Manusia Purba di Indonesia: Tokoh Peneliti, Jenis, dan Situs Manusia Purba

Manusia Purba di Indonesia
Situs Manusia Purba

Manusia Purba di Indonesia
Keberadaan manusia purba banyak ditemukan oleh para arkeolog di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Berbagai bukti autentik yang dapat menguatkan keberadaan manusia purba di Indonesia adalah ditemukannya fosil, ukiran, alat-alat rumah tangga, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil temuan bukti-bukti tersebut, para ahli dapat mengidentifikasi jenis-jenis manusia purba yang ada di Indonesia. Tidak hanya itu, para peneliti bahkan dapat membuat semacam tingkatan perkembangan dari manusia purba yang tertua hingga yang lebih muda berdasarkan indikator-indikator tertentu.

Pulau Jawa bisa dibilang menjadi tempat di mana fosil mengenai manusia purba paling banyak ditemukan. Meski begitu, bukan berarti pulau Jawa adalah satu-satunya situs manusia purba di tanah air. Nyatanya, fosil manusia purba di Indonesia juga ditemukan di tempat lainnya, termasuk Flores dan lainnya. Kondisi ini didukung oleh temuan perkakas yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia.

Tokoh Peneliti Manusia Purba di Indonesia
1. Eugene Dubois
Penelitian manusia purba di Indonesia dipelopori oleh Eugene Dubois, seorang paleoantropologi berkebangsaan Belanda. Eugene Dubois bertolak ke Indonesia pada pertengahan 1880-an untuk mengejar obsesinya dalam mencari fosil manusia purba. Pada 1889, ia mendapat kiriman sebuah fosil tengkorak yang ditemukan di Wajak, Tulung Agung, dari B.D Van Reitschotten.

Fosil tersebut kemudian diteliti oleh Eugene Dubois dan dinamai Homo Wajakensis. Setelah itu, Eugene Dubois melanjutkan penelitiannya ke beberapa lokasi, seperti Trinil dan Sangiran. Namanya semakin terkenal setelah menemukan fosil tengkorak di Trinil pada 1890 yang kemudian dinamai Pithecanthropus Erectus.

Antara tahun 1895-1900, Eugene Dubois tercatat menulis 19 artikel ilmiah seputar Pithecanthropus Erectus. Baca juga: Peralatan Manusia Purba dan Fungsinya.

2. Gustav Heinrich Ralph von Koeningswald
Gustav Heinrich Ralph von Koeningswald adalah ahli paleontologi berkebangsaan Jerman yang pada awalnya bertugas untuk mengembangkan bio-stratigrafi Pulau Jawa. Dengan berbekal buku van Es, G.H.R von Koenigswald mencermati endapan-endapan purba Sangiran, hingga menemukan alat-alat paleolitik pada 1934. Alat-alat serpih berwarna kuning kemerahan dari batuan kalsedon yang ditemukan ini kemudian menjadi sangat terkenal dengan sebutan alat serpih Sangiran.

Pada 1936, von Koenigswald mendapat temuan yang menakjubkan berupa fosil tempurung kepala manusia purba yang sejenis dengan temuan Eugene Dubois di Trinil. Oleh karena itu, temuan ini kemudian dinamai Pithecanthropus II. Berkat temuannya ini, sebagian teka-teki seputar keberadaan manusia Jawa mulai terjawab.

3. Ter Haar dan Ir. Oppennoorth
Dalam melakukan penelitian, G.H.R von Koenigswald sering bekerjasama dengan peneliti lain, termasuk Ter Haar dan Ir. Oppennoorth. Antara 1931-1934, ketiganya menemukan fosil Homo soloensis di Sangiran, Jawa Tengah.

4. Teuku Jacob
Teuku Jacob adalah peneliti manusia purba dari Indonesia pertama yang memulai penelitiannya pada 1952. la adalah salah satu murid dari von Koenigswald dan juga penerusnya dalam penelitian terhadap fosil-fosil di Indonesia. Penelitian yang dipimpin oleh Teuku Jacob dilakukan di daerah Sangiran dan sepanjang aliran Bengawan Solo.

Jenis Manusia Purba di Indonesia
Terdapat 8 jenis manusia purba yang di temukan di Indonesia dengan ciri khas tersendiri dan penamaannya masing-masing di antaranya,
1. Meganthropus paleojavanicus
Meganthropus paleojavanicus yang artinya manusia besar tertua dari Jawa. Ini diambil dari kata mega yang artinya besar, anthropus yang artinya manusia, paleo yang artinya tua, dan javanicus yang artinya Jawa. Di temukannya di Sangiran, Jawa Tengah oleh G. H. R. von Koenigswald pada tahun 1936-1941.

