Natalitas: Pengertian, Faktor Pendorong, serta Natalitas di Negara Terbelakang dan Negara Maju

Pengertian Natalitas
Natalitas

Pengertian Natalitas
Natalitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah laju kelahiran yang memperlihatkan jumlah keturunan yang dihasilkan oleh setiap betina dalam suatu populasi per satuan waktu tertentu (biologi). Dengan kata lain, natalitas merupakan penambahan populasi dalam suatu lingkungan dengan bentuk kelahiran bayi.

Perhitungan kepadatan penduduk dalam natalitas adalah kelahiran setiap 1.000 penduduk per satu tahun. Selain mengetahui jumlah penambahan penduduk, perhitungan natalitas juga berguna untuk mengetahui kesuburan pasangan dalam satu lingkup lingkungan. Terdapat standar skala yang menentukan kualitas dari natalitas.

Standarnya yaitu apabila dalam satu tahun, per 1.000 penduduk kelahirannya di bawah angka 20, artinya rendah. Jika kelahirannya di angka 20 sampai dengan 30 akan dimasukkan dalam rentang sedang. Jika angka kelahirannya 30 ke atas barulah bisa dikatakan tinggi.

Faktor Pendorong Natalitas
Di Indonesia, angka natalitas masih dalam kategori tinggi. Penyebabnya adalah masih banyaknya pasangan yang menikah di usia muda. Selain itu terdapat beberapa faktor lain di antaranya,
1. Tingkat Pendidikan Masyarakat
Faktor utama yang sangat mempengaruhi peningkatan kasus kelahiran ini adalah faktor pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang menjadi pendorong seseorang untuk menikah muda. Hal semacam ini, sudah marak terjadi pada masyarakat Indonesia.

Banyak sekali para pemuda yang memutuskan untuk mengakhiri pendidikannya tanpa berpikir panjang dengan dampak yang ditimbulkannya.

Keputusan untuk mengakhiri pendidikan ini tidak lain dan tidak bukan ditujukan untuk menikah di usia muda. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan seseorang nyatanya juga mempengaruhi pola pemikirannya terhadap suatu hal.

Seseorang yang memiliki latar pendidikan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk dapat berpikir secara rasional dan jangka panjang. Yang nantinya juga akan mempengaruhi pola pengambilan keputusannya.

2. Penetapan Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah yang kurang tegas terhadap permasalahan seperti ini juga dapat mempengaruhi tingginya angka kelahiran atau natalitas. Walaupun pemerintah telah menetapkan kebijakan “Keluarga Berencana” yang berhubungan dengan pembatasan jumlah anak. Hal itu nyatanya tidak dibarengi dengan penegakan yang tegas.

Sehingga banyak sekali masyarakat yang menyepelekan dan tidak menghiraukan sama sekali mengenai himbauan tersebut. Hal itu juga disebabkan kurangnya kesadaran pemerintah untuk melakukan sosialisasi lebih mendalam mengenai kebijakan keluarga berencana ini.

3. Kepercayaan atau Agama
Dari segi agama, kebanyakan juga tidak menegaskan mengenai pembatasan kepemilikan anak. Karena pada nyatanya, agama malah menganjurkan untuk manusia mensyukuri dan menerima berapapun jumlah anak yang telah diberikan oleh Tuhan. Dari segi agama sendiri nyatanya sangat mendukung peningkatan dari natalitas ini.

Selain mengenai anak, nyatanya agama juga lebih menganjurkan para pemeluknya untuk menyegerakan pernikahan. Apabila telah menemui pasangan yang cocok, akankah lebih baik untuk disegerakan menikah. Hal itu ditekankan untuk meminimalisir perbuatan-perbuatan buruk yang nantinya terjadi di luar pernikahan. Hal ini tentunya juga berpengaruh terhadap tingginya angka natalitas.

4. Kondisi Perekonomian
Kondisi perekonomian masyarakat yang kurang mendukung juga tidak kalah memberikan pengaruh besar terhadap tingginya angka kelahiran bayi ini. Seringkali masyarakat yang berekonomi rendah seperti ini, lebih menganjurkan anak anaknya untuk menikah daripada untuk meningkatkan pendidikannya lagi.

