Semar: Pengertian, Bentuk Fisik, Asal-usul, dan Makna Spiritualnya

Pengertian Semar
Semar
Pengertian Semar
Semar adalah nama tokoh utama dalam punakawan di pewayangan Jawa. Nama lengkap Batara Ismaya Batara Iswara Jurudyah Punta Prasanta Semar. Mendapat julukan Badranaya. Badra berarti rembulan, naya artinya wajah atau nayantaka, sedangkan taka berarti pucat. Hal ini menunjukkan sosoknya yang berwatak seperti rembulan dengan wajah pucat. Artinya, dia tidak mengumbar hawa nafsu.

Semar dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan wiracarita Mahabharata dan Ramayana. Meski nama Semar sendiri tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut (berbahasa Sanskerta), karena tokoh ini merupakan ciptaan tulen pujangga Jawa.

Semar yang dianggap sebagai leluhur orang Jawa yang merupakan tokoh mitologi tertua di Indonesia yang sarat makna spiritual.

Bentuk Fisik Semar
Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar selalu tersenyum, tetapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka.

Wajahnya tua tetapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tetapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.

Asal-usul Semar
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.
1. Naskah Serat Kanda
Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sang Hyang Batara Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sang Hyang Batara Tunggal dan Sang Hyang Batara Wenang/ Sang Hyang Asip Prono atau Sang Hyang Asip Rono.

Karena Sang Hyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sang Hyang Wenang. Dari Sang Hyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Batara Guru. Sang Hyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.

2. Naskah Paramayoga
Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sang Hyang Tunggal adalah anak dari Sang Hyang Wenang. Sang HyangTunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti atau Batari Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sang Hyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria.

Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus.

Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuhan memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumayasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya.

Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.

3. Naskah Purwakanda
Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Sang Hyang Batara Puguh, Sang Hyang Batara Punggung, Sang Hyang Batara Manan, dan Sang Hyang Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh.

Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog Tejomantri sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar Batara Guru.

Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada atau Resi Kanekaputra dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.

4. Naskah Purwacarita
Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putri Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki.

Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung.

Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati beberapa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, tetapi tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat.

Sanghyang Tunggal mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi manusia biasa dan harus turun ke dunia, Manikmaya yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan Tribhuwana, bergelar Batara Guru.

Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog Tejomantri mempunyai teman Bilung Sarawita yang ditugaskan untuk mengemong mengasuh atau menuntun bangsa yang berwatak serakah bengis kejam angkara murka dan Semar ditugaskan untuk mengasuh mengemong menuntun para manusia Satria yang mempunyai watak santun berbudi pekerti luhur

Makna Spiritual Semar Dalam Wayang
Dalam wayang tokoh Semar digambarkan berkulit hitam, wajahnya putih, memiliki rambut (kuncung) yang berjumlah 99 helai, jari tangannya mengepal kecuali telunjuknya yang keluar mengacung (seperti saat tasyahud dalam sholat).

Semar tidak memakai baju, pinggangnya memakai kain berwarna hitam dan putih bercorak kotak-kotak, dan membawa kantong selendang. Jika ia berjalan setiap tiga langkah ia menengok ke kanan dan ke kiri lalu menengok ke belakang.

Semar berkulit hitam, simbol orang yang bekerja keras di bawah terik matahari, menggambarkan manusia yang selalu berjuang. Ia tidak ingin mendapatkan untung tanpa usaha. Warna hitam juga adalah simbol dari tanah (Bumi). Wajah Semar digambarkan berwarna putih menggambarkan hati dan pikirannya yang bersih, yang tercermin di wajahnya.

Semar memiliki rambut (kuncung) berjumlah 99 helai. Nama-nama Tuhan dalam agama Islam juga ada 99. Artinya 99 nama Tuhan harus selalu diingat dan dijaga dalam pikiran serta diteladani. 99 nama Tuhan harus selalu dijadikan landasan berpikir sebelum bertindak. Ini dilambangkan dengan (kuncung) 99 helai rambut Semar yang ada di kepalanya.

Begitu juga lubang yang ada di tubuh manusia berjumlah sembilan. 2 lubang mata, 2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 1 lubang mulut, 1 lubang kelamin, dan 1 lubang dubur.

Jari tangan Semar digambarkan mengepal kecuali jari telunjuknya yang mengacung (seperti saat tasyahud dalam sholat). Satu jari telunjuk yang mengacung adalah simbol bahwa jalan dan tujuan hidupnya lurus menuju Tuhan Yang Maha Esa. Semua yang dilakukannya hanya untuk mendapatkan ridho Tuhan.

Tokoh Semar pada wayang golek tidak memakai baju, simbol manusia yang sederhana dan tidak sombong dengan harta dunia. Sebab baju atau pakaian manusia yang sebenarnya adalah kesucian, kehormatan dan kebaikan. Semar tidak memakai baju yang dibuat oleh tangan manusia. Artinya Semar melepaskan segala sifat negatif dari diri manusia, yakni sifat sombong, angkuh, amarah, iri, dengki, jail, keji dan seterusnya.

Tokoh Semar berjalan setiap tiga langkah menengok ke kiri, ke kanan dan ke belakang. Artinya manusia harus peka pada lingkungan sekitarnya. Menengok ke kiri dan ke kanan adalah simbol kepedulian.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Semar: Pengertian, Bentuk Fisik, Asal-usul, dan Makna Spiritualnya"