2. Pithecanthropus mojokertensis
Pithecanthropus mojokertensis yang artinya manusia kera dari Mojokerto. Ini diambil dari kata pithecos yang artinya kera dan anthropus yang artinya manusia. Karena ditemukannya di Mojokerto, Jawa Timur. Dengan tinggi kisaran 165 - 180 meter. Fosil manusia purba ini juga ditemukannya oleh von Koenigswald tahun 1936. Menurut para ahli, fosil Pithecanthropus mojokertensis ini diyakini yang paling tua usianya.

3. Pithecanthropus erectus
Pithecanthropus erectus yang artinya manusia kera berbadan tegak. Ini diambil dari kata erectus yang artinya tegak. Ditemukannya oleh Eugene Dubois pada tahun 1891, di Lembah Bengawan Solo, Jawa Tengah.

4. Pithecanthropus soloensis
Pithecanthropus soloensis ditemukan oleh von Koenigswald pada tahun 1931 di Desa Ngandong, Jawa Tengah. Kata soloensis artinya Solo, Pithecanthropus soloensis adalah manusia kera berbadan tegak dari Solo.

5. Homo wajakensis
Homo wajakensis yang artinya manusia dari Wajak. Fosilnya ditemukan di Desa Wajak, Jawa Timur oleh van Rietschoten pada tahun 1889. Fosil Homo wajakensis ini merupakan fosil pertama yang ditemukan di daerah Asia.

6. Homo floresiensis
Homo floresiensis yang artinya manusia dari Flores. fosilnya ditemukan di Pulau Flores, Nusa Tenggara oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood pada tahun 2003. Dengan penemuan ini, bisa jadi Homo floresiensis inilah yang merupakan nenek moyang orang Indonesia. Tapi uniknya, beberapa ahli menyebut fosil ini sebagai manusia “Hobbit” dengan tinggi hanya sekitar 1 meter.

7. Homo soloensis
Homo soloensis yang artinya manusia dari Solo. Fosil ini ditemukan oleh von Koenigswald, Ter Haar, dan Oppenoorth pada tahun 1931-1933 di Sangiran, Jawa Tengah. Walaupun namanya sama-sama soloensis seperti fosil pithecanthropus sebelumnya, namun keduanya ditemukan di tempat yang berbeda dan memiliki ciri yang berbeda.

8. Homo sapiens
Homo sapiens yang artinya manusia cerdas atau bijaksana. Ini diambil dari kata Sapiens yang artinya bijaksana. Homo sapiens adalah nama spesiesnya, sedangkan Homo soloensis, Homo wajakensis, dan Homo floresiensis adalah subspesiesnya. Jadi ketiganya termasuk sebagai Homo sapiens juga. Hanya saja masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri.

Situs Manusia Purba di Indonesia
Jika mengacu pada beberapa temuan, fosil manusia purba di Indonesia antara lain ditemukan di Sangiran, trinil, Wajak, Ngandong dan Liang Bua. Kebanyakan situs itu terletak tidak jauh dari sungai. Hal ini artinya, tepian sungai merupakan tempat ideal bagi manusia purba untuk melakukan kegiatannya.
1. Situs Sangiran
Situs sangiran merupakan kawasan seluas 50 kilometer persegi di antara Sragen dan Karanganyer, Jawa Tengah. Letaknya di lembah Bengawan Solo yang subur. Situs Sangiran mencakup 60-an persen dari temuan fosil manusia purba di Indonesia.

Itulah sebabnya, tempat ini dijadikan oleh UNESCO sebagai salah satu pusat studi manusia purba di dunia. Sejak akhir abad ke-19, Sangiran telah menjadi incaran para arkeolog mancanegara untuk menguak misteri evolusi manusia.

Penelitian di Sangiran dirintis oleh P.E.C. Schemuling pada tahun 1864, dengan temuan berupa fosil hewan bertulang belakang. Temuan tersebut menarik minat arkeolog lainnya untuk ikut meneliti di Sangiran, seperti Eugene Dubois dan Gustav Heindrinch Ralph von Koeningswald. Namun, penelitian di tempat ini lebih banyak dilakukan oleh Koeningswald.

2. Trinil
Situs manusia purba yang satu ini merupakan kawasan dekat Ngawi, Jawa Timur. Letaknya di tepian Bengawan Solo. Kondisi tanah berupa endapan aluvial yang terbentuk jutaan tahun lalu. Kondisi lahan seperti itu menjadikannya tempat ideal untuk kehidupan manusia purba di masa lalu.

Situs Trinil tidak seluas Sangiran. Namun temuan fosil manusia purba Indonesia justru pertama kali ditemukan di situs ini. Pada tahun 1891, Eugene Dubois menemukan sisa manusia purba tepatnya di Desa Kedungbrubus, Trinil. Temuannya itu berupa fosil rahang kanan dengan gigi, atap tengkorak, dan beberapa potongan tulang paha kiri. Konstruksi tulang itu membawa Dubois pada kesimpulan bahwa manusia purba itu telah mampu berjalan tegak.

Temuan Dubois sempat menggemparkan dunia Paleoantropologi (ilmu tentang perkembangan manusia purba). Temuannya itu terkenal dengan sebutan The Java Man, atau Manusia Jawa. Dubois berteori, manusia purba temuannya itu merupakan peralihan dari kera ke manusia, sekaligus pengisi missing link evolusi manusia. Atas dasar yang berarti manusia-kera yang berjalan tegak.

3. Ngandong
Situs Ngandong merupakan kawasan berlumpur di tepian Bengawan Solo. Letaknya di tengah hutan jati sekitar Blora, Jawa Tengah. Di situs ini, penggalian dilakukan oleh Ter Haar, Oppenoorth dan von Keningswald, pada tahun 1931-1933. Mereka berhasil menemukan belasan fosil tengkorak manusia purba. Oppenoorth menamai manusia purba itu Homo Soloensis, yang berarti manusia purba dari Bengawan Solo.

Berdasarkan ciri-cirinya, manusia purba ini termasuk Homo Erectus, namun telah lebih berkembang dibandingkan manusia purba yang ditemukan di Sangiran dan trinil.

4. Wajak
Situs Wajak merupakan kawasan berbatu gamping yang terletak di dekat Tulungagung, Jawa Timur. Pada tahun 1889, pada ceruk di tempat ini, sebuah tengkorak manusia purba ditemukan oleh van Rietschoten dalam penambangan batu pualam. Ia lalu menyerahkan temuan itu kepada Dubois.

Lalu, arkeolog itu pun melakukan penggalian dan penelitian di tempat itu. Tidak berapa lama, Dubois pun menemukan koleksi fosil dengan ciri menyerupai fosil temuan van Rietschoten. Ia menamai manusia purba itu Homo Wajakensis, yang berarti manusia purba dari Wajak.

Dari ciri-cirinya dapat disimpulkan, manusia purba ini sudah bukan lagi Homo Erectus, melainkan Homo Sapiens, yang merupakan cikal bakal manusia modern dan ditemukan van Rietchoten dalam penambangan batu pualam. Ia lalu menyerahkan temuan itu kepada Dubois. Lalu, arkeolog itu pun melakukan penggalian dan penelitian di tempat itu.

Tidak berapa lama, Dubois pun menemukan koleksi fosil dengan ciri menyerupai fosil temuan van Rietschoten. Ia menamai manusia purba itu Homo Wajakensis, yang berarti manusia purba dari Wajak. Dari ciri-cirinya dapat disimpulkan, manusia purba ini sudah bukan lagi HOmo Erectus, melainkan Homo Sapiens, cikal bakal manusia modern.

5. Liang Bua
Situs Liang Bua merupakan gua di perbukitan kapus, terletak di utara kota Ruteng, Nusa Tenggara Timur. Gua itu berukuran panjang 50 m, lebar 40 m, dan tinggi atap bagian dalam 25 m. Letaknya tidak jauh dari pertemuan dua buah sungai besar, yaitu Wae Racang dan Wae Mulu. Kondisi seperti itu menjadi ideal sebagai tempat hunian manusia purba di masa lalu.

Diperkirakan, gua Liang Bua terbentuk sekitar 190.000 tahun yang lalu. Adanya manusia purba di situs ini terindikasi dari temuan artefak batu di kedua sungai dekat gua. Pada tahun 2001, di situs ini ditemukan beberapa fosil sisa kerangka manusia purba. Penggalian dan penelitian dilakukan oleh pusat Penelitian Arkeologi Nasional bersama dengan University of New England, Australia.

Para peneliti menamai temuan itu Homo Floresiensis, yang berarti manusia purba dari Flores. Berdasarkan usia dan ciri kerangka, manusia purba dari Flores ini sudah bukan termasuk Homo Erectus. Berarti, sudah lebih mendekati manusiamodern. Namun, tingginya hanya 100 cm dengan volume otak lebih kecil dari Homo Erectus.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Manusia Purba di Indonesia: Tokoh Peneliti, Jenis, dan Situs Manusia Purba"