Pola Asuh: Pengertian, Aspek, Faktor yang Mempengaruhi, Teori, dan Macamnya

Table of Contents
Pengertian Pola Asuh
Pola Asuh

Pengertian Pola Asuh

Pola asuh adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak. Secara epistemologi kata “pola” diartikan sebagai cara kerja, dan kata “asuh” berarti menjaga, merawat, mendidik membimbing, membantu, melatih anak yang berorientasi menuju kemandirian.

Pola asuh merupakan cara terbaik yang ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung jawab kepada anak. Pola asuh ditujukan untuk meningkatkan serta mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, finansial, dan intelektual seorang anak sejak bayi hingga dewasa.

Setiap orangtua perlu punya dasar pola asuh yang baik agar anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang bisa dan sesuai dengan masyarakat. Hal yang perlu diingat, pola asuh akan memengaruhi kepribadian dan karakter anak di masa mendatang.

Pola Asuh Menurut Para Ahli
1. Morrison (2016), pola asuh adalah pengasuhan dan pendidikan anak-anak di luar rumah secara komprehensif untuk melengkapi pengasuhan dan pendidikan anak yang diterima dari keluarganya.
2. Gunarsa (1990), pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan.
3. Palupi (2013), pola asuh adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
4. Thoha (1996), pola asuh adalah sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak.
5. Mussen (1994), pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut antara lain pengetahuan, nilai moral, dan standar perilaku yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti.
6. Markum (1999), pola asuh adalah cara orang tua mendidik anak dan membesarkan anak yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan, serta pengaruh kepribadian orang tua (orang tua sendiri atau orang yang mengasuhnya).
7. Santrock (2002), pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial.

Aspek Pola Asuh

Pola asuh orang tua memiliki dua aspek utama menurut Maccoby (1980) di antaranya,
1. Dimensi Kontrol. Berhubungan dengan sejauh mana orang tua mengharapkan dan menuntut kematangan serta perilaku yang bertanggung jawab dari anak. Adapun indikator dari dimensi kontrol di antaranya,
a. Pembatasan (Restrictiveness)
Pembatasan merupakan suatu pencegahan atas suatu hal yang ingin dilakukan anak. Keadaan ini ditandai dengan banyaknya larangan yang dikenakan pada anak. Orang tua cenderung memberikan batasan-batasan terhadap tingkah laku atau kegiatan anak tanpa disertai penjelasan mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

b. Tuntutan (Demandingeness)
Adanya tuntutan berarti orang tua mengharapkan dan berusaha agar anak dapat memenuhi standar tingkah laku, sikap serta tanggung jawab sosial yang tinggi atau yang telah ditetapkan. Tuntutan yang diberikan oleh orang tua akan bervariasi dalam hal sejauh mana orang tua menjaga, mengawasi atau berusaha agar anak memenuhi tuntutan tersebut.

c. Sikap Ketat (Strictness)
Aspek ini dikaitkan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas menjaga anak agar selalu mematuhi aturan dan tuntutan yang diberikan oleh orang tuanya. Orang tua tidak menginginkan anaknya membantah atau tidak menghendaki keberatan-keberatan yang diajukan anak terhadap peraturan-peraturan yang telah ditentukan.

d. Campur Tangan (Intrusiveness)
Campur tangan orang tua dapat diartikan dapat diartikan sebagai intervensi yang dilakukan orang tua terhadap rencana-rencana anak, hubungan inter personal anak atau kegiatan lainnya.

e. Kekuasaan yang Sewenang-wenang (Arbitrary exercise of power)
Orang tua yang menggunakan kekuasaan sewenang-wenang, memiliki kontrol yang tinggi dalam menegakkan aturan-aturan dan batasan-batasan. Orang tua merasa berhak menggunakan hukuman bila tingkah laku anak tidak sesuai dengan yang diharapkan.

2. Dimensi Kehangatan. Kehangatan merupakan aspek yang penting dalam pengasuhan anak karena dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kehidupan keluarga. Dimensi kehangatan memiliki beberapa indikator di antaranya,
a. Perhatian orang tua terhadap kesejahteraan anak.
b. Responsivitas orang tua terhadap kebutuhan anak.
c. Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama dengan anak.
d. Menunjukkan rasa antusias pada tingkah laku yang ditampilkan anak.
e. Peka terhadap kebutuhan emosional anak.

Sementara Frick membagi dimensi parenting practices dalam lima dimensi (Mutiah, 2011) di antaranya,
1. Involment with children
Sejauh mana orang tua terlibat bersama aktivitas bersama anak-anaknya. Orang tua akan melakukan banyak hal bagi anak-anak mereka dan dalam sepanjang kehidupannya. Mereka akan mengupayakan untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya baik kebutuhan secara fisik, emosi maupun sosial.

2. Positive parenting
Suatu bentuk pujian atau reward yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya ketika melakukan suatu aktivitas yang membanggakan atau mencapai suatu keberhasilan/prestasi.

3. Corporal punishment
Pemberian hukuman, lebih mengarah kepada hukuman fisik. Orang tua memberikan hukuman kepada anak ketika mereka tidak mau mematuhi ataupun tidak menaati apa yang di inginkan atau yang diharapkan oleh orang tuanya.

4. Monitoring
Suatu kegiatan dari orang tua terhadap anak-anak dalam memantau aktivitas anak, mencatat kegiatan anak serta memastikan bahwa mereka tetap dalam batas-batas yang wajar dan tidak menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan.

5. Consistency in the use of such discipline
Menerapkan apa yang telah dibuat sesuai kesepakatan atau memberikan sanksi yang sesuai bila anak-anak melanggar aturan yang telah ditetapkan bersama.

Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah (Zulfikar, 2017) di antaranya,
1. Pendidikan Orang Tua
Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengauhi persiapan mereka dalam menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.

2. Lingkungan
Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

3. Budaya
Sering kali orang tua mengikuti cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat di sekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak ke arah kematangan.

Sementara menurut Hurlock (1997), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap tumbuh kembang anak di antaranya,
1. Tingkat sosial ekonomi. Orang tua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah lebih bersikap hangat, dibandingkan orang tua yang tingkat sosial ekonominya rendah.
2. Tingkat pendidikan. Latar belakang tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi dalam praktik asuhannya terlihat lebih sering membaca artikel untuk melihat perkembangan anaknya, sedangkan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah cenderung otoriter dan memperlakukan anaknya dengan ketat.
3. Kepribadian. Kepribadian orang tua sangat mempengaruhi pola asuh. Orang tua yang konservatif cenderung akan memperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter.
4. Jumlah anak. Orang tua yang memiliki anak hanya 2 sampai 3 orang cenderung lebih intensif pengasuhannya, di mana interaksi antara orang tua dan anak lebih menekankan pada perkembangan pribadi dan kerja sama antar anggota keluarga.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola asuh orang tua dalam keluarga menurut Walker (1992) di antaranya,
1. Budaya setempat. Dalam hal ini mencakup segala aturan, norma, adat dan budaya yang berkembang di dalamnya.
2. Ideologi yang berkembang dalam diri orang tua. Orang tua yang mempunyai keyakinan dan ideologi tertentu cenderung untuk menurunkan kepada anak-anaknya dengan harapan bahwa nantinya nilai dan ideologi tersebut dapat tertanam dan dikembangkan oleh anak dikemudian hari.
3. Letak geografis dan norma etis. Penduduk pada dataran tinggi tentu memiliki perbedaan karakteristik dengan penduduk dataran rendah sesuai tuntutan dan tradisi yang dikembangkan pada tiap-tiap daerah.
4. Orientasi religius. Orang tua yang menganut agama dan keyakinan religius tertentu senantiasa berusaha agar anak pada akhirnya nanti juga dapat mengikutinya.
5. Status ekonomi. Dengan perekonomian yang cukup, kesempatan dan fasilitas yang diberikan serta lingkungan material yang mendukung cenderung mengarahkan pola asuh orang tua menuju perlakuan tertentu yang dianggap orang tua sesuai.
6. Bakat dan kemampuan orang tua. Orang tua yang memiliki kemampuan komunikasi dan berhubungan dengan cara yang tepat dengan anaknya cenderung akan mengembangkan pola asuh yang sesuai dengan diri anak.
7. Gaya hidup. Gaya hidup masyarakat di desa dan di kota besar cenderung memiliki ragam dan cara yang berbeda dalam mengatur interaksi orang tua dan anak.

Teori Pola Asuh

Sama seperti kepribadian individu, cara mengasuh antara orang tua yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Meskipun demikian, cara mengasuh tersebut masih dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe pola asuh dengan karakteristiknya masing-masing.

Berdasarkan berbagai teori dan literatur yang ada dalam psikologi anak, terdapat sebuah konsep yang selalu menjadi rujukan dalam membahas tipe pola asuh atau parenting styles. Konsep tersebut dicetuskan oleh Diana Blumberg Baumrind dengan memberikan penjabaran dan pengelompokan setiap tipe pola asuh secara jelas.

Tipe pola asuh didefinisikan oleh Baumrind sebagai sikap orang tua terhadap pengasuhan anak serta bagaimana orang tua menerapkannya sebagai upaya untuk mensosialisasikan anak-anak mereka (Estlein, 2016). Berdasarkan konsep yang Baumrind, pola asuh terdiri atas tiga tipe yakni otoriter, permisif dan otoritatif.

Ketiga tipe pola asuh tersebut dilihat dari pola otoritas orang tua terhadap anak, nilai-nilai atau values yang dimiliki orang tua, serta perilaku dari orang tua tersebut. Pada perkembangannya, Maccoby dan Martin dalam Estlein (2016) membedakan tipe pola asuh permisif menjadi dua berdasarkan parental demandingness dan responsivity, yakni indulgent dan neglectful (lalai).

Parental demandingness didefinisikan sebagai sikap serta perilaku orang tua yang bertujuan untuk mengenalkan lingkungan sosial seperti keluarga dan aturan budaya kepada anak melalui pendisiplinan dan batasan yang jelas agar anak mematuhinya.

Pada aspek parental responsiveness, dukungan dari orang tua semata-mata hanya bertujuan untuk mendorong anak agar mampu mengembangkan kemandirian dan regulasi diri tanpa melibatkan rasa cinta kasih dan pujian.

Macam Pola Asuh Orang Tua

1. Pola asuh otoriter
Tipe pengasuhan otoriter atau authoritarian merupakan sebuah pengasuhan anak di mana orang tua melihat keluarga sebagai sebuah hierarki dan melihat diri mereka sebagai sosok yang berada di puncak hierarki tersebut. Orang tua juga memberikan aturan-aturan sebagai bentuk pengontrolan dan pembatasan dengan harapan anak akan patuh dan tidak melanggar aturan yang ada.

Pada praktiknya, apabila anak tidak mengikuti aturan yang diberikan, orang tua cenderung akan memberikan hukuman. Tidak hanya itu, hubungan antara keduanya juga tidak terjalin dengan baik karena adanya batasan komunikasi verbal.

Hal ini salah satunya dikarenakan orang tua dengan tipe pola asuh otoriter cenderung tidak menerima perbedaan atau pertentangan, yang berujung pada sedikitnya penggunaan kalimat yang mendukung anak serta cenderung memberikan respons yang mengecilkan hati.

Penelitian yang dilakukan oleh Lavrič & Naterer (2020) menunjukkan bahwa penerapan tipe pengasuhan otoriter saja tanpa dikombinasikan dengan tipe pengasuhan otoritatif memberikan dampak negatif bagi anak dan terbawa hingga mereka dewasa.

Hal ini dibuktikan dengan rendahnya kepuasan hidup (Lavrič & Naterer, 2020), harga diri yang rendah dan psychological maladjustment atau ketidaksesuaian psikologis yang buruk (Perez-Gramaje dkk., 2019).

2. Pola asuh otoritatif
Secara sederhana, authoritative parenting atau tipe pola asuh otoritatif merupakan tipe pengasuhan yang mengkombinasikan kontrol dan dukungan emosional orang tua terhadap anak dengan seimbang (Estlein, 2016).

Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak juga terbilang baik karena menerapkan komunikasi dua arah yang supportive dan memungkinkan anak untuk melakukan diskusi dengan orang tuanya.

Penerapan pola asuh ini memberikan kesempatan anak untuk mengasah kemandiriannya secara bertanggung jawab sehingga separation anxiety disorder dapat terhindar. Dengan adanya kesempatan untuk matang sesuai usianya, anak dengan tipe pola asuh otoritatif cenderung memiliki karakter yang mandiri, riang, berorientasi pada pencapaian atau achievement-oriented hingga memiliki kontrol diri yang baik (Santrock, 2014).

