Penyertaan (Deelneming): Pengertian dan Bentuknya

Pengertian Penyertaan atau Deelneming dan Bentuknya
Penyertaan (Deelneming)

Pengertian Penyertaan (Deelneming)
Penyertaan (deelneming) dalam hukum pidana adalah sebuah istilah hukum yang mengacu pada keikutsertaan dan pembantuan seseorang dalam melakukan suatu tindak pidana. Dalam hal ini bahwa seseorang dalam melakukan tidak pidana tidak selalu bekerja sendiri.

Seringkali suatu tindak pidana dilakukan oleh beberapa pelaku, atau, dari seseorang, orang lain dapat melakukan kejahatan itu. Bentuk-bentuk penyertaan terdapat dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.

Pasal 55 KUHP Indonesia menyebutkan bahwa pelaku yang melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doen pleger), turut serta melakukan (medepleger), dan menganjurkan atau menggerakkan melakukan (uitlokker), dipidana sebagai pembuat (dader).

Sementara Pasal 56 KUHP Indonesia menyebutkan bahwa pelaku yang sengaja memberi bantuan pada saat kejahatan dilakukan (medeplichtigheid bij een misdrijf) dan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan (medeplichtigheid tot een misdrijf), dipidana sebagai pembantu (medeplichtige).

Bentuk Penyertaan (Deelneming)
Berdasarkan pasal tersebut di atas, deelneming dapat dibagi menjadi dua di antaranya,
1. Pembuat (Dader)
Yang dimaksud dengan pembuat atau dader adalah barang siapa yang melaksanakan semua unsur yang dirumuskan dalam pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pembuat atau dader ini terbagi atas empat golongan di antaranya,
a. Pleger (Pelaku), yaitu orang yang melakukan sendiri suatu tindak pidana dan dipandang sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas tindak pidana tersebut.
b. Doenpleger (Orang yang Menyuruh Melakukan), yaitu orang yang melakukan kejahatan dengan perantaraan orang lain. Adapun unsur-unsur dari doenplager di antaranya,
a) Alat yang dipakai adalah manusia
b) Alat yang dipakai berbuat tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun hal-hal yang menyebabkan alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan di antaranya,
a) Apabila ia tidak sempurna pertumbuhan kejiwaannya, yang diatur dalam pasal 44.
b) Apabila dia berbuat karena daya paksa yang diatur dalam pasal 48.
c) Apabila dia berbuat karena melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah, diatur dalam pasal 51 ayat 2.
d) Apabila ia tidak memiliki maksud seperti yang diisyaratkan untuk berbuat kejahatan.

c. Medepleger (Orang yang Turut Serta), yaitu orang yang dengan sengaja turut serta melakukan suatu tindak pidana. Adapun syarat-syarat adanya medeplager di antaranya,
a) Adanya kerja sama secara sadar
b) Adanya pelaksanaan bersama secara fisik

d. Uitlokker (Penganjur), yaitu orang yang menggerakkan orang lain agar berbuat suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang. Adapun syarat penganjur dapat dipidana di antaranya,
a) Adanya kesengajaan menggerakkan orang lain.
b) Menggerakkan dengan sarana seperti yang diatur dalam KUHP.
c) Putusan kehendak pembuat materiil ditimbulkan karena adanya upaya tersebut.
d) Pembuat materiil mencoba atau melakukan tindak pidana yang dianjurkan tersebut.
e) Pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan.

2. Pembantuan (Medeplichtige)
Dalam pasal 56 KUHP diatur tentang pembantuan yang terdiri dari dua jenis di antaranya,
a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan
b. Pembantuan pada saat sebelum kejahatan dilakukan.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Penyertaan (Deelneming): Pengertian dan Bentuknya"