Kerajaan Demak: Sejarah, Letak, Raja, Masa Kejayaan dan Keruntuhan, Serta Peninggalannya

Sejarah Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak
Kerajaan Demak (Kesultanan Demak)

Kerajaan Demak
Kerajaan Demak (Kesultanan Demak) adalah kerajaan Islam di Jawa yang berdiri pada akhir abad ke-15. Kerajaan Demak didirikan oleh persekutuan pedagang Islam di Pantai utara Jawa yang dipimpin oleh Raden Patah (fatah), seorang keturunan Raja Brawijaya V yang menikah dengan putri dari Champa (Vietnam). Berdirinya kerajaan Demak ini tidak lepas dari jasa Sunan Ampel.
 
Wilayah Demak sebelumnya merupakan bagian dari Majapahit, di mana Raden Patah ditugaskan sebagai Adipati Bintoro, Demak. Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, Raden Patah memindahkan pusat pemerintahan ke Bintoro yang sekaligus menandai lahirnya Kesultanan Demak. Raden Patah menjadi sultan pertama dengan gelar Sultan Alam Akbar al-Fatah.

Kesultanan Demak memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Sepanjang setengah awal abad ke-16, Demak berada pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Trenggana. Pada masanya, Demak melakukan banyak penaklukkan ke pelabuhan-pelabuhan utama di Pulau Jawa hingga ke pedalaman yang mungkin belum tersentuh oleh Islam.

Salah satu pelabuhan yang ditaklukkan Demak adalah Sunda Kelapa, yang pada waktu itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda. Hubungan aliansinya dengan Imperium Portugal sejak tahun 1511 menjadi ancaman bagi Demak. Pada Tahun 1527, pasukan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin oleh Fatahillah melancarkan serangan ke Sunda Kelapa.

Serangan itu sukses sehingga Portugal dikalahkan dan Sunda mundur ke pedalaman. Fatahillah kemudian mengganti nama pelabuhan tersebut menjadi Jayakarta.

Sejarah berdirinya Kerajaan Demak
Demak sebelumnya adalah sebuah daerah bernama Bintoro atau Gelagahwangi, yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Suatu ketika, Raden Patah diperintahkan oleh gurunya, Sunan Ampel dari Surabaya, untuk merantau ke barat dan bermukim di sebuah tempat yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi.

Raden Patah adalah putra dari Raja Brawijaya dari istrinya yang disebut Putri Cina. Dalam perantauannya itu, Raden Patah menemukan tempat yang dimaksud Sunan Ampel kemudian menamainya sebagai Demak.

Berdirinya Kerajaan Demak tidak bisa lepas dari kemunduran Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-15. Pada saat itu, wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri dan saling serang karena merasa sebagai pewaris takhta Majapahit yang sah.

Raden Patah yang mendapat dukungan dari wali Songo dan Ki Ageng Pengging, kemudian diangkat sebagai bupati Demak oleh Prabu Brawijaya dengan ibu kota di Bintara. Setelah merasa kuat karena memiliki daerah yang strategis dan mempunyai dukungan dari wali Songo, para wali menyarankan agar Raden Patah menjadikan Demak sebagai kerajaan Islam dan sepenuhnya memisahkan diri dari Kerajaan Majapahit.

Raden Patah kemudian mengumpulkan para pengikutnya untuk melawan Kerajaan Majapahit. Setelah Kerajaan Majapahit berhasil dikalahkan, Kerajaan Demak resmi berdiri sebagai kerajaan Islam. Ada banyak versi tentang tahun berdirinya Kerajaan Demak. Beberapa sejarawan berpendapat Kesultanan Demak didirikan pada 1500 M, dan sebagian lainnya meyakini tahun 1478 atau setahun sebelum berdirinya Masjid Agung Demak.

Letak Kerajaan Demak
Terdapat tiga wilayah yang diprediksi menjadi letak Kerajaan Demak di antaranya,
1. Bukti kesatu menyatakan tak ada bekas Kesultanan/Kerajaan Demak. Hasil penelitian ini mengungkapkan bila kepentingan Raden Patah selama di Demak hanya menyiarkan agama Islam.

Sementara tempat tinggalnya adalah rumah biasa alih-alih istana megah seperti yang dikatakan banyak pihak. Masjid yang dibangun Wali Songo pun hanya dianggap sebagai lambang kesultanan.

2. Bukti kedua menyebutkan masjid persembahan Wali Songo terletak tak jauh dari istana. Keraton atau Kerajaan Demak diperkirakan ada di tempat yang kini jadi lokasi Lembaga Permasyarakatan (sebelah timur Alun-alun).

Disebut-sebut pihak Belanda menghilangkan kesan keraton di tempat tadi. Anggapan tersebut didasarkan pada penemuan nama sitihingkil (setinggi), sampangan, pungkuran, betengan, dan jogoloyo.

3. Bukti ketiga mengungkapkan letak istana/keraton berhadapan dengan Masjid Agung Demak; menyeberangi sungai dengan keberadaan dua pohon pinang. Banyak masyarakat yang masih percaya bila di antara kedua pohon tersebut terdapat makam Kiai Gunduk.

Raja Kerajaan Demak
1. Raden Fatah (1475-1518)
Raden Fatah merupakan pendiri sekaligus raja pertama di Kerajaan Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, ia adalah keturunan terakhir dari Kerajaan Majapahit tepatnya Brawijaya V yang lahir dari anak selir Tionghoa.

Raden Fatah berhasil membangun pengaruhnya di Demak ketika ada di bawah kekuasaan Majapahit. Meski begitu, Demak tumbuh menjadi wilayah yang independen karena memiliki kontrol atas perdagangan laut, dan ditambah dengan melemahnya Majapahit akibat konflik internal pada abad ke-15.

Raden Fatah membangun kekuasaan Islam pertama di Jawa, dan membesarkan pengaruhnya mengalahkan kerajaan-kerajaan lainnya termasuk Majapahit. Ia memusatkan kekuasaannya di pesisir utara dan mulai menyebarkan pengaruh ke wilayah sekitarnya.

Ia diperkirakan berkuasa sejak Kota Pelabuhan Demak didirikan di bawah Majapahit pada tahun 1475, meskipun Kerajaan Demak dideklarasikan berdiri sekitar tahun 1500.

2. Pati Unus (1518-1521)
Pati Unus atau Sultan Yunus adalah pengganti dari Raden Fatah, meskipun baru wafat sekitar tahun 1521. Pati Unus diperkirakan adalah adik ipar dari Raden Fatah, yang memegang kekuasaan karena putra dari Raden Fatah yaitu Trenggana masih berusia muda.

Pati Unus dikenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor atas usahanya berangkat dari Jawa menuju ke utara untuk menggempur kekuasaan Portugis di Malaka. Eksistensi Portugis selain sebagai imperialis dan musuh Islam, namun juga pengganggu atas perkembangan Kerajaan Demak.

Malaka merupakan pusat transit perdagangan internasional, kejayaannya merupakan gangguan bagi Demak. Pati Unus merupakan figur yang berjasa dalam membangun kekuatan militer laut Kerajaan Demak dengan mendirikan pelabuhan militer di Teluk Wetan, Jepara.

3. Trenggana
Sultan Trenggana merupakan raja ketiga, sekaligus dianggap sebagai raja terbesar dari Kerajaan Demak. Ia berjasa dalam menyebarkan agama Islam dan menaklukkan berbagai wilayah di Jawa. Penaklukkan terpenting adalah wilayah Sunda Kelapa pada tahun 1527 yang direbut dari Pajajaran.

Trenggana mengirim Fatahillah yang menduduki Sunda Kelapa dan mengubah namanya menjadi Jayakarta. Ia juga mengirim Maulana Hasanudin, yaitu putra Sunan Gunung Jati untuk menaklukkan Banten Girang.

Trenggana juga menaklukkan wilayah Pasundan, serta bekas-bekas kekuasaan Majapahit di Jawa Timur sampai Madura. Trenggana juga sukses menaklukkan wilayah Blambangan pada 1546.

Kerajaan Demak di bawah kekuasaan Sultan Trenggana menjadi kekuasaan terbesar di Jawa, menguasai bekas imperium Majapahit dan kekuasaan Sunda. Kekuasaan Demak berpusat di pesisir dengan pelabuhan-pelabuhan utama menjadi titik perdagangan utama di Jawa.

Trenggana wafat pada salah satu pertempuran di Pasuruan pada tahun 1546 dan digantikan oleh Sunan Prawata.

4. Sunan Prawata
Suksesi Trenggana yang berlangsung mendadak akibat kematiannya tidak berlangsung mulus. Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar berupaya untuk menduduki kekuasaan mengalahkan Sunan Prawata yang merupakan putra Trenggana.

Sunan Prawata kemudian membunuh Surowiyoto dan menduduki kekuasaan. Akan tetapi, karena insiden tersebut menyebabkan surutnya dukungan terhadap kekuasaannya. Ia memindahkan pusat kekuasaan Demak ke wilayahnya di Prawoto, Pati, Jawa Tengah.

Ia hanya berkuasa selama satu tahun, ketika Arya Penangsang putra dari Surowiyoto melakukan pembunuhan terhadap Prawata pada 1547.

5. Arya Penangsang
Arya Penangsang menduduki takhta Demak setelah membunuh Sunan Prawata. Ia juga menyingkirkan Pangeran Hadiri/Kalinyamat penguasa Jepara yang dianggap berbahaya bagi kekuasaannya. Hal ini menyebabkan tidak senangnya pada adipati Demak, salah satunya Hadiwijaya dari Pajang.

Hal ini menyebabkan dipindahnya pusat kekuasaan Demak ke Jipang, wilayah kekuasaan Arya Penangsang. Meski begitu, Arya Penangsang berkuasa sampai dengan tahun 1554 ketika Hadiwijaya dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi, dan anaknya Sutawijaya memberontak melawan Demak.

Arya Penangsang tewas, dan Hadiwijaya menduduki takhta dengan memindahkan kekuasaan ke Pajang.

Masa Kejayaan Kerajaan Demak
Masa kejayaan Kerajaan Demak berlangsung saat dipimpin Sultan Trenggana (1521 - 1546). Pada 1527, pasukan Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin Fatahillah atas perintah Sultan Trenggana berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.

Nama Sunda Kelapa lalu diganti menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan yang sempurna. Jayakarta kelak berganti nama menjadi Batavia, lalu Jakarta, ibu kota Republik Indonesia. Sultan Trenggana wafat pada 1546. Insiden saat menyerang Panarukan, Situbondo, yang saat itu dikuasai Kerajaan Blambangan (Banyuwangi) membuat Sultan Trenggana terbunuh.

Wafatnya Sultan Trenggana membuat tampuk kepemimpinan Kerajaan Demak diperebutkan. Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar berupaya untuk menduduki kekuasaan mengalahkan Sunan Prawata, putra Sultan Trenggana. Sunan Prawata lalu membunuh Surowiyoto dan menduduki kekuasaan.

Kejadian tersebut menyebabkan surutnya dukungan terhadap kekuasaan Sunan Prawata. Ia lalu memindahkan pusat kekuasaan Demak ke wilayahnya di Prawoto, Pati, Jawa Tengah. Ia hanya berkuasa selama satu tahun karena dibunuh Arya Penangsang, putra Surowiyoto pada 1547.

Arya Penangsang menduduki takhta Kerajaan Demak setelah membunuh Sunan Prawata. Ia juga menyingkirkan Pangeran Hadiri atau Pangeran Kalinyamat, penguasa Jepara karena dianggap berbahaya bagi kekuasaannya.

Masa Keruntuhan Kerajaan Demak
Sejumlah konflik yang memperebutkan wilayah kekuasaan justru terjadi sepeninggal Sultan Trenggana. Kedudukan Trenggono saat itu diganti Pangeran Sedo Lepen. Tapi sayangnya, Sedo harus tewas ditangan Pangeran Prawoto karena masalah kekuasaan tadi.

Kerajaan Demak pun semakin melemah karena masalah internal antar keluarga kerajaan berlangsung cukup lama. Hingga satu waktu, putra Sedo Lepen yaitu Arya Penangsang melakukan membalas dendam, dengan membunuh Pangeran Prawoto demi mengambil alih kembali kekuasaan sebelumnya.

Takhta Arya Penangsang sebagai penguasa terakhir Demak tidak berjalan lama, karena dirinya juga ikut dibunuh oleh Putra angkat Joko Tingkir pada 1568 Masehi dan pasukan pemberontak kiriman Hadi wijaya penguasa Pajang.

Sejak saat itu, kekuasaan dari kerajaan Demak pun berakhir, lalu mulai dipindah ke Pajang.

Peninggalan Kerajaan Demak
1. Masjid Agung Demak
Salah satu masjid tertua di Indonesia ini merupakan peninggalan utama yang paling terkenal dari Kesultanan Demak. Dibangun pada masa pemerintahan Sultan Demak pertama, Raden Patah (1475–1518), masjid ini menjadi pusat pengajaran dan penyebaran ajaran Islam yang dirintis oleh Wali Songo.

2. Pintu Bledek
Pintu ini adalah jalan masuk Masjid Agung Demak yang mitosnya dikatakan terbuat dari petir yang menyambar sehingga dinamakan “bledek”. Saat ini, Pintu Bledek sudah rapuh dan tua sehingga dipindahkan ke dalam Masjid Agung Demak.

3. Soko Guru
Masjid Agung Demak disokong oleh empat soko guru atau tiang penyangga setinggi 19,54 meter dan berdiameter 1,45 meter. Soko guru ini dipercaya merupakan sumbangan dari 4 anggota Wali Songo, yakni Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel, dan Sunan Gunung Jati.

4. Bedug dan Kentongan
Bedug dan kentongan di Masjid Agung Demak digunakan untuk memanggil masyarakat sekitar guna melaksanakan salat. Dua peninggalan era Kesultanan Demak ini masih ada hingga kini.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Kerajaan Demak: Sejarah, Letak, Raja, Masa Kejayaan dan Keruntuhan, Serta Peninggalannya"