Tes Proyektif: Pengertian, Sejarah, Ciri, Macam, Kelebihan, dan Kekurangannya
Table of Contents
Tes Proyektif |
Pengertian Tes Proyektif
Tes Proyektif adalah tes psikologi yang mengategorikan kepribadian individu berdasarkan stimuli ambigu berupa kata, kalimat, gambar, foto, bercak tinta, atau apa pun yang sifatnya tidak terstruktur. Tes ini menggunakan teori psikodinamika guna mengetahui konflik yang tidak disadari, id-ego-super ego, emosi terdalam.Dengan menggunakan tes proyektif, diharapkan agar secara tidak sadar individu akan mengungkap dan menggambarkan struktur serta dinamika kepribadiannya yang selama ini tidak terungkap.
Sejarah Tes Proyektif
Dari kerangka teoritis, teknik proyektif mencerminkan pengaruh konsep psikoanalitis, baik tradisional maupun modern. Adanya asumsi dasar berupa apabila subjek atau individu dihadapkan pada hal-hal yang ambigu maka kepribadiannya akan diproyeksikan melalui jawaban-jawaban yang diberikan terhadap rangsangan tersebut. Sejarah psikologi proyektif adalah teori psikodinamika dari Freud, yang digunakan untuk mengetahui adanya konflik yang tidak disadari oleh seseorang, id- ego-duper ego, dan emosi manusia yang terdalam.
Dalam buku Anxiety Neurosis di tahun 1894, Freud mengungkapkan bahwa Psyche merasa tidak berdaya untuk mengatasi rangsangan-rangsangan seksual yang berasal dari dalam sehingga ia memproyeksikan rangsangan tersebut keluar.
Teknik tes proyektif mulai berkembang dengan terbitnya buku Interpretation of Dream dari Sigmund Freud di tahun 1900. Orang yang pertama menggunakan assesmen yang didasarkan teori psikodinamika ini adalah Carl Jung dengan membuat sebuah tes yang diisi kata atau kalimat pertama yang terlintas di pikirannya.
Kemudian waktu reaksi dan jawaban peserta tes diukur. Akan tetapi, tes yang dilakukan oleh Jung bukan merupakan tes proyektif, sebab menggunakan stimulus yang masih terstruktur. Kemudian ada Herman Rohrschach dan Murray yang turut mengembangkan tes proyektif tersebut.
Ciri Tes Proyektif
Prinsip dasar dari Tes Proyektif di antaranya, 1. Stimulusnya bersifat tidak berstruktur yang memungkinkan subyek mempunyai alternatif pilihan yang banyak
2. Stimulusnya bersifat ambiguous yang memungkinkan subyek merespons stimulus / materi tes sesuai dengan interpretasinya masing–masing
3. Stimulusnya bersifat kurang mempunyai obyektivitas relatif. Sifat ini memudahkan untuk mendapatkan individual differences karena masing-masing subyek memiliki kesimpulan yang berbeda – beda dalam mengamati stimulus yang dihadapkan padanya.
4. Global approach yang artinya menuntut kesimpulan yang luas.
Macam Tes Proyektif
Teknik proyektif dalam psikologi memiliki beberapa metode tertentu yang digunakan sebagai dasar dari tes–tes yang dilakukan di antaranya, 1. Teknik Thematic Apperception Test (TAT)
Yaitu teknik interpretasi gambar yang menggunakan serangkaian standar gambar yang provokatif dan ambigu dan subjek harus menceritakan sebuah cerita dari gambar yang tertera tersebut sebagai suatu cerita yang dramatis.
2. Children’s Apperception Test (CAT)
Merupakan bentuk lain dari TAT yang digunakan untuk subjek anak-anak. Menampilkan sepuluh gambar binatang yang sedang melakukan aktivitas manusia seperti main game atau tidur di kasur. Juga dikenal sebagai tes CAT-A (gambar binatang).
3. Michigan Picture Story Test (MPST)
Hampir mirip dengan kedua tes di atas dan terdiri dari material yang menggambarkan anak-anak dan hubungannya dengan semua figur termasuk teman-temannya. Tes ini bermanfaat dalam mengungkap struktur sikap anak terhadap orang dewasa dan temannya sekaligus juga mengevaluasi masalah yang kemungkinan bisa timbul.
4. Make – A – Picture Story (MAPS)
Hampir sama dengan MPST dalam interpretasi dan tujuannya, hanya bedanya subjek dapat memilih karakter yang ada untuk dibuat sebuah cerita yang didasarkan pada situasi yang ada.
