Somasi: Pengertian, Penyebab, dan Pembuatan Surat Somasi

Table of Contents
Pengertian Somasi
Somasi

Pengertian Somasi

Somasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah teguran untuk membayar dan sebagainya. Tujuan pemberian somasi adalah pemberian kesempatan kepada pihak calon tergugat untuk berbuat sesuatu atau menghentikan suatu perbuatan sebagaimana tuntutan pihak penggugat. Cara ini efektif untuk menyelesaikan sengketa sebelum perkara diajukan ke pengadilan.

Somasi bisa dilakukan individual atau kolektif baik oleh kuasa hukum maupun pihak yang dirugikan (calon penggugat). Somasi dalam sumber lain adalah sejenis teguran yang didasarkan atas pikiran bahwa debitur memang masih mau paling tidak melalui somasi dapat diharapkan mau untuk berprestasi. Di samping hal semacam itu pernyataan lalai pada umumnya diperlukan kalau orang hendak menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian.

Penyebab Somasi

Demikian terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya somasi di antaranya,
1. Debitur melakukan prestasi yang salah, contohnya kreditur menerima satu karung pasir yang seharusnya sekarung emas.
2. Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang sudah dijanjikan. Tidak memenuhi prestasi bisa saja terlambat dalam melaksanakan prestasi atau sama sekali tidak memberikan prestasi.
3. Prestasi yang dilakukan oleh debitur sudah tidak berguna lagi untuk kreditur karena lewat waktu dari yang dijanjikan.

Prestasi dan Wanprestasi
Somasi merupakan teguran supaya debitur memenuhi prestasi. Dari situlah somasi memiliki arti kalau debitur belum berprestasi. Kalau debitur sudah berprestasi maka tidak perlu dikeluarkan somasi atau peringatan. Debitur dapat dikatakan wanprestasi jika ia terlambat berprestasi, tidak berprestasi sama sekali atau salah berprestasi.

Prestasi yang dilakukan debitur haruslah baik dan benar, sesuai dengan yang sudah dijanjikan. Jika debitur memberikan prestasi yang salah kepada kreditur maka bisa disebut dengan tidak berprestasi. Kreditur memiliki hak untuk protes jika kreditur menerima barang lain yang telah dijanjikan oleh debitur jika si kreditur tidak puas atau keberatan dengan hal tersebut.

Terdapat beberapa akibat jika wanprestasi di antaranya,
Perikatan tetap ada. Kreditur masih bisa menuntut kepada debitur jika debitur terlambat untuk memenuhi prestasinya. Selain itu, kreditur berhak untuk menuntut ganti rugi karena keterlambatan memberikan prestasi sesuai dengan jatuh tempo yang sudah ditentukan. Hal ini disebabkan karena kreditur akan mendapat untung jika debitur melaksanakan prestasinya dengan tepat waktu.

Debitur harus ganti rugi kepada kreditur, hal ini tercantum dalam Pasal 1243 KUH Perdata. Beban risiko dialihkan untuk kerugian debitur jika halangan tersebut timbul setelah debitur dinyatakan wanprestasi. Kecuali jika ada kesengajaan besar dari pihak kreditur.

Akibat kelalaian kreditur yang bisa dipertanggungjawabkan ketika debitur dalam keadaan memaksa, beban risiko dialihkan menjadi kerugian debitur dan dengan demikian debitur hanya bertanggung jawab dalam hal kesalahan besar atau kesengajaan lainnya, dan kreditur tetap diwajibkan memberi prestasi balasan yang di mana tertera sesuai dalam Pasal 1602 KUH Perdata.

Berdasarkan asas hukum Common Law, jika terjadi wanprestasi maka kreditur dapat menggugat debitur untuk mengganti rugi, bukan pemenuhan prestasi. Namun seiring perkembangannya, di samping ganti rugi ada juga pemenuhan prestasi.

Dari kedua gugatan tersebut, dalam hukum Anglo-Amerika tidak diperlukan gugatan khusus untuk pembubaran karena hal itu dapat dilakukan tanpa campur tangan hakim. Tidak semua wanprestasi menimbulkan hak pembubaran perjanjian karena adanya batasan pada pelanggaran yang berat.

Keadaan Memaksa
Ketentuan keadaan memaksa tertera dalam Pasal 1244 KUH perdata dan Pasal 1245 KUH Perdata. Di mana bunyi Pasal 1244 KUH Perdata adalah,
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepat waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Walaupun tidak ada iktikad buruk padanya.”

Sedangkan Pasal 1245 KUH Perdata berbunyi,
“Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang olehnya.”

Dari Pasal tersebut, debitur diberikan kelonggaran untuk tidak mengganti biaya, ganti rugi dan bunga kepada kreditur, karena suatu keadaan yang berada di luar kendalinya. Ada hal yang menyebabkan debitur tidak perlu mengganti rugi atau membayar bunga seperti adanya hal yang tak terduga, terjadi secara kebetulan dan keadaan memaksa.

Pembuatan Surat Somasi

Adapun pihak-pihak yang berhak membuat somasi adalah juru sita, BPUN (Badan Urusan Piutang Negara) dan lain sebagainya. Hal-hal yang harus dimuat dalam surat somasi di antaranya,
1. Hal-hal yang dituntut menyangkut pembayaran pokok serta bunganya
2. Dasar tuntutan
3. Tanggal paling lambat untuk melakukan pembayaran

Terdapat beberapa peristiwa yang tidak mensyaratkan pernyataan lalai sebagaimana dikemukakan dalam uraian ini (Niewenhuis, 1998):
1. Si berutang (debitur) mengakui kelalaiannya
2. Si berutang (debitur) menolak pemenuhan yang berarti jika dilakukan somasi pun tidak akan membuat perubahan sikap terhadap si berutang (debitur)
3. Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan, misalnya dikarenakan barang yang hendak diserahkan itu hilang
4. Pemenuhan prestasi tidak berarti lagi bagi si kreditur
5. Si berutang (debitur) melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya

Surat teguran (somasi) ini paling sedikit dilakukan sebanyak tiga kali dengan mempertimbangkan tempat kedudukan/tinggal si kreditur dengan si debitur. Tenggat waktu yang paling ideal untuk menyampaikan teguran antara peringatan I, II, III adalah tiga puluh hari.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment