Pelapukan: Pengertian, Faktor Penyebab, Jenis, dan Dampaknya

Pengertian Pelapukan
Pelapukan

Pengertian Pelapukan
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik.

Proses pelapukan membutuhkan waktu yang lama, dan biasanya dipengaruhi oleh cuaca. Derajat pelapukan dari suatu batuan sangat bergantung kepada faktor fisik lokal, struktur dan komposisi mineral batuan, iklim lokal, vegetasi, serta jangka waktu terjadinya pelapukan. Selain itu, siklus air serta hujan yang terjadi di wilayah tersebut juga sangat berpengaruh terhadap jenis pelapukan yang terjadi.

Faktor Penyebab Pelapukan
Terdapat 4 faktor yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan di antaranya,
1. Keadaan Topografi
Topografi suatu wilayah akan sangat mempengaruhi terjadinya pelapukan. Contohnya batuan yang berada pada lereng yang curam akan sangat dengan mudah lapuk, dibandingkan dengan batuan yang berada di lahan landai. Hal ini terjadi karena, batuan yang berada pada lereng yang curang akan bersinggungan langsung dengan cuaca di sekitar.

2. Keadaan Struktur Batuan
Keadaan struktur batuan di sini adalah kondisi fisik dan kimia dari suatu batuan. Kondisi fisik batuan meliputi warna batuan, sedangkan kondisi kimia meliputi unsur kimia yang terkandung di dalamnya. Batuan yang termasuk ke dalam batuan sedimen akan lebih mudah mengalami pelapukan, jika dibandingkan dengan batuan beku.

3. Cuaca dan Iklim
Unsur cuaca dan iklim sangat mempengaruhi terjadinya pelapukan pada batuan. Contohnya suhu udara, curah hujan, sinar matahari, dan angin. Contohnya di daerah yang siangnya memiliki suhu yang tinggi dan ketika malam hari suhunya rendah. Maka batuan di daerah tersebut akan mudah sekali mengalami pelapukan.

4. Keadaan Vegetasi
Vegetasi atau tumbuhan juga berpengaruh dalam proses pelapukan. Akar-akar tumbuhan biasanya akan memecah batuan yang di laluinya. Selain itu, serasah dedaunan yang gugur juga membantu dalam proses pelapukan. Hal ini disebabkan karena serasah dedaunan memiliki zat asam arang dan humus yang bisa merusak batuan.

Jenis Pelapukan
1. Pelapukan Mekanis
Pelapukan mekanis adalah hancurnya batu menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil oleh proses mekanis tanpa adanya perubahan komposisi kimiawi batuan. Pelapukan jenis ini umumnya terjadi di daerah yang memiliki sedikit vegetasi seperti gurun, gunung tinggi, dan daerah kutub. Pelapukan mekanis pada akhirnya akan mengubah batu-batu besar menjadi pasir.
a. Pelapukan Es (Frost Shattering)
Frost shattering merupakan pelapukan yang paling umum terjadi pada batuan. Pelapukan ini terjadi pada batuan yang memiliki retakan yang dapat dimasuki oleh air, terdapat sedikit vegetasi, dan mengalami fluktuasi temperatur di atas dan di bawah titik beku.

Ketika siang hari, cuaca yang lebih hangat memungkinkan air untuk memasuki retakan batuan, namun, pada malam hari di mana suhu lebih dingin, air yang berada dalam retakan tersebut membeku dan memecah batuan. Hal ini dapat terjadi karena
a) Es memiliki volume 9% lebih besar dibandingkan air dengan massa yang sama. Oleh karena itu, ketika air membeku, dia akan memperbesar retakan batuan.
b) Ketika air membeku menjadi es, partikel-partikel kecil air tertarik oleh kristal es tersebut, sehingga kristal es bisa bertumbuh semakin besar.

Fenomena air yang membeku-mencair yang terjadi berulang-ulang akan memperbesar retakan batuan sehingga batuan tersebut akhirnya pecah. Pelapukan seperti ini jarang terjadi pada daerah kutub karena suhu di sana jarang melebihi 0°C sehingga tidak terjadi proses air membeku-mencair.
 
b. Kristalisasi Garam
Ketika air memasuki pori-pori atau retakan pada batuan mengandung garam, maka ketika air tersebut menguap, terbentuklah kristal garam. Seiring dengan waktu, kristal garam ini membesar sehingga menekan batuan hingga akhirnya batu tersebut pecah.

Pelapukan jenis ini umumnya terjadi di gurun panas di mana terjadi proses kapiler, yaitu penarikan air dari bawah tanah ke atas tanah, dan batuan yang mayoritasnya adalah batu pasir. Selain padang pasir, kristalisasi garam juga dapat terjadi pada daerah pinggir pantai yang terkena air laut.
 
c. Pelepasan Tekanan (Pressure Release)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, mayoritas batuan terbentuk pada daerah dengan tekanan tinggi di dalam bumi. Tekanan yang tinggi membuat batu lebih kompak dan kuat. Ketika tekanan tersebut hilang, kekuatan batu pun menurun sehingga muncul retakan pada batuan yang dapat dimasuki oleh air dan unsur lainnya.