5. Figure Drawing
Kemampuan menggambar bukan menjadi faktor utama dalam tes ini, melainkan untuk mengungkap apa yang ada di balik gambar tersebut. Salah satu bentuk dari tes ini adalah Draw A Person, yaitu tugas menggambar seorang lelaki atau perempuan dengan pensil dan kertas.
6. Incomplete Sentence Test
Ada sejumlah kalimat tidak lengkap yang disajikan untuk dilengkapi oleh subjek, teknik ini dianggap bukan tes standar dan tidak dianggap secara kuantitatif.
7. Competency Screening Test
Tes ini diberikan kepada terdakwa suatu kasus hukum untuk mempelajari kehandalan dan validitas prediktif tentang status mental dan inteligensi individu yang berhubungan dengan kasusnya, juga untuk menentukan kompetensi secara mental dan dalam sidang kasus tersebut.
8. Teknik Noda Tinta
Teknik noda tinta dibagi lagi menjadi beberapa macam berdasarkan ilmuwan penggagasnya di antaranya,
a. Rorschach Test
Juga dikenal sebagai tes inkblot atau noda tinta di mana subjek memberi persepsi terhadap sebuah bentuk gambar tinta yang kemudian dicatat dan dianalisis secara psikologis. Tes ini sering digunakan dalam mendeteksi adanya gangguan pikiran ketika pasien tidak mau menggambarkan proses berpikir mereka secara terbuka.
b. Sistem Komprehensif Exner
Disusun oleh John E. Exner, Samuel Beck dan Bruno Klopfer dengan cara menyaring semua segi yang tidak berguna secara empiris dan bisa dipertahankan dalam metode inkblot ke dalam satu sistem yang sifatnya tunggal.
c. Aronow
Melakukan tes Rohrschach sebagai suatu wawancara berdasar klinis yang mengikuti standar tertentu dan mengambil sampel operasi dari persepsi seseorang, lebih memusatkan interpretasi pada isi daripada variabel struktural atau determinan perseptual.
d. Lerner
Mendasarkan pada psikoanalitik modern yang melihat bahwa tes Rohrschach pada dasarnya adalah sebuah metode proyektif untuk mendapatkan nilai dari dunia bagian dalam individu tersebut.
e. Noda Tinta Holtzman (Holtzman Inkbolt Technique / HIT)
Penelitian ini menyediakan dua rangkaian dari 45 kartu yang paralel untuk memungkinkan adanya reliabilitas antara tiap kartu dan juga kemungkinan studi tingkat lanjut yang memadai, namun dilakukan pembatasan respons pada setiap kartu dengan produksi respons yang konstan pada tiap responden.
9. Teknik Grafis
Salah satu jenis tes kepribadian dalam psikologi proyektif yang berkembang pada awal abad ke 20 berupa interpretasi grafologi, yaitu tulisan tangan. Beberapa macam teknik tes grafis di antaranya,
a. Draw A Person
Tes grafis menggambar orang memiliki dua teori utama, yang pertama dari Goodenough – Harris yang mengungkap kemampuan dari IQ seseorang berdasarkan pandangan bahwa orang dapat menggambar sebelum membaca dan menulis.
Teknik kedua adalah dari Machover yang mengungkap kondisi psikis yang didasarkan pada teori psikoanalisa dari Freud.
b. Draw A Tree
Subjek diminta menggambar pohon karena tanaman memiliki sistem yang terbuka, dengan pertumbuhan yang mengarah ke luar dirinya.
Segala sesuatu yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman berlangsung di permukaan, di bawah kulit dan pada bagian ujung tunasnya dengan usaha untuk menjauhi area pusat pertumbuhannya, dan hal itu hanya ditunjukkan oleh pohon yang tidak pernah berhenti berkembang, tumbuh selalu sempurna hingga berbunga atau berbuah dan kemudian mati.
c. House Tree Person
Tes ini berasumsi bahwa selain manusia, pohon dan rumah juga memiliki suatu arti simbolis. Subjek akan diminta membuat gambar berupa rumah, pohon dan orang secara bebas tanpa ukuran.
d. WARTEGG (Drawing Completion Test)
Goresan subjek yang dilakukan untuk melengkapi sebuah gambar yang belum selesai dianggap dapat menunjukkan aspek emosi, imajinasi, intelektual dan aktivitas dari individu tersebut sehingga dapat mengungkap yang tersembunyi.
