Pendudukan Jepang di Indonesia: Sejarah, Perlawanan, dan Dampaknya

Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di Indonesia

Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di Indonesia dengan seiring berlangsungnya Perang Dunia II di kawasan Asia Pasifik, (1941-1945). Jepang berambisi menguasai negara-negara Asia dan merebutnya dari negara-negara imperialis barat. Selain untuk kepentingan supremasi (keunggulan dan kekuasaan), Jepang juga menjadikan daerah-daerah di Asia sebagai tempat menanamkan modal, serta memasarkan hasil industrinya.

Pasca restorasi, kemudian Jepang tumbuh menjadi negara imperialis. Jepang memiliki cita-cita ingin membentuk persemakmuran Asia Timur Raya, dengan slogan yang terkenal yakni hakko I chiu. Kemudian Jepang melakukan ekspansi terhadap negara-negara yang ada di sekitarnya. Negara raksasa cina didudukinya pada tahun 1937. Ketika Jepang menduduki Indocina, pada Juli 1941 Amerika Serikat tidak menyetujui tindakan tersebut.

Tindakan protes Amerika Serikat dilakukan dengan menghentikan penjualan karet, baja lempengan, minyak bumi dan lain-lain yang sangat dibutuhkan jepang. Jepang memutuskan untuk menyerang daerah-daerah koloni Eropa di Asia Tenggara tujuannya untuk memperoleh barang-barang kebutuhan perang. Dengan itu Jepang yakin bahwa serangan tersebut menimbulkan perang dengan Amerika Serikat. Jepang mendahului serangan terhadap Pearl Habour, Hawai pada 7 Desember 1941.

Perjanjian Kalijati
Tujuan Jepang menyerang pangkalan perang Amerika yakni menghancurkan kekuatan militer Amerika Serikat. Setelah menghancurkan Pearl Harbour, Jepang meneruskan serangan ke Philipina pada 10 Desember 1941 dan berhasil menduduki luzon dan batoon, lalu pada tanggal 16 Desember berhasil menduduki Burma. Akhirnya pada 11 Januari Jepang mendarat di Indonesia yaitu Tarakan, Kalimantan timur dan berhasil menduduki pulau Kalimantan.

Pendudukan ini merupakan salah satu taktik Jepang dengan menguasai tempat penghasil minyak yang dibutuhkan Jepang. Dari Kalimantan selanjutnya Jepang melebarkan sayapnya hingga ke Minahasa, Balikpapan, Ambon, Pontianak, Makassar, Banjarmasin, Palembang dan Bali yang berhasil dikuasai Jepang dari kurang waktu Januari – Februari 1942. Jawa menjadi sasaran terakhir Jepang dikarenakan Jawa merupakan pusat kekuasaan Belanda di Indonesia.

Pada tanggal 28 Ferbuari 1942, Letjen Imamura mendarat di tiga tempat yaitu Merak (Banten), Eretab Wetan, dan Kranggan (Indramayu). Jakarta di duduki pada tanggal 5 Maret 1942. Tentara Belanda yang pada saat itu masih berkuasa di Indonesia mengalami kekalahan demi kekalahan menghadapi serangan tentara Jepang, dan akhirnya Belanda menyerah tanpa syarat pada Jepang tepatnya pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati-Subang. Jepang diwakili oleh Jenderal Imammura, sedangkan Belanda diwakili oleh Jenderal Ter Poorten. Sejak  saat itu berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia.

Setelah Berhasil mengusir Belanda, Jepang kemudian membagi wilayah Indonesia ke dalam tiga pendudukan pemerintahan militer di antaranya,
1. Wilayah 1, terdiri atas Jawa dan Madura yang di perintah oleh Tentara Keenambelas Angkatan Darat (Rikigun) yang berpusat di Jakarta.
2. Wilayah  II, yakni Sumatra, yang di perintah oleh tentara Keduapuluhlima  Rikugun yang berpusat di Bukit tinggi.
3. Wilayah III, terdiri atas Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Dan Nusa Tenggara yang diperintah Armada Selatan Kedua Angkatan Laut (Kaigun) yang berpusat di Makassar.

Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
1. Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942
Peristiwa ini diawali dengan pemberontakan yang dipimpin oleh seorang ulama yang bernama Tengku Abdul Jalil, seorang guru di Cot Plieng, Lhokseumawe. Namun upaya Jepang untuk membujuk ulama tersebut tidak berhasil, sehingga Jepang pun melakukan serangan mendadak di pagi hari saat orang-orang sedang melaksanakan shalat shubuh.

Dengan persenjataan yang sederhana mereka mencoba untuk menahan serangan, dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali lagi ke Lhokseumawe. Serangan yang kedua berhasil digagalkan oleh rakyat. Dan serangan yang ketiga akhirnya Jepang berhasil membakar Masjid, sementara pemimpin pemberontakan yaitu Tengku Abdul Jalil berhasil meloloskan diri dari pengepungan musuh. Tetapi akhirnya ia ditembak pada saat sedang berdoa.

2. Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik yang terjadi di beberapa sekolah Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa tahun 1943. Ia tegas menolak ajaran yang berbau Jepang khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yang membayar penghormatan pada Kaisar Jepang yang menuju pada matahari terbit.

Kewajiban Seikerei ini tentu menyinggung umat Islam di Indonesia karena termasuk pada syirik atau menyekutukan Allah. Ia juga tak tega dengan perbuatan tanam paksa pada rakyat.

3. Peristiwa Indramayu, April 1944
Peristiwa ini disebabkan oleh kewajiban paksa untuk deposit porsi nasi dan pelaksanaan kerja paksa, yang menghasilkan penderitaan yang berkepanjangan pada rakyat Indonesia.

4. Pemberontakan Teuku Hamid
Teuku Giyugun Hamid merupakan seorang perwira, yang bersama dengan satu pleton pasukan melarikan diri ke hutan untuk melawan. Peristiwa ini terjadi pada bulan November 1944.

5. Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)
Resistensi ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Resistensi ini disebabkan oleh masalah mengumpulkan beras, romusha dan heiho paksa yang sudah di luar batas kemanusiaan. Sebagai seorang anak dari seorang pejuang, mereka tidak tega melihat penderitaan rakyat tersebut. Sikap pelatih militer Jepang tentara Indonesia juga sombong dan merendahkan.

Perlawanan PETA di Blitar merupakan resistensi yang paling besar di Jawa. Tapi dengan adanya tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri atau Komandan Pasukan Jepang, pasukan PETA pun berhasil ditipu dengan berpura-pura dikonsultasikan. PETA empat perwira dijatuhi hukuman mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil lolos.

6. Perlawanan PETA di Meureudu-Pidie, Aceh (November 1944)
Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Teuku Gyugun Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena sikap arogan dari Jepang dan kekejamannya pada orang-orang Indonesia khususnya tentara.

7. Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)
Perlawanan yang satu ini dipimpin oleh seorang pemimpin tim (Bundanco), Kusaeri dan rekannya. Perlawanan ini direncanakan pada tanggal 21 April 1945, dan diketahui oleh Jepang sehingga Kusaeri ditangkap di tanggal 25 April 1945 dan divonis hukuman mati tapi tidak dieksekusi karena Jepang tertekan oleh Sekutu.

Dampak Pendudukan Jepang
Dampak kependudukan Jepang pada kehidupan masyarakat Indonesia bisa dilihat di sejumlah bidang, termasuk politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan serta bidang birokrasi dan militer.
1. Bidang Politik
a. Adanya suatu perombakan struktur pemerintahan berdasarkan kaidah di Jepang. Daerah keresidenan berganti menjadi Syu, kabupaten berganti menjadi Ken, kota praja berganti menjadi Syi, kawedanan berganti menjadi Gun, kecamatan berganti menjadi So, dan desa berganti menjadi Ku.
b. Kewajiban untuk melakukan seikerei pada kaisar Tenno Heika saat melakukan upacara bendera.
c. Kewajiban untuk memakai bahasa Jepang dan menghapus bahasa Belanda.
d. Pembentukan suatu angkatan laut dan angkatan darat di berbagai wilayah di Indonesia seperti di Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Irian yang pusat kemiliterannya berada di bawah panglima Jepang yang berada di Dalat, Vietnam.
e. Pembentukan suatu organisasi berbasis propaganda yang bertujuan untuk menarik hati rakyat. Organisasi tersebut adalah Peta, Gerakan 3A yang justru meningkatkan suatu gerakan kemerdekaan pada kaum nasionalis.

2. Bidang Sosial-Budaya dan Ekonomi
a. Jepang memberikan suatu gelar kepahlawanan bagi pekerja yang meninggal dunia akibat kekejaman romusa. Gelar tersebut bernama “pahlawan pekerja” atau “prajurit ekonomi”.
b. Ekonomi merosot turun akibat masyarakat tidak dapat mendapatkan bahan makanan dan muncullah berbagai penyakit seperti diare dan kudis.
c. Adanya pasar gelap yang menyebabkan kenaikan inflasi secara drastis.
d. Bahan makanan dan obat-obatan sulit di dapatkan.
e. Perkebunan tebu dan pabrik gula ditutup oleh Jepang sehingga masyarakat tidak mempunyai penghasilan.
f. Masyarakat dipaksa dan dikerahkan untuk membangun dan memperbaiki jalan, menanam tanaman jarak di sepanjang jalan dan membangun saluran air.
g. Adanya kesulitan komunikasi karena Jepang sebagai pengendali utama secara sengaja melakukan hal tersebut terjadi.
h. Adanya penggantian nama pada beberapa kota di Indonesia. Awalnya, kota tersebut merupakan serapan dari Bahasa Belanda dan diganti dengan asli nama Indonesia. (contoh : Buitenzorg menjadi Bogor, Batavia menjadi Jakarta).
i. Adanya pembangunan suatu Gedung kebudayaan di Jakarta dan diberi nama Keimun Bunda Shidosho pada 1 April 1943.

3. Bidang Pendidikan
a. Adanya suatu aturan untuk belajar wajib hanya selama 6 tahun dan mewajibkan Bahasa Jepang sebagai materi pelajaran yang wajib dikuasai.
b. Budaya dan adat istiadat Jepang diperkenalkan dan Bahasa Indonesia menjadi Bahasa pengantar wajib di seluruh sekolah di Indonesia.
c. Pada tahun 1943 adanya proses penutupan pada perguruan tinggi.
d. Adanya suatu proses re-open atau pembukaan kembali perguruan tinggi seperti Perguruan Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung, Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta.
e. Adanya pembukaan sekolah Akademi Pamong Praja (Konkoku Gakuin) yang bertempat di Jakarta.

4. Bidang Birokrasi dan Militer
a. Jepang telah mengeluarkan UU no.27 tentang Aturan Pemerintah Daerah dan UU No.28 tentang Aturan Pemerintah Syu dan Tokubetshu Syi. Dampak yang ditimbulkan oleh peraturan baru tersebut adalah terhentinya kegiatan pemerintahan sementara dan mendatangkan suatu tenaga sipil dari Jepang ke daerah Jawa.
b. Pulau Jawa menjadi pusat suatu peralatan dan segala perbekalan yang diperlukan saat perang.
c. Berdasarkan Undang-undang no.27 dan UU no. 28 tersebut, seluruh kota yang berada di daerah persebaran Jawa maupun Madura terbagi menjadi struktur yang dianut oleh Jepang (syu, syi, ken, gun, son, dank u), terkecuali untuk daerah Yogyakarta dan Solo.
d. Rakyat Indonesia mendapatkan manfaat pengalaman dan bidang ketentaraan, bidang pertahanan, dan keamanan. Terdapat kekuatan inti Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan sekarang berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Pendudukan Jepang di Indonesia: Sejarah, Perlawanan, dan Dampaknya"