Piagam Jakarta: Sejarah Perumusan dan Isinya

Sejarah Perumusan Piagam Jakarta dan Isinya
Piagam Jakarta

Piagam Jakarta adalah sebuah bentuk dari dokumen historis hasil dari rapat yang diadakan Panitia Sembilan tepatnya pada tanggal 22 Juni 1945, dalam menyambut kemerdekaan Republik Indonesia. Isi Piagam Jakarta sendiri secara garis besar memuat arah dan tujuan bernegara serta draf awal rumusan dasar negara, yang kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila.

Panitia Sembilan yang dibentuk pada 1 Jun 1045. Terbentuk dari sembilan tokoh yang terdiri dari:
1. Ir. Soekarno sebagai ketua dari Panitia Sembilan
2. Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dari Panitia Sembilan
3. Mr. Achmad Soebardjo sebagai anggota dari Panitia Sembilan
4. Mr. Muhammad Yamin sebagai anggota dari Panitia Sembilan
5. KH. Wachid Hasyim sebagai anggota dari Panitia Sembilan
6. Abdul Kahar Muzakir sebagai anggota dari Panitia Sembilan
7. Abikoesno Tjokrosoejoso sebagai anggota dari Panitia Sembilan
8. H. Agus Salim sebagai anggota dari Panitia Sembilan
9. Mr. A.A. Maramis sebagai anggota dari Panitia Sembilan

Sejarah Piagam Jakarta
Sejarah Piagam Jakarta bermula dengan dibentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). BPUPKI dibentuk untuk mempersiapkan proses kemerdekaan Republik Indonesia.

Para anggota BPUPKI pun mengemukakan pendapat mereka mengenai dasar negara Indonesia yang kemudian disebut sebagai Pancasila. Terdapat beberapa rumusan teks Pancasila di antaranya,
Pancasila Versi Muhammad Yamin 29 Mei 1945
1. Peri Kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat

Pancasila Versi Soepomo 30 Mei 1945
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Musyawarah
5. Keadilan sosial

Pancasila Versi Soekarno 1 Juni 1945
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan rakyat
5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Karena adanya perbedaan, maka dibentuklah sebuah panitia kecil yang bertugas untuk menyusun rumusan Pancasila selaku dasar negara yang tercantum dalam UUD 1945, Panitia ini disebut sebagai Panitia Sembilan yang beranggotakan 9 tokoh nasional saat itu.

Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta
Untuk menyempurnakan usulan yang bersifat perorangan, dibentuklah Panitia Sembilan yang ditugaskan di luar sidang resmi untuk merumuskan sesuatu rancangan pembukaan hukum dasar. Tugas Panitia Sembilan adalah menyusun sebuah naskah rancangan pembukaan hukum dasar yang kemudian oleh Mr. Muhammad Yamin diberi nama Piagam Jakarta.

Piagam Jakarta memuat rumusan dasar negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan dasar negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan dasar negara yang termuat dalam piagam Jakarta di antaranya,
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hasil kerja Panitia Sembilan tersebut diterima oleh BPUPKI menjadi Rancangan Mukadimah Hukum Dasar Negara Indonesia Merdeka pada tanggal 14 Juli 1945. Setelah Indonesia merdeka, rumusan dasar negara Pancasila tersebut kemudian disahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat negara Indonesia dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945.

Namun, dilakukan perubahan, yaitu penghapusan bagian kalimat. “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Penghapusan bagian kalimat dalam sila pertama tersebut dilakukan dengan alasan adanya keberatan dari pemeluk agama lain selain Islam dan demi tetap terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk.

Naskah Piagam Jakarta yang memuat rumusan dasar negara yang telah mengalami perubahan tersebut oleh PPKI kemudian disahkan menjadi bagian pendahuluan UUD 1945 yang sekarang dikenal sebagai pembukaan. Sejak disahkanya Piagam Jakarta menjadi bagian Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, itulah secara yuridis, Pancasila menjadi ideologi negara republik Indonesia.

Latar belakang Perubahan Isi Piagam Jakarta
Piagam Jakarta merupakan sebuah hasil yang dikeluarkan dari rapat yang dilakukan oleh Panitia Sembilan, dalam rangka penyambutan kemerdekaan Republik Indonesia. Isi Piagam Jakarta secara garis besar sendiri mengenai arah serta tujuan bernegara serta draf awal dari rumusan dasar negara Indonesia, yang hingga kini dikenal dengan sebutan Pancasila.

Pada proses perumusannya, pengesahan yang harus segera dilakukan tersebut dihadapi dengan beberapa perdebatan yang terjadi antara golongan nasionalis serta golongan Islam yang ada di negara Indonesia. Di mana, berdasarkan pendapat golongan nasional mengenai isi dari Piagam Jakarta tersebut kurang dapat menjadi cerminan dari keragaman yang ada pada masyarakat Indonesia.

