Teori Interdependensi: Pengertian, Sejarah, Komponen, dan Dampaknya

Pengertian Teori Interdependensi
Teori Interdependensi
Pengertian Teori Interdependensi
Interdependensi (saling ketergantungan) adalah teori tentang analisis perilaku yang timbul dari hubungan ketergantungan antara dua atau lebih individu yang berinteraksi satu sama lain. Ketika orang-orang berinteraksi, mereka akan saling mempengaruhi.

Ketika dua orang saling mempengaruhi pemikiran, perasaan, atau perilaku masing-masing, mereka dikatakan saling berhubungan (interdependen). Dalam term teknis interdependence berarti hasil yang diterima oleh seseorang akan bergantung setidaknya pada perilaku orang lain dan sebaliknya.

Sejarah Teori Interdependensi
Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Harold Kelley dan John Thibaut pada tahun 1959 dalam buku mereka “Psikologi Sosial Kelompok”, kemudian juga dalam buku kedua mereka yang berjudul Interpersonal Relations: A Theory of Interdependensi.

Pada tahun 1998, Ned Jones juga membahas mengenai Teori Interdependensi yang dituangkan pada bukunya yang berjudul Handbook of Social Psychology.

Teori interdependensi bermula pada mekanisme teori Field dalam fisika, hal ini memengaruhi Psikologi Gestalt. Pada saat Field menjadi unit analis fisika, saat itu pula prinsip whole atau gestalt menjadi fokus persepsi dan perilaku pada Psikologi Gestalt.

Kurt Koffka, menyatakan bahwa sama dengan Psikologi Field, kelompok adalah keseluruhan dinamis dimana interdependensi antar anggota dapat bervariasi. Kurt Lewin juga menyatakan esensi dari sebuah kelompok adalah interdependensi di antara anggota, yang membuat kelompok menjadi dinamis.

Konsep teori ini diaplikasikan dalam analisis dinamika kelompok, kekuatan dan ketergantungan, perbandingan sosial; konflik dan kerja sama; atribusi dan presentasi diri; kepercayaan dan ketidakpercayaan; emosi, cinta dan komitmen, koordinasi dan komunikasi, risiko dan regulasi diri; reformasi dan motivasi; dan perkembangan sosial dan model interaksi neurosains.

Komponen Teori Interdependensi
Komponen-komponen yang ada dalam teori interdependensi di antaranya,
1. Outcome (Kepuasan)
Menurut teori interpedensi seseorang akan puas apabila hubungannya menguntungkan yakni jika manfaatnya lebih besar daripada biaya atau kerugiaannya (Rusbult, 1980&1983). Dampak kerugian dari suatu hubungan bervariasi.

Bervariasinya akibat dari kerugian itu mungkin karena kaburnya konsep biaya dan pengorbanan. Biaya atau kerugian adalah kejadian yang di anggap tidak menyenangkan di mana biaya selalu dianggap negatif, sebaliknya pengorbanan selalu berkaitan dengan kesejahteraan orang lain.

Dalam suatu hubungan, terkadang ada situasi di mana pilihan terbaik untuk masing-masing pihak adalah berbeda. Ketika terjadi konflik kepentingan, satu pihak mungkin memutuskan untuk berkorban demi kebaikan partnernya atau demi menjaga hubungan.

Semakin komitmen seseorang pada hubungan, semakin besar kemungkinan orang tersebut bersedia untuk berkorban.

Dampak dari pengorbanan terhadap hubungan mungkin akan tergantung pada alasan seseorang melakukan pengorbanan. Dari alasan seseorang dalam melakukan pengorbanan tersebut kita dapat membedakan antara alasan untuk sebuah pendekatan atau cara seseorang melakukan penghindaran.

Kadang orang berkorban demi seseorang untuk menunjukkan cinta dan perhatiannya, pengorbanan semacam ini yang bermotifkan untuk mendekati bisa menimbulkan rasa bahagia dan puas. Sebaliknya, terkadang orang berkorban demi menghindari konflik atau takut membahayakan hubungan, pengorbanan dengan motif penghindaran dapat menimbulkan perasaan gelisah dan amarah.

Seyogyanya Pengorbanan mengesampingkan kepentingan diri demi kepentingan hubungan dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang merugikan.

Menurut teori interdependensi, kepuasan hubungan dipengaruhi oleh level perbandingan. Seseorang akan puas apabila suatu hubungan sesuai dengan harapan dan kebutuhannya. Salah satu cara untuk merasa puas adalah dengan mengatakan kepada diri sendiri bahwa keadaan orang lain lebih buruk ketimbang dirinya (Buunk, Oldersma, & De Dreu, 2001).