Lavrič dan Naterer (2020) melalui penelitiannya menemukan bahwa anak pada keluarga yang menerapkan tipe pola asuh otoritatif atau demokratis memberikan dampak positif di masa depan. Dampak positif tersebut berupa adanya kepuasan hidup yang baik ketika anak dengan pola asuh otoritatif ini beranjak dewasa.

Berdasarkan penelitian tersebut, tipe pengasuhan otoritatif juga dapat dikombinasikan dengan pola asuh permisif maupun otoriter untuk mengurangi efek negatif yang dapat muncul dari kedua pola asuh tersebut.

3. Pola asuh Permisif
Tipe pengasuhan permisif berupa pola asuh yang mana orang tua memberikan dorongan agar anak mandiri, dengan memberikan kebebasan dan otoritas sepenuhnya kepada anak, tanpa adanya aturan, kontrol dan hukuman. Orang tua dengan pengasuhan ini melakukan konfrontasi terhadap perilaku yang dilakukan sang anak.

Memberikan kebebasan kepada anak tanpa aturan, kontrol maupun hukuman dapat memberikan efek buruk dalam tumbuh kembang mereka. Berdasarkan literature review dilakukan Becona dkk. (2011) diketahui bahwa pola asuh permisif cenderung membawa dampak seperti meningkatkan risiko gangguan penyalahgunaan obat, ketergantungan  rokok dan minuman beralkohol.

Meskipun demikian, gangguan tersebut tidak sepenuhnya dikarenakan pola asuh permisif dan dapat diperkuat oleh latar belakang budaya yang memungkinkan individu untuk mengkonsumsi rokok hingga menyalahgunakan obat dan alkohol.

4. Pola asuh indulgent
Indulgent parenting merupakan tipe pengasuhan yang dikembangkan oleh Maccoby dan Martin dari pola asuh permisif yang dicetuskan Baumrind. orang tua yang menggunakan pola pengasuhan ini memiliki karakteristik demandingness yang rendah, akan tetapi memiliki aspek responsiveness yang tinggi (Estlein, 2016).

Secara general, orang tua memiliki anggapan bahwa dengan memberikan kebebasan melalui pola asuh ini, anak dapat tumbuh dengan baik karena anak tidak terkekang.

Walaupun terlihat membawa dampak positif bagi perkembangan anak, pola asuh indulgent dalam jangka panjang dapat memberikan efek yang tidak diharapkan. Beberapa efek yang muncul pada perilaku anak yakni jarang belajar untuk menghargai orang lain, kontrol diri yang buruk, mendominasi, kesulitan dalam relasi dengan teman sebaya, dan lain sebagainya (Santrock, 2014).

Selain itu, orang dewasa yang diasuh tipe indulgent di masa anak-anak dan remajanya cenderung lebih banyak mengembangkan gejala depresi dan kecemasan serta memiliki kemampuan regulasi emosi yang buruk (Cui dkk., 2019).

5. Pola Asuh Neglectful
Apabila pada pola asuh indulgent orang tua masih terlibat dalam pengasuhan, maka berbeda dengan tipe pola asuh neglectful atau mengabaikan. Tipe pola asuh neglectful ini serupa dengan artinya, yang mana aspek demandingness maupun responsiveness pada orang tua rendah (Estlein, 2016).

Estlein (2016) menggambarkan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh neglectful cenderung memiliki keyakinan bahwa peran mereka sebagai orang tua hanya sebatas untuk pemenuhan kebutuhan dasar.

Kondisi tersebut juga berakibat pada kurangnya perhatian orang tua pada aspek non material, seperti perkembangan emosi, sosial, dan emosional yang juga membutuhkan peran orang tua agar dapat berkembang dengan baik.

Tumbuh dengan tipe pola asuh neglectful memberikan dampak buruk yang cukup besar bagi seorang anak. Penelitian yang dilakukan Perez-Gramaje dkk. (2019) menunjukkan bahwa anak yang diasuh dengan tipe pola asuh tersebut memiliki harga diri yang rendah serta ketidaksesuaian psikologis yang paling parah, sama seperti anak yang diasuh secara otoriter.

Dari segi akademis, pola asuh neglectful memberikan dampak paling buruk dibandingkan tipe pola asuh yang lain (Yang & Zhao, 2020). Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena kurangnya komunikasi dan sumber belajar menjadikan anak sulit untuk mengembangkan perilaku belajar yang baik.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment