Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945: Pengertian, Sejarah, Naskah, dan Maknanya

Table of Contents
Pengertian Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Pengertian Proklamasi Kemerdekaan

Proklamasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemberitahuan resmi kepada seluruh rakyat; permakluman; pengumuman. Istilah proklamasi berasal dari bahasa Latin, yaitu proclamare yang memiliki arti berupa pengumuman atau pemberitahuan pada khalayak umum. Pengumuman atau pemberitahuan yang dimaksud ialah pengumuman yang berkaitan dengan hal-hal ketatanegaraan.

Demikian, proklamasi adalah pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh orang yang berwenang untuk membuat pengumuman tertentu. Proklamasi saat ini digunakan dalam rangka pemerintahan beberapa negara dan biasanya dikeluarkan atas nama kepala negara.

Sedangkan proklamasi kemerdekaan mempunyai arti, yaitu pengumuman kepada seluruh rakyat akan kemerdekaan negaranya. Pengumuman kemerdekaan tersebut bukan hanya ditujukan kepada rakyat yang merasakan kemerdekaan, tetapi juga ditujukan kepada rakyat yang ada di seluruh dunia dan kepada semua bangsa yang ada di dunia.

Proklamasi Kemerdekaan bagi suatu bangsa dan negara merupakan suatu hal yang sangat istimewa dan tak ternilai harganya. Menjadi hal istimewa karena untuk mencapai dan meraihnya, suatu bangsa dan negara harus berjuang dengan sungguh-sungguh bahkan sampai titik darah penghabisan dan harus rela mengorbankan banyak hal.

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki oleh sekutu. Kejadian tersebut membuat Kaisar Hirohito menyatakan menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945.

Dengan cepat, golongan muda yang mengetahui siaran radio BBC milik Inggris mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera menyatakan proklamasi. Namun, dwitunggal menolak karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang. Golongan tua memberikan pendapat bahwa lebih baik menunggu sampai 24 Agustus atau tanggal yang ditetapkan Marsekal Terauchi untuk waktu kemerdekaan Indonesia.

Para pemuda di bawah pimpinan Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana sepakat untuk mengamankan dwitunggal bersama Ibu Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok, dengan harapan agar mereka dapat mengabulkan keinginan para pemuda pada tanggal 15 Agustus.

Sepanjang hari tanggal 16 Agustus 1945, tidak tercapai kesepakatan apapun hingga pada sore hari, Ahmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal dengan kesepakatan bahwa proklamasi akan terjadi esok hari.

Pada malam itu juga, rombongan berangkat ke kediaman Laksamana Maeda di Meiji Dori No. 1 untuk membahas permasalahan tersebut. Maeda lalu mempersilahkan ketiga tokoh, Soekarno-Hatta-Radjiman untuk menemui Gunseikan.

Sayangnya, jawaban Gunseikan mengecewakan karena Jenderal Nishimura yang memimpinnya melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan. Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan kemerdekaan harus dirancang secepatnya.

Anggota PPKI yang menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda. Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi disusun oleh Soekarno, Hatta, dan Soebardjo di ruang makan Maeda.

Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut, selesai dibuat 2 jam kemudian. Tanpa waktu lama, Sayuti Melik didampingi BM DIah lalu mengetik naskah proklamasi dan diberikan kembali kepada Soekarno untuk ditandatangani.

Pukul 10.00 WIB hari yang sama, di halaman rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, naskah proklamasi dibacakan dalam suasana yang damai. Prosesi yang sebenarnya tanpa protokol ini tidak menghalangi euforia rakyat dalam merayakan dan menyebarkan berita luar biasa ini.

Selain menjadi puncak perjuangan para pahlawan nasional dalam melawan penjajah, pembacaan teks proklamasi ini juga merupakan pernyataan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berdiri sendiri tanpa kuasa asing yang pernah memimpin Indonesia.

Untuk lebih lengkapnya berikut kronologi ringkas Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
1. Pertemuan di Dalat
Setelah Jepang semakin terpojok karena dua kota terbesarnya sudah di bom oleh Amerika Serikat dan pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Dua hari sebelum Jepang menyerah kepada sekutu atau tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1945, tiga tokoh nasional, yang terdiri dari Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad Hatta memenuhi undangan dari Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Jenderal Terauchi merupakan Panglima tentara besar tentara Jepang di Asia Tenggara.

Pada pertemuan yang terjadi di Dalat antara tiga tokoh nasional dan Jenderal Terauchi ada beberapa hal yang disampaikan oleh Jenderal Terauchi, adapun beberapa hal yang disampaikan di antaranya,
a. Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
b. Untuk melaksanakan kemerdekaan maka dibentuk Panitia Persatuan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
c. Pelaksanaan kemerdekaan secepat mungkin akan dilaksanakan setelah semua persiapan selesai dilakukan dan secara berangsur-angsur dari Pulau Jawa kemudian disusul pulau-pulau lainnya.
d. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.