Persepsi keadilan mempengaruhi kepuasan. Bahkan jika suatu hubungan memberi banyak manfaat, mungkin orang akan tidak puas apabila orang tersebut yakin bahwa dirinya diperlakukan secara tidak adil. Dalam sebuah hubungan akan tidak puas apabila seseorang menganggap hubungan yang ada adalah berat sebelah.

Demikian pula, dalam persahabatan dan cinta, hubungan yang berat sebelah, di mana seseorang mendapatkan lebih banyak ketimbang orang lainnya, hal ini biasanya membuat seseorang menjadi tidak puas terhadap suatu hubungan (Cate & Llyod, 1992)

Karakteristik lain dari pasangan menikah atau pasangan kekasih yang relatif bahagia. Pasangan yang berbahagia menghabiskan lebih banyak waktu bersama dalam aktivitas bersama.

Bagi beberapa pasangan, melakukan aktivitas yang menentang mungkin akan membantu membangkitkan kembali hasrat dan meningkatkan kepuasan hubungan (Aron, Norman, Aron, & Lewandowski, 2002).

2. Komitmen
Orang yang sangat berkomitmen pada hubungan sangat mungkin untuk tetap bersama mengarungi suka duka demi tujuan bersama. Dalam istilah teknis, commitment in a relationship (komitmen dalam suatu hubungan) yang berarti semua kekuatan positif dan negatif yang menjaga individu tetap berada dalam suatu hubungan.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi komitmen pada suatu hubungan (Johnson, 1991; Surra &Gray, 2000) di antaranya,
Pertama, komitmen dipengaruhi oleh kekuatan daya tarik pada partner atau hubungan tertentu. Apabila orang suka pada orang lain, menikmati kehadirannya, dan merasa orang itu ramah dan gaul, maka orang akan termotivasi untuk meneruskan hubungan dengannya tersebut.

Dengan kata lain, komitmen akan lebih kuat jika kepuasannya tinggi (Rusbult & Van Lange, 1996). Komponen ini dinamakan “comitmen personal” karena ia merujuk pada keinginan individu untuk mempertahankan atau mengingatkan hubungan (Johnson, Caughlin, & Huston, 1999).

Kedua, komitmen dipengaruhi oleh nilai dan prinsip moral, perasaan bahwa seseorang seharusnya tetap berada dalam suatu hubungan. “Komitmen moral” didasarkan pada perasaan kewajiban, kewajiban agama, atau tanggung jawab sosial. Bagi beberapa orang, keyakinan atau kesucian pernikahan dan keinginan menjalin komitmen seumur hidup akan membuat mereka tidak ingin bercerai.

3. Level dependensi
Menurut teori interdependensi, dua tipe penghalang penting adalah pertama, kurangnya alternatif yang lebih baik. Ketersediaan alternatif biasa di sebut dengan Level perbandingan alternatif, yang mana akan mempengaruhi komitmen kita.

Ketika orang tergantung pada suatu hubungan di mana orang tersebut mendapatkan hal-hal yang dihargai dan tidak bisa mendapatkan hal itu di tempat lain, maka orang tersebut akan sulit untuk meninggalkan hubungan tersebut (Attridge, Creed, Berscheid, & Simpson, 1992). Kurangnya alternatif yang lebih baik akan meningkatkan komitmen.

Kedua, investasi yang sudah seseorang tanamkan dalam suatu hubungan. Komitmen juga dipengaruhi oleh investasi yang seseorang tanamkan dalam membentuk hubungan (Rusbult, 1980, 1983). Investasi itu antara lain waktu, energi, uang, keterlibatan emosional, pengalaman kebersamaan, dan pengorbanan untuk partner.

Setelah banyak berinvestasi dalam suatu hubungan dan kemudian merasa hubungan itu kurang bermanfaat akan menimbulkan disonansi kognitif pada diri seseorang. Karenanya seseorang mungkin merasakan tekanan psikologis untuk melihat hubungannya itu dari sudut pandang yang lebih positif atau mengabaikan kekurangannya (Rubin, 1973). Semakin banyak investasi, semakin sulit jika meninggalkan hubungan.

Kepuasan dan komitmen tidak selalu berhubungan erat. Beberapa pasangan yang tidak bahagia mampu meningkatkan kualitas hubungannya dengan pasangan yang berkemungkinan hubungannya akan berhenti dan bahkan ada yang mampu mempertahankan hubungan seumur hidup meski hubungan itu kurang memuaskan.

Untuk memahami sumber komitmen dalam hubungan yang kurang memuaskan ini, dari riset baru- baru ini membandingkan pengalaman mereka yang berada dalam perkawinan yang tidak bahagia yang ingin mempertahankan perkawinannya dengan orang yang mempertimbangkan untuk bercerai.

Secara umum, semakin banyak investasi yang diinvestasikan oleh pasangan maka semakin besar kemungkinan mereka untuk bertahan dan punya anak. Kurangnya alternatif mungkin juga berpengaruh.