Ketika retakan muncul parallel terhadap permukaan batuan, terjadilah proses sheeting yang membuat permukaan luar batuan terkelupas perlahan-lahan. Proses ini dicurigai merupakan penyebab dari terbentuknya formasi kubah batuan yang dikenal sebagai exfoliation dome.
 
d. Ekspansi Termal/Insolation Weathering
Seperti semua benda padat, batuan pun mengalami ekspansi ketika dipanaskan dan mengalami kontraksi ketika didinginkan. Pada gurun panas yang memiliki sedikit vegetasi dan hampir tidak ada awan, rentang suhu hariannya dapat mencapai 50° C.

Lapisan luar batuan yang terpapar langsung terhadap lingkungan luar mengalami ekspansi dan kontraksi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan bagian dalam batuan. Oleh karena itu, terdapat tegangan antara kedua lapisan ini sehingga lapisan luar mengalami pengelupasan seperti lapisan bawang bombay, fenomena ini dikenal sebagai exfoliation.

Selain proses ekspansi dan kontraksi, batu dengan komposisi mineral yang berbeda-beda juga dapat mengalami fenomena granular disintegration. Fenomena ini terjadi ketika mineral yang berbeda mengalami laju ekspansi-kontraksi yang berbeda pula, sehingga batu terpecah-pecah berdasarkan mineralnya.

Granular disintegration umumnya terjadi pada batuan dengan komposisi heterogen seperti granit yang terdiri dari kuarsa, feldspar, dan mika, sedangkan batuan homogen umumnya mengalami block disintegration.
 
2. Pelapukan Biologis
Pelapukan biologis terjadi ketika unsur-unsur alam seperti pohon atau binatang melakukan aktivitas fisik yang dapat memperlemah dan menghancurkan batuan. Akar pohon yang bertumbuh sepanjang rekahan batuan dapat membelah batuan tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

Batuan yang lebih kecil ini pun memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga mempercepat proses pelapukan lainnya. Aktivitas binatang seperti tikus mondok, cacing, dan binatang penggali lainnya juga dapat mempercepat proses pelapukan.

Hal ini terjadi karena mereka membantu mengekskavasi batuan sehingga lebih mudah terekspos unsur-unsur lain seperti oksigen dan air. Namun, aktivitas dari binatang ini secara umum memiliki pengaruh yang sangat kecil dan terjadi pada skala waktu yang sangat lama.
 
3. Pelapukan Kimiawi
Berbeda dengan mekanis, proses kimiawi cenderung mengubah komposisi kimiawi batuan. Selain itu, proses ini juga memiliki beberapa karakteristik khusus di antaranya,
a) Menyerang mineral-mineral tertentu secara selektif
b) Umumnya terjadi pada zona yang mengalami kondisi kering-basah cukup sering atau pada zona dengan water budget yang fluktuatif
c) Umumnya terjadi pada bagian bawah lereng di mana kondisi lebih basah dan hangat.

Pelapukan kimiawi melingkupi beberapa proses khusus yang menyerang satu atau beberapa mineral tertentu. Proses ini dapat terjadi sendiri-sendiri, namun umumnya terjadi secara parallel satu dengan yang lainnya.
a. Oksidasi
Proses ini terjadi ketika batuan dipaparkan kepada oksigen di udara atau air. Contoh paling mudah adalah ketika besi dalam kondisi ferrous diubah oleh penambahan oksigen menjadi kondisi ferric. Batu atau tanah yang awalnya berwarna biru atau abu-abu dapat berubah menjadi berwarna merah-coklat.

Proses ini dikenal sebagai perkaratan dan dapat melemahkan integritas struktur batuan. Pada daerah yang digenangi air, oksidasi dapat terjadi secara terbalik, proses ini dikenal sebagai reduksi. Pada kondisi ini, hampir tidak ada oksigen yang mengalami kontak dengan tanah atau batuan sehingga tanah pada area tersebut berwarna biru, hijau, atau abu-abu.
 
b. Hidrasi
Batuan tertentu yang memiliki mineral garam dapat menyerap air ke dalam struktur batuan mereka. Air yang banyak dapat menyebabkan batuan tersebut menjadi membesar sehingga terjadi pelemahan struktur batuan.

Hidrasi merupakan proses fisio-kimia karena selain terjadi perubahan komposisi kimia, terjadi pula perubahan fisik batuan dari proses membesar tersebut. Contoh hidrasi adalah pada anhidrit (CaSO4) yang dicampur dengan air, percampuran ini akan menghasilkan gipsum. Proses ini sangat penting dalam formasi partikel-partikel lempung seperti tanah liat.
 
c. Hidrolisis
Hidrolisis berperan penting dalam dekomposisi batuan menjadi partikel lempung. Hidrogen dalam air bereaksi dengan mineral yang ada pada batuan dengan cara menyatukan ion H+ dan OH- dalam air dengan ion-ion yang ada pada mineral batuan.