Teknik Berdasarkan Jenis Respons
Jenis-jenis respons merupakan dasar yang paling berguna dalam pengklasifikasian teknik-teknik proyektif. Beberapa metode yang didasarkan pada jenis-jenis respons yang diharapkan dari subjek di antaranya, 1. Teknik Associative
Teknik ini berupa tes di mana subjek menjawab stimulus atau rangsangan yang diberikan dengan perkataan, image atau ide yang muncul pertama kali di dalam pikirannya dalam waktu sesegera mungkin setelah ide tersebut tercetus di pikirannya.
Contohnya berupa modul tes Rorschach Inkblots dan Word Association.
2. Teknik Construction Procedures
Tuntutan dari teknik ini lebih kompleks terhadap subjek. Teknik proyektif dalam psikologi ini menugaskan subjek untuk mengkonstruk atau membuat suatu cerita atau produk yang dapat mengungkap keadaan atau kondisi psikologis klien tersebut.
Diharapkan untuk membuat, atau membuat lebih dari sesuatu, dengan kata lain menciptakan. Contoh tesnya adalah TAT, CAT, dan MAPS.
3. Teknik Completion Tasks
Tes ini berupa kegiatan untuk melengkapi kalimat atau cerita yang sudah disediakan sebelumnya oleh pihak penguji. Teknik ini berupa penjelasan diri ketika subjek diberi satu produk yang tidak lengkap, dengan tugas untuk melengkapinya.
Stimulus dalam tes ini lebih terstruktur sehingga kebebasan dalam memberi respons kurang jika dibandingkan dengan teknik konstruktif. Contohnya berupa tes SSCT dan Rosenzweig Picture- Frustation Study.
4. Teknik Choice or Ordering Devices
Teknik yang kaitannya dengan metode psikometrik sangat erat untuk mengatur kembali gambar – gambar, kemudian mencatat referensi atau sejenisnya. Respons yang dituntut dalam tes ini masih relatif sederhana dan terbatas, sehingga paling kurang berkontribusi dalam kebebasan dan spontanitas respons dari subjek.
Contoh berupa Szondi Test dan Tomkins Horn Picture Arrangement Test, Kahn Test of Symbol Arrangement.
5. Teknik Expression
Subjek tidak hanya diberi kesempatan untuk berproyeksi namun juga dapat mengekspresikan dirinya. Metode ini menjadi jembatan antara diagnostik dan terapeutik dengan mengevaluasi gambar yang dikerjakan oleh subjek dan mengevaluasi cara atau teknik yang digunakan subjek untuk melakukan sesuatu.
Contohnya tes BAUM, HTP, dan DAP.
Kelebihan dan Kekurangan Tes Proyektif
1. Rapport dan keleluasaan PenggunaanSebagian besar teknik proyektif dapat berfungsi sebagai ice breaker selama terjalinnya hubungan antara tester dan testi. Tugas-tugasnya menarik dan tidak membosankan, bahkan seringkali bersifat menghibur.
Sehingga dapat digunakan untuk anak-anak, mereka yang buta huruf, dan orang-orang dengan gangguan bicara.
2. Faking
Pada umumnya teknik proyektif dapat terhindar dari kecenderungan terjadinya faking, di bandingkan dengan self-report.
3. Variabel Tester dan Situasi
Sudah dijelaskan bahwa sebagian besar teknik proyektif lemah dalam standardisasi administrasi maupun skoringnya. Oleh karena itu untuk hasil yang akurat sangat penting diperhatikan situasi tester, perilaku tester. Karena hal ini dapat mempengaruhi produktivitas respons, defens, imajinasi dari klien.
4. Norma
Kelemahan dari teknik proyektif adalah data normatif. Sejumlah data mungkin sangat kurang, tidak akurat, atau meragukan. Hal ini juga akan berpengaruh pada obyektivitas interpretasi. Kebanyakan para klinisi akan menggunakan pengalaman klinisnya dalam interpretasi, sehingga hasilnya menjadi bias.
5. Reabilitas
Sebuah teknik, seperti halnya teknik proyektif, yang dianggap mempunyai prosedur skoring yang relatif kurang terstandar, reabilitas scorer atau penilai menjadi sangat penting.
6. Validitas
Studi tentang validitas teknik proyektif yang banyak dilakukan adalah concurrent criterion – related validity. Dengan cara membandingkan performasi dari kelompok-kelompok kontras, seperti kelompok okupasional dengan kelompok diagnostik, dengan menggunakan alat ukur lain yang mengungkap hal yang sama.
Dari berbagai sumber
Post a Comment