Pertemuan yang terjadi di Dalat seharusnya menjadi sebuah momentum atau kesempatan Indonesia untuk merdeka. Namun, pada pertemuan yang terjadi di Dalat itu terjadi perbedaan pendapat antara tokoh golongan tua dan golongan muda. Hingga pada akhirnya perdebatan yang terjadi mendapatkan titik temu.

2. Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta setelah semua urusan di Dalat selesai. Meskipun Soekarno dan Mohammad Hatta diantar oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda untuk menemui Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda.

Namun, Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto tidak ingin menerima Soekarno dan Mohammad Hatta dan segera memberikan perintah kepada Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang untuk menerima kedatangan rombongan itu.

Ketika menerima pertemuan dengan rombongan itu, Nishimura mengungkapkan bahwa sejak siang hari pada 16 Agustus 1945 telah menerima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo sehingga tidak bisa memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Padahal saat bertemu Marsekal Terauchi di Dalat, ia sudah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia sehingga Soekarno dan Hatta merasa kecewa. Pada akhirnya, Soekarno dan Hatta meminta kepada Nishimura supaya tidak menghalangi kerja PPKI.

Setelah pulang dari rumah Nishimura, Soekarno dan Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda yang diiringi oleh Miyoshi untuk melakukan rapat mempersiapkan teks Proklamasi. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno. Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo serta disaksikan oleh Sukarni, B.M. Diah Sudiro (Mbah), dan Sayuti Melik.

Pada saat merancang teks Proklamasi, tiba-tiba Shigetada Nishijima seolah-olah mencampuri penyusunan teks Proklamasi dengan memberikan saran agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.

Berkaitan dengan pendapat Nishijima, Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, B. M. Diah, Sukarni, Sudiro, dan Sayuti Melik mereka semua tidak setuju dengan pendapat Nishijima, tetapi di beberapa kalangan pendapa Nishijima masih diagungkan.

Setelah semua konsep telah disepakati, maka Sayuti Melik menyalin teks dan mengetik naskah di mesin ketik milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman.

Pada awalnya, pembacaan Proklamasi akan dilaksanakan di lapangan Ikada, tetapi karena alasan keamanan kemudian pelaksanaan pembacaan Proklamasi dipindahkan ke kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56.

3. Peristiwa Rengasdengklok
Pada awalnya peristiwa pemboman kota Hirosima dan Nagasaki disembunyikan agar tidak ada yang tahu, tetapi pada akhirnya peristiwa tersebut terdengar sampai ke telinga para pemuda lewat siaran radio BBC di Bandung sehingga membuat mereka segera bergerak dan meminta Proklamasi Kemerdekaan Indonesia segera dikumandangkan.

Para pemuda tersebut di bawah pimpinan Chaerul Saleh melakukan rapat dan rapat tersebut menghasilkan beberapa keputusan, yaitu kemerdekaan adalah hak rakyat Indonesia, Pemutusan hubungan dengan Jepang, dan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta diharapkan untuk segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan.

Setelah mendapatkan keputusan dari rapat yang diadakan, kemudian para pemuda tersebut mengirim utusan (Wikana dan Darwis) agar segera bertemu dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta untuk menyampaikan hasil rapat tersebut dan meminta Proklamasi Kemerdekaan segera dilaksanakan pada 16 Agustus 1945.

Dengan alasan Jepang masih bersenjata lengkap dan memiliki tugas menjaga status quo maka gagasan para pemuda tersebut ditolak oleh golongan tua sehingga terjadi perbedaan pendapat.

Wikana dan Darwis menyampaikan hasil laporan dari pembicaraan dengan Soekarno dan Mohammad Hatta kepada para pemuda yang sudah berkumpul di Asrama Menteng 31. Para pemuda yang berkumpul terdiri dari Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, Surachmat, Johan Nur, Singgih, Mandani, Sutrisno, Sampun, Subadio, Kusnandar, Abdurrahman, dan Dr. Muwardi.

Para pemuda tersebut merasa kecewa setelah mendengar hasil laporan tersebut sehingga membuat suasana rapat menjadi panas. Kemudian para pemuda tersebut membuat gagasan untuk mengamankan Soekarno dan Hatta untuk dengan cara keluar kota yang jauh. Untuk hal ini, para pemuda tersebut menyerahkan tugas ini kepada Syudanco Singgih dan kawan-kawan dari PETA Jakarta.

Sukarni dan Yusuf Kunto mendampingi Syudanco Singgih dalam menjalankan tugasnya. Menurut Singgih, Rengasdengklok merupakan tempat yang tepat dan aman untuk Soekarno dan Hatta. Pada 16 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa ke Rengasdengklok. Saat di Rengasdengklok, para pemuda berusaha dengan keras supaya Soekarno dan Mohammad Hatta segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.

Awalnya, Soekarno dan Mohammad Hatta tidak ingin melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Namun, setelah melakukan perundingan dengan kelompok pemuda dan Ahmad Subardjo.