Hal ini dikarenakan, semakin seseorang berkeinginan untuk meningkatkan pendidikannya, maka tanggungan perekonomian keluarga pun kian bertambah. Untuk mengurangi tanggungan dari keluarga itu, maka sebagian besar keluarga lebih memilih untuk mendorong anaknya untuk menikah.

Sehingga nantinya, keperluan sang anak sudah menjadi tanggungan suami dan tidak ada urusannya sama sekali dengan keluarga. Anak yang seringkali dipaksa menikah adalah anak perempuan.

5. Struktur Keluarga
Pengalaman dari orang tua yang menikah muda, juga dapat dijadikan sebagai tuntutan bagi sang anak untuk menikah muda juga. Hal ini sudah menjadi tradisi turun temurun dari keluarga. Yang mana para orang tua akan menuntut anaknya untuk menikah di usia yang sangat muda.

Hal ini dilakukan bukan karena pengaruh kondisi perekonomian, melainkan sudah menjadi tuntutan dari keluarganya. Yang mana apabila tidak dilakukan, akan mendapatkan sanksi sosial berupa pengucilan dari pihak keluarga.

6. Pengaruh Adat Istiadat
Tidak hanya keluarga yang menentukan umur seharusnya sang anak menikah, melainkan adat istiadat nyatanya juga berperan penuh dalam hal ini. Sebagian adat istiadat yang masih terjaga keaslian dan kemurniannya, seringkali masih menjunjung adat pernikahan muda atau pernikahan dini. Hal ini mungkin dirasa lebih ekstrem apabila dibandingkan dengan tuntutan keluarga.

Hal itu dikarenakan tak jarang anak yang baru saja melewati masa balignya sudah dipaksa untuk melakukan pernikahan sesuai dengan anjuran adat. Hal ini tentunya sangat berdampak pada kondisi psikologis dari sang anak, yang cenderung belum matang dan belum dewasa.

7. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Masyarakat yang kurang sadar akan berbagai dampak yang akan ditimbulkan dari tingginya angka natalitas ini akan berkecenderungan untuk mengabaikan semua kebijakan pemerintah. Tentunya kebijakan yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi seks yang mana berdampak pada penurunan peluang untuk lahirnya anak.

Natalitas di Negara Terbelakang
Secara umum, angka ini meningkat secara progresif sehubungan dengan tahun-tahun sebelumnya, terutama di negara-negara terbelakang, terutama karena masalah budaya di antaranya,
1. Sering kali kurangnya perhatian pada natalitas berkaitan dengan masalah politik, kurangnya informasi atau pelatihan bagi warga negara.
2. Pembentukan keluarga besar karena anggota keluarga berkali-kali lebih banyak dibutuhkan untuk bertahan hidup.
3. Faktor agama sering memengaruhi, dalam beberapa agama aborsi atau metode kontrasepsi dilarang.
4. Secara budaya tidak ada distribusi waktu yang ditandai dan mereka tidak memiliki gagasan tentang waktu kerja dan waktu pendidikan.

Karena alasan inilah kenaikan angka natalitas seringkali eksplosif dan tidak dapat dikendalikan dari tahun ke tahun, sehingga menyebabkan populasi meningkat dua kali lipat setiap dua puluh tahun.

Natalitas di Negara Maju
Berbeda dengan negara maju atau yang disebut “dunia pertama”, tingkat natalitas lebih rendah, budaya juga memiliki tanggung jawab di sini. Berkat status dunia pertamanya, ia memiliki lebih banyak manfaat di antaranya,
1. Pendidikan seks lebih lengkap daripada di negara-negara terbelakang.
2. Keluarga berencana (pemerintah Cina meluncurkan kebijakan satu anak, pemerintah mendenda keluarga dengan lebih dari satu anak). Gagasan perencanaan negara ini adalah tanggung jawab total populasi, karena pertumbuhan populasi yang berlebihan akan berdampak pada tingkat ekonomi dan / atau teritorial.
3. Waktu dibagi antara waktu kerja dan waktu belajar, untuk mencapai kehidupan yang seimbang antara kehidupan profesional dan kehidupan pribadi masyarakat.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Natalitas: Pengertian, Faktor Pendorong, serta Natalitas di Negara Terbelakang dan Negara Maju"