Perubahan pada tepatnya terjadi pada rumusan dasar negara sila yang pertama pada naskah Piagam Jakarta. Rumusan awal yang berisikan berbagai sila yang tercantum dalam Pancasila itu sendiri pada awalnya terdapat dalam isi naskah Piagam Jakarta, namun pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, dirumuskan bahwa sila pertama yang ada pada Pancasila akan diubah.

Berdasarkan Muhammad Nurudin (2019:153) dalam bukunya yang berjudul Menggores Tinta di Lembah Hijau, ia menyatakan bahwa latar belakang terjadinya perubahan rumusan dasar negara pada sila pertama Piagam Jakarta menurut Mohammad Hatta disebabkan karena beberapa wakil pemeluk agama lain merasa adanya keberatan dengan rumusan tersebut. Rumusan sila pertama yang ada tersebut memiliki bunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”.

Dengan adanya beberapa pihak yang merasa keberatan akan rumusan sila pertama tersebut, oleh sebab itu terjadi perubahan pada sila pertama menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa” berdasarkan hasil musyawarah yang dilakukan dengan tujuan untuk menjaga bangsa Indonesia serta menjaga hubungan yang ada antara tokoh pendiri bangsa Indonesia agar tidak terjadinya perpecahan.

Berikut berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan rumusan dasar negara pada sila pertama di naskah Piagam Jakarta berdasarkan pendapat Mohammad Hatta di antaranya,
1. Faktor yang pertama, rakyat negara Indonesia memiliki latar belakang keagamaan serta kepercayaan yang beragam dan berbeda antara satu sama lain. Oleh sebab itu, rumusan yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” tidak dapat menjadi wakil dari keseluruhan masyarakat yang ada di negara Indonesia.
2. Faktor yang kedua, sebagai tokoh pendiri bangsa Indonesia, beliau menunjukkan usaha untuk menampung berbagai aspirasi serta pendapat terutama dari perwakilan Indonesia Timur di mana tempat keberadaan para pemeluk agama lain yang ada di negara Indonesia.
3. Faktor yang ketiga, perubahan yang dilakukan pada rumusan sila pertama Piagam Jakarta dilakukan dalam rangka mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia serta mengeratkan persatuan serta kesatuan yang dimiliki sebagai bangsa Indonesia.

Isi Piagam Jakarta
Isi dari Piagam Jakarta terdiri dari empat alinea yang kemudian menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, selain itu Piagam Jakarta juga termasuk ke dalam lima poin yang kemudian salah satu poinnya yang kemudian diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” di dalam Pancasila.
Berikut isi dari Piagam Jakarta:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perdjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakjat Indonesia kedepan pintu-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatu, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan-luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas. Maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia jang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesejahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia jang berkedaulatan Rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan mewajibkan mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja; menurut dan kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat-kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakjat Indonesia.

Djakarta, 22-6-1945
Ir. Soekarno
Drs. Mohammad Hatta
Mr. A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
A. Salim
Mr. Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Mr. Muhammad Yamin


Selanjutnya, pada masa penyusunan Undang-Undang Dasar yang terjadi di Sidang Kedua BPUPKI. Rumusan Piagam Jakarta yang ada tersebut dijadikan sebagai Mukadimah atau preambule. Kemudian, pada pengesahan Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 pada tanggal 18 AGustus 1945 yang dilakukan oleh PPKI, istilah Mukadimah berubah menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar atau UUD.

Butir awal yang tadinya memuat kewajiban seseorang untuk menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Mohammad Hatta yang mengambil usul dari A. A. Maramis setelah melakukan konsultasi bersama Teuku Muhammad Hasan, Kasman Singodimedjo serta Ki Bagus Hadikusumo.

Naskah dari Piagam Jakarta sendiri ditulis menggunakan ejaan Republik yang kemudian ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A. A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir. Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, Muhammad Yamin, serta H.A. Salim.

Perkembangan Piagam Jakarta tersebut kemudian dilanjutkan pada Dekrit Presiden yang terjadi pada tanggal 5 Juli 1959. Di dalam Dekrit Presiden tersebut, Piagam Jakarta dinyatakan bahwa memiliki jiwa Undang-Undang Dasar 1945 serta menjadi suatu rangkaian kesatuan bersama Konstitusi. Dewan Perwakilan Rakyat yang ada pada saat itu menerima hal tersebut dengan melakukan Aklamasi yang terjadi pada tanggal 22 Juli 1959.

Memorandum DPR GR 1966 yang membahas mengenai sumber tata tertib Hukum RI ditingkatkan dan dijadikan sebagai keputusan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, yang di dalam keputusan tersebut ditegaskan kembali bahwa Piagam Jakarta yang merupakan hasil dari perumusan yang dikeluarkan pada tanggal 22 Juni 1945 tersebut menjiwai nilai UU atau Undang-Undang Landasan 1945 serta menjadi sebuah rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Piagam Jakarta: Sejarah Perumusan dan Isinya"