Akhirnya, Soekarno dan Mohammad Hatta akan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Setelah selesai memproklamasikan kemerdekaan, sore harinya Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta bersama Ahmad Subardjo dan Sudiro.

Naskah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Naskah proklamasi Indonesia mengalami perubahan yang awalnya ditulis tangan menjadi diketik oleh Sayuti Melik. Naskah baru Proklamasi setelah mengalami perubahan dikenal dengan “Naskah Proklamasi Otentik”, sedangkan sebelum mengalami perubahan disebut dengan “Naskah Proklamasi Klad”.
1. Naskah Proklamasi Klad
Teks naskah “Proklamasi Klad” adalah teks Proklamasi  yang berupa tulisan tangan Ir. Soekarno sebagai pencatat dan teks Proklamasi merupakan karangan dua tokoh, yaitu Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Naskah “Proklamasi Klad” ini tidak dibawa oleh Soekarno dan ditinggal begitu saja di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda bahkan naskah Proklamasi Klad hampir saja terbuang ke tempat sampah. Namun, tidak jadi terbuang ke tempat sampah karena diselamatkan oleh Diah dan ia menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari, hingga akhirnya diserahkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha pada 29 Mei 1992.

2. Naskah Proklamasi Otentik
Teks Proklamasi yang sudah mengalami perubahan dikenal dengan nama naskah “Proklamasi Otentik”. Teks Proklamasi Otentik adalah teks Proklamasi yang berupa hasil ketikan Sayuti Melik, ia merupakan seorang tokoh pemuda yang ikut berperan dalam persiapan Proklamasi yang isinya sebagai berikut.

Keterangan tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas, baik pada teks naskah Proklamasi Klad ataupun pada teks naskah Proklamasi Klad. Tertulis angka “tahun 05”, angka 05 merupakan kependekan dari angka “tahun 2605”. “Tahun 2605” merupakan tahun penanggalan yang dipakai pada pemerintahan pendudukan militer Jepang. Pada saat pembacaan Proklamasi, tahun penanggalan yang berlaku adalah “tahun 2605”.

Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Setelah mengalami beberapa perubahan, akhirnya teks proklamasi yang sah adalah teks yang dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Berikut isi teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Isi Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Isi Teks Proklamasi

Isi Teks Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta


Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Makna proklamasi kemerdekaan Indonesia di berbagai bidang
1. Bidang Sosial
Makna proklamasi kemerdekaan di bidang sosial, hal ini berarti segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia dan semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang. Tidak ada perbedaan suku, agama, dan sebagainya. Hanya ada satu kata, yakni Indonesia.

2. Bidang Politik
Makna proklamasi kemerdekaan di bidang politik, berarti Indonesia memiliki kedaulatan rakyat yaitu pengakuan dari segenap rakyat Indonesia. Pengakuan tersebut menyatakan bahwa pemerintah Indonesia sebagai kekuasaan tertinggi, terlepas dari segala bentuk penjajahan. Hal tersebut yang diperjuangkan oleh rakyat Indonesia sejak dulu.

3. Bidang Ekonomi
Makna proklamasi kemerdekaan di bidang ekonomi, berarti adanya kewenangan bagi bangsa Indonesia untuk menuju masyarakat sejahtera. Hal itu dengan cara menguasai dan mengelola sumber-sumber daya ekonomi secara mandiri atau Indonesia dapat mengatur perekonomian sendiri sesuai dalam UUD 1945 Pasal 33. Jadi, tidak ada lagi monopoli-monopoli dan perampasan hak kekayaan negara oleh bangsa asing.

4. Bidang Budaya
Makna proklamasi kemerdekaan di bidang budaya, hal ini berarti Indonesia memiliki kepribadian nasional yang berasal dari kebudayaan bangsa Indonesia itu sendiri. Nilai-nilai kepribadian bangsa ini tercermin dalam Pancasila mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, hingga keadilan sosial.

5. Bidang Pendidikan
Makna proklamasi kemerdekaan di bidang pendidikan, berarti pendidikan di Indonesia dapat merdeka seutuhnya. Seluruh rakyat Indonesia, baik wanita maupun pria, miskin maupun kaya, dapat menempuh pendidikan yang sesuai. Standar kualitas setiap lembaga pendidikan mempunyai kesamaan taraf guna membangun generasi yang berkualitas.

Sementara itu, makna proklamasi bagi bangsa Indonesia yang terkandung dalam naskah proklamasi yaitu:
1. Proklamasi merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia mengusir penjajah untuk mendapatkan hak sebagai bangsa yang merdeka dan tidak ditindas oleh bangsa dan negara lain serta memiliki kedudukan yang sederajat.
2. Secara hukum, proklamasi merupakan lahirnya negara Indonesia yang berarti bahwa hukum kolonial (penjajah) sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan hukum Nasional.
3. Proklamasi merupakan amanat rakyat untuk mewujudkan negara yang melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Proklamasi merupakan jembatan emas bagi bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan Indonesia, membentuk pemerintahan negara yang diakui oleh rakyatnya sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment