secara Ekologis adalah menyangkut kondisi lingkungan dan kesesuaian ekologis penerapan sistem agrisilvikultur, silvopastur, agrisilvopastur dan lainnya.

Dapat disimpulkan pula bahwa komponen utama agroforestri terdiri dari kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan.

Tujuan Agroforestri
Tujuan agroforestri adalah meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya lahan dan hutan. Hal tersebut dimaksudkan karena agroforestri sangat jelas dapat mengoptimalkan fungsi lahan yang ada dengan ditanami berbagai jenis tanaman mulai dari tanaman kayu dan non-kayu serta peternakan sebagai support keberlangsungan ekosistem.  

Meningkatkan kualitas sumber daya alam terutama tanah dan air. Banyaknya jenis tanaman yang dapat ditanam dalam satu area lahan pertanian atau hutan dapat membantu dalam konversi tanah dan air. Jenis tanaman yang digunakan dapat mendorong kesuburan tanah serta mengikat tanah agar tidak mudah erosi dan menjaga kelangsungan air tanah melalui akar kuatnya.
 
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan hasil tanaman yang berlimpah.

Tipe Sistem Agroforestri di Indonesia
Terdapat beberapa tipe sistem agroforestri yang diterapkan masyarakat Indonesia untuk memaksimalkan lahan dan mengoptimalkan hasil. Sistem tradisionalnya turut dipengaruhi oleh sistem kultural yang ada di daerah tersebut.

Selain diterapkan pada lahan pertanian di lahan pribadi, sistem agroforestri yang berkembang juga kerap dipadukan dalam program-program pengembangan hutan. Berikut beberapa sistem agroforestri di Indonesia di antaranya,
1. Sistem Pekarangan  
Sistem pekarangan mengadopsi agroforestri dengan menanam tanaman campuran seperti tanaman tahunan, tanaman umur panjang, dan ternak di lahan pekarangan pribadi. Metode ini banyak dijumpai di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur pada pertengahan abad kedelapan belas.  

Pada umumnya sistem pekarangan memiliki minimal 2 lapisan tanaman. Lapisan paling rendah ditumbuhi dengan tanaman setinggi sampai 2 meter, seperti umbi-umbian, sayur-sayur, dan bambu-bambuan. Lapisan tanaman yang lebih tinggi ditanami oleh buah-buahan seperti cengkeh, sengon, kelapa, dan pepohonan lain.

2. Sistem Kebun-Talun  
Dalam tipe agroforestri ini tahapan penanaman terdiri atas tiga proses yang dilakukan berdasarkan jarak waktu. Tiga tahapan tersebut diawali dengan penanaman tanaman perkebunan, dilanjutkan dengan tanaman campuran ketika tanaman kebun sudah mulai tumbuh, dan diakhiri dengan menanam tanaman dengan metode talun.
a. Penanaman tanaman kebun atau tanaman tahunan seperti jagung, tembakau, ubi kayu, dan sayur-mayur. Tanaman ini nantinya akan dikonsumsi untuk keluarga petani dan hanya sedikit dari hasil panen yang dapat dijual. Setelah tanaman kebun ini menunjukkan pertumbuhan yang baik, maka dua tahun kemudian petani akan mulai menanam tanaman campuran.  
b. Penanaman tanaman campuran. Tahap ini dimaksudkan agar dalam satu area tanaman tahunan dapat bersama-sama tumbuh dengan tanaman jangka panjang. Tanaman jangka panjang tersebut dapat membantu penambahan nilai biofisik tanah atau meningkatkan konservasi tanah dan air sehingga terhindar dari erosi.  
c. Pembentukan talun atau daerah budidaya yang terdiri atas berbagai macam komoditas mulai dari tanaman perkebunan, hortikultura, dan tanaman kehutanan. Setelah tanaman tahunan mendominasi dan dapat dipanen setiap tahun, kebun akan didominasi oleh tanaman jangka panjang. Pada momentum ini daerah tersebut telah masuk kepada tahapan ketiga yakni talun. Lahan ini dominasi oleh campuran pohon-pohon umur panjang, tanaman tahunan, dan hortikultura yang tumbuh dalam satu area lahan agroforestri.

3. Sistem Lorong
Tipe agroforestri ini telah dikembangkan sejak tahun 1980-an terkhusus untuk wilayah Nusa Tenggara. Sistem lorong memanfaatkan garis-garis kontur untuk ditanami leguminosa atau tanaman sumber protein yang baik untuk pakan ternak. Tanaman tersebut dapat berupa lamtoro gung yang ditanam pada bagian larikan. Di antara larik-larikan kemudian akan ditanami tanaman semusim, tanaman umur panjang, dan rerumputan.

4. Sistem Bera yang Disempurnakan  
Bera yang disempurnakan dapat dijadikan alternatif pada sistem pertanian yang berpindah ladang. Sistem pertanian yang memiliki kebiasaan berpindah ladang menimbulkan efek buruk berupa kerusakan pada suatu ekosistem. Maka dari itu, sistem bera dapat dijadikan solusi atas sistem pertanian lahan berpindah.  

Sistem bera adalah suatu sistem pengembalian kesuburan tanah dengan cara menanami tanaman yang dapat memulihkan kesuburan tanah. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam sistem bera yang disempurnakan ini adalah Pueraria javanica.

Setelah ditanami dan tanah kembali pulih, 3-4 bulan kemudian tanaman pangan sudah mulai dapat dibudidayakan. Tanaman pangan yang bisa digunakan seperti ubi kayu, padi, kacang tanah dan jahe. Selain itu, melinjo dapat menjadi pilihan tanaman jangka panjang.

5. Sistem Kebun Wanatani Berstrata  
Tipe agroforestri ini banyak dijumpai di Sumatera Utara. Ciri utama sistem ini adalah adanya perpaduan antara tanaman hutan dan tanaman pertanian sehingga membentuk lahan hutan dengan strata yang berlapis-lapis. Tanaman pertanian dapat berupa tanaman dengan nilai jual tinggi di pasaran agar memberikan pemasukan untuk rumah tangga, seperti cabai, terong, jagung, kacang-kacangan, mentimun. Di sisi lain, tanaman kayu dapat berupa tanaman durian, kayu manis, pala, kopi, dan bayur.  

6. Tumpangsari  
Tipe agroforestri ini banyak diterapkan di tanah Jawa. Sistem tumpangsari memanfaatkan lahan hutan sementara waktu dengan menanami tanaman pertanian di antara tanaman kayu keras. Keunggulan dari tumpangsari adalah dapat mengoptimalkan lahan yang ada dengan semaksimal mungkin. Sistem ini dapat diterapkan oleh mereka yang tidak memiliki lahan luas namun ingin mendapatkan hasil lahan yang banyak.

Manfaat Agroforestri
Pengembangan wanatani dilakukan agar memberikan manfaat kepada masyarakat. Adanya agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah dalam hal pengembangan pedesaan. Berikut beberapa manfaat dari agroforestri di antaranya,
1. Membantu penggunaan lahan secara optimal sehingga dapat memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat
2. Meningkatkan daya dukung ekologi manusia terutama di daerah pedesaan. Agroforestri juga bisa dimanfaatkan untuk menjamin dan memperbaiki kebutuhan pangan
3. Meningkatkan persediaan pangan pada tiap musim, sehingga petani dapat memperoleh tambahan penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari. Namun untuk memperoleh manfaat ini, maka petani harus memperhatikan kualitas nutrisi, pemasaran serta setiap proses yang terjadi pada agroforestri
4. Memperbaiki penyediaan energi lokal terutama produksi kayu bakar
5. Meningkatkan dan memperbaiki produksi bahan mentah hasil kehutanan maupun pertanian. Umumnya peningkatan produksi bahan mentah ini dilakukan secara kualitatif dan diversifikasi. Selain itu, biasanya juga dilakukan dengan memanfaatkan berbagai jenis pohon dan perdu
6. Memperbaiki kualitas hidup terutama di daerah pedesaan, terutama di daerah miskin. Agroforestri dapat meningkatkan pendapatan serta tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat
7. Meningkatkan kinerja usia produktif (usia muda) di pedesaan sehingga kualitas hidup dapat meningkat
8. Memelihara dan memperbaiki kemampuan dan kelestarian lingkungan setempat. Hal ini dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya erosi tanah dan degradasi lingkungan

Selain itu, adanya agroforestri juga berkontribusi terhadap program Tantangan Tanpa Kelaparan PBB untuk menyudahi kelaparan global, mengurangi gizi buruk dan membangun sistem pangan berkelanjutan.

Kelemahan Agroforestri
Selain memiliki manfaat, tentunya agroforestri juga memiliki beberapa kelemahan, misalnya dapat mengurangi hasil tanaman pokok karena pohon-pohon yang ada akan bersaing dalam perolehan zat hara, cahaya matahari dan air.

Selain itu, sistem ini juga menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian pohon dengan kegiatan pertanian, contohnya aktivitas pembakaran dan pemakaian lahan bersama yang akan membuat perlindungan terhadap pohon menjadi berkurang.

Pohon-pohon di hutan juga akan merintangi tanaman pertanian, hal ini dapat berujung pada meningkatnya biaya tenaga kerja saat proses pengolahan. Di samping itu, keberadaan pohon yang merintangi tanaman juga akan menghambat kemajuan sistem pertanian. Maka dalam pelaksanaan agroforestri harus dilakukan dengan langkah dan perhitungan yang tepat agar tidak memberikan kerugian.

Agroforestri sebaiknya dilakukan dengan lebih teliti agar penerapannya dapat berjalan secara proporsional agar kelebihannya dapat diperoleh dan kelemahan dapat diminimalkan. Penerapan sistem agroforestri yang benar dan tepat tentu akan memberikan hasil optimal.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Agroforestri: Pengertian, Konsep, Tujuan, Tipe, Manfaat, dan Kelemahannya"