Bagi pria dan wanita, keyakinan bahwa kehidupan akan lebih buruk jika mereka berpisah juga berperan dalam menguatkan komitmen.
a. Bagi wanita, mereka mungkin merasa terancam akan kehilangan sumber ekonomi akibat perceraian.
b. Bagi lelaki, mereka mungkin akan merasa kehidupan seksnya menjadi bertambah buruk jika bercerai.

Individu yang percaya bahwa perkawinan adalah komitmen seumur hidup dan pasangan yang tetap bertahan demi anak-anaknya akan lebih mungkin untuk terus bertahan meski ada ketidakpuasan. Terakhir, orang yang percaya bahwa mereka memiliki kontrol yang kuat atas kehidupan mereka sendiri tidak terlalu berkomitmen pada perkawinan yang tidak memuaskan.

Faktor yang diidentifikasi oleh teori interdepedensi berguna untuk memahami tingkat kepuasan seseorang dalam suatu hubungan di mana seseorang akan semakin komitmen apabila seseorang merasa hubungannya memberikan banyak daya tarik positif, apabila mereka telah banyak berinvestasi dalam hubungan itu dan merasa tidak banyak alternatif yang tersedia.

Hambatan untuk bercerai juga disebabkan oleh adannya investasi bersama yang digabungkan untuk sebuah hubungan, adannya anak yang membutuhkan kebutuhan perhatian orang tua, dan juga ketergantungan financial. Rintangan ini mendorong pasangan yang sudah menikah untuk berusaha memperbaiki hubungan yang memburuk.

Dampak Interdependensi
Dampak positif dari interdependensi ini baik dalam keanggotaan kelompok dan juga interaksi personal, maka beberapa penelitian yang dilakukan memberi kesimpulan sebagai berikut di antaranya,
1. Interdependensi positif memiliki tujuan untuk mempromosikan prestasi yang lebih baik dan juga produktivitas lebih besar dibandingkan dengan interdependensi sumber daya.
2. Tujuan positif dan saling menghargai dalam interdependensi akan cenderung positif meski bisa menghasilkan prestasi lebih baik dan produktivitas lebih besar dibandingkan dengan upaya individualistis, kombinasi tujuan dan juga pahala saling ketergantungan akan meningkatkan prestasi lebih dibandingkan dengan saling ketergantungan pada tujuan saja atau usaha individualistik.
3. Sumber daya interdependensi dengan sendirinya bisa menurunkan prestasi dan juga produktivitas jika dibandingkan dengan upaya individualistis yang artinya ketika seseorang memerlukan sumber daya dari anggota kelompok lain namun tidak bisa saling berbagi tujuan bersama, maka penekanan akan cenderung mendapatkan sumber daya dari orang lain tanpa harus berbagi sumber daya yang dimiliki dengan orang lain dan hasilnya lebih mengarah ke gangguan produktivitas dari masing-masing.
4. Kedua belah pihak akan bekerja untuk mendapatkan hasil dan bekerja untuk menghindari kehilangan hadiah dan menghasilkan prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan usaha individualistis sehingga tidak ada perbedaan terlalu besar di antara bekerja untuk mendapatkan hadiah dan juga bekerja untuk menghindari kerugian.
5. Interdependensi positif tidak lebih dari memotivasi individu agar bisa berusaha lebih keras, memberikan fasilitas pengembangan wawasan baru dan penemuan serta pemakaian lebih sering dari tingkat lebih tinggi dalam strategi penalaran.
6. Dalam interdependensi, semakin kompleks sebuah prosedur yang terlibat, maka akan semakin lama untuk mencapai tingkat penuh produktivitas dan semakin kompleks prosedur kerja sama dalam tim, maka anggota juga harus menghadiri untuk sebuah tugas pekerjaan. Sesudah prosedur kerja sama tim bisa dikuasai akan tetapi anggota berkonsentrasi di pekerjaan tugas dan individu bisa mengungguli dibandingkan dengan bekerja sendiri.
7. Studi mengenai interdependensi yang melibatkan dilema sosial sudah menemukan jika saat seseorang mendefinisikan diri mereka dalam hal keanggotaan kelompok mereka, maka mereka akan lebih bersedia untuk mengambil kekurangan dari sumber daya umum dan juga berkontribusi lebih ada barang publik.
8. Interdipendensi juga akan semakin kuat dalam tujuan bersama, hasil umum, obligasi interpersonal, interaksi promotif, pengaruh perilaku dan juga komunikasi, maka akan semakin besar entiativity yang dirasakan dalam kelompok. Di mana entitativity merupakan persepsi jika kelompok merupakan kesatuan utuh dan koheren di mana setiap anggotanya akan saling terikat antara yang satu dengan yang lain.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Teori Interdependensi: Pengertian, Sejarah, Komponen, dan Dampaknya"