Laju hidrolisis bergantung pada jumlah ion H+ yang bergantung pula pada kandungan air dan udara dalam tanah, aktivitas organisme, keberadaan asam organik, dan proses pertukaran kation.

Contoh hidrolisis adalah pada dekomposisi feldspar, sebuah mineral yang terdapat bada batuan beku seperti granit, menjadi partikel lempung kaolin. Granit terdiri dari 3 mineral yaitu kuarsa, mika, dan feldspar, ketiga mineral ini bereaksi secara berbeda ketika dipaparkan terhadap air.
a) Kuarsa tidak akan dipengaruhi oleh air
b) Mika dapat dipengaruhi oleh air dalam kondisi asam, melepaskan aluminium dan besi
c) Feldspar menyerap air, menciptakan reaksi kimia yang mengubah feldspar menjadi kaolin
 
d. Karbonasi
Air hujan mengandung karbon dioksida (CO2) dalam larutan, sehingga terbentuklah asam karbonat (H2CO3). Asam ini bereaksi dengan batuan yang terdiri dari kalsium karbonat seperti gamping dan kapur. Ketika terkena asam, batu gamping terlarutkan dan terbawa air hujan, sehingga proses ini dapat pula disebut sebagai erosi.
 
e. Solusi/Pelarutan
Mineral tertentu seperti garam dapat larut dalam air sehingga terjadi pelarutan di situ (langsung di lokasi). Laju pelarutan umumnya terkait dengan kondisi keasaman lingkungan.
 
4. Pelapukan Oleh Makhluk Hidup
Aktivitas makhluk hidup dapat mempengaruhi laju pelapukan batuan melalui berbagai macam cara. Selain fisik, makhluk hidup juga dapat mempengaruhi pelapukan kimiawi dari batuan.

Asam humik atau lebih dikenal sebagai humic acid adalah asam yang didapatkan dari dekomposisi vegetasi. Asam ini mengandung elemen penting seperti kalsium, magnesium, dan besi. Elemen-elemen ini dikeluarkan melalui proses chelation.

Aktivitas bakteri dan respirasi akar tumbuhan cenderung meningkatkan tingkat karbon dioksida sehingga dapat meningkatkan proses solusi.

Lumut seperti lichen dapat mengambil dan mempengaruhi besi yang ada dalam batuan melalui proses reduksi. Riset terbaru menunjukkan bahwa lichen dan alga hijau biru yang merupakan tumbuhan pionir memiliki peran yang sangat besar dalam pelapukan.

Namun, perlu diingat bahwa semakin tebal tutupan vegetasi, maka semakin rendah pula laju pelapukan mekanis yang terjadi.
 
a. Hujan Asam
Aktivitas manusia seperti pembangkitan listrik dan transportasi melepaskan semakin banyak karbon dioksida, sulfur dioksida, dan oksida nitrogen ke atmosfer. Gas-gas ini kemudian akan membentuk asam ketika bercampur dengan air, dari proses ini, terbentuklah hujan asam.

Hujan asam menyerang bangunan dan patung-patung yang dibuat dari batu gamping dan batu pasir. Bangunan dan patung tersebut mengalami proses karbonasi sehingga terlarutkan bersama dengan air. Tingkat keasaman air yang tinggi pada air yang melewati tanah juga dapat melepaskan hidrogen sehingga mempercepat proses hidrolisis.

Dampak lain dari hujan asam adalah keluarnya logam beracun seperti alumunium dan kadmium dari batuan. Logam-logam ini berbahaya bagi lingkungan karena dapat membunuh tanaman dan biota tanah. Oleh karena itu, hujan asam dapat mengganggu keberlangsungan ekosistem yang sudah ada di suatu wilayah.
 
Dampak Pelapukan
Dampak positif
1. Bisa menghasilkan bentuk yang lebih indah daripada sebelumnya, sehingga bisa dijadikan sebagai objek wisata, seperti yang terjadi di Grand Canyon di Arizone, Amerika Serikat.
2. Pelapukan di daerah kapur bisa membentuk gua-gua dengan stalaktit dan stalagmit, sehingga bisa dijadikan sebagai objek wisata, seperti yang terjadi di Goa Maharani, Lamongan, Jawa Timur.

Dampak negatif
1. Merusak batu-batuan, yang berarti juga termasuk berbagai bangunan, sehingga sangat merugikan manusia.
2. Bisa merusak batu-batu candi yang merupakan objek wisata, sehingga menggerus keindahan objek wisata.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Pelapukan: Pengertian, Faktor Penyebab, Jenis, dan Dampaknya"