Kerajaan Mataram Islam: Sejarah, Pendirian, Letak, Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalannya

Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam

Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam (Nagari Kasultanan Mataram) merupakan kerajaan berbasis pertanian dengan menerapkan ajaran Islam yang berdiri di Pulau Jawa pada abad ke-16, tepatnya pada tahun 1582. Pusat Pemerintahannya terletak di wilayah Kuthagedhe yang berada di Kota Yogyakarta saat ini.

Kerajaan Mataram Islam bermula dari keberhasilan Dhanang Sutawijaya yang mengalahkan Aria Penangsang dalam sebuah pertempuran. Hasilnya, Sutawijaya mendapatkan Hutan Mentaok dari Sultan Hadi Wijaya yang awalnya dimiliki oleh Sutawijaya, yakni Ki Ageng Pamanahan.

Sutawijaya kemudian mendapat gelar Panembahan Senopati. Lokasi Hutan Mentaok sebelumnya berada di kawasan Banguntapan, lalu kemudian pusat pemerintahannya berada di Kotagede. Setelah Sutawijaya meninggal, kekuasaan diturunkan pada putranya Prabu Hanyakrawati. Namun, Hanyakrawati hanya memerintah sebentar karena wafat saat berburu di hutan Krapyak.

Atas kejadian tersebut, Hanyakrawati mendapat sebutan Susuhan Seda Krapyak yang berarti Raja yang wafat di Krapyak. Kekuasaan kemudian berada di tangan putra Haknyakrawati yaitu Adipari Martopuro. Lagi-lagi kekuasaan tak bertahan lama. Karena sakit, takhta kemudian diserahkan pada Mas Rangsangpada.

Di masa inilah, Kesultanan Mataram mencapai kejayaannya. Raden Mas Rangsang atau yang dikenal sebagai Sultan Agung memerintah pada 1613-1645. Sultan Agung berhasil melakukan ekspansi dan menguasai hampir seluruh wilayah di tanah Jawa. Ia juga melakukan perlawanan kepada VOC dengan bekerja sama bersama Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon.

Seusai wafatnya Sultan Agung, tahta kerajaan diserahkan kepada Amangkurat I. Di masa ini, lokasi keraton dipindahkan ke Plered. Selain itu, gelar sultan pun diganti menjadi sunan. Jika Sultan Agung sangat anti-VOC, Amangkurat I justru berteman dengan VOC. Hal ini menyebabkan perpecahan dalam Kerajaan Mataram Islam. Keraton kemudian dipindahkan lagi ke Kartasura.

Jika diurutkan, pengganti Amangkurat I adalah Amangkurat II, lalu Amangkurat III, kemudian Pakubuwana I, Amangkurat IV, dan Pakubuwana II. Perpecahan karena VOC masih terjadi hingga Pakubuwana III naik tahta. Pada masa ini, wilayah Mataram dibagi menjadi Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta pada tahun 1755.

Pembagian wilayah ini tertuang dalam perjanjian Giyanti. Nama ini diambil dari lokasi penandatanganan di Giyanti sebelah daerah Salatiga. Dari sini lah bagaimana kerajaan Mataram Islam mengalami keruntuhannya.

Pendiri Kerajaan Mataram Islam
Panembahan Senopati pada tahun 1584 mendeklarasikan terbentuknya Kesultanan atau Kerajaan Mataram Islam di alas Mentaok. Alas Mentaok adalah sebuah daerah yang saat ini dikenal dengan sebutan kota Yogyakarta. Setelah Kesultanan Pajang runtuh di tahun 1587, Kesultanan Pajang akhirnya mengakui keberadaan Kerajaan Mataram Islam.

Panembahan Senapati selaku pendiri dari Kesultanan Mataram Islam kemudian menobatkan dirinya sebagai raja sekaligus sultan pertama yang memiliki gelar Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede Yogyakarta.

Setelah beliau wafat, kepemimpinan Kerajaan Mataram dilanjutkan oleh Raden Mas Jolang yang bergelar Susuhunan Hanyakrawati yang merupakan ayah dari Sultan Agung.

Letak Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram Islam berlokasi di alas Mentaok yang saat ini sudah menjadi Yogyakarta. Adapun pusat pemerintahan Kesultanan Mataram saat itu adalah di Kutagede atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan Kotagede.

Beberapa sumber juga menyebutkan jika wilayah kesultanan atau kerajaan Mataram Islam pada awalnya hanyalah sebuah hutan. Di tengah hutan tersebut berdiri sebuah istana tua yang dikenal sebagai Mataram Hindu. Area Mataram Hindu ini adalah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan Pajang hingga akhir abad ke 16 M. Lokasi tersebut dianugerahkan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan bersama putranya Panembahan Senapati.

Lokasi tersebut diberikan sebagai bentuk jasa mereka dalam keikutsertaannya dalam pertempuran yang mengalahkan Adipati Jipang Panolan dan Arya Penangsang. Setelah diberikan, daerah itupun dibersihkan oleh Ki Ageng Pemanahan.

Tanah yang diberikan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan tersebut merupakan sebuah hutan atau mentaok yang terletak di kota Gede, Yogyakarta. Berawal dari wilayah inilah, Kesultanan atau Kerajaan Mataram Islam terus berkembang dan mencapai puncak kejayaannya.

Sebuah sumber tulisan menambahkan jika sebenarnya Jawa bisa dikuasai oleh Kesultanan Mataram Islam ketika Sultan Agung atau Raden Mas Rangsang masih yang memimpin pada tahun 1613 hingga 1645 jika para pendahulunya berhasil mengambil ibu kota di wilayah Kotagede. Selanjutnya Sultan Agung bisa mengambil ibukotanya di wilayah Kera atau Kerta.

Kejayaan Kerajaan Mataram saat itu juga tidak terlepas dari kekuatan Panembahan Senapati yang berhasil lepas dari cengkeraman Pajang. Runtuhnya Kerajaan Pajang juga menjadi puncak kejayaan dari Kerajaan Mataram.

Seorang sastrawan juga menjelaskan jika Panembahan Senapati mulai memperluas wilayah kekuasaan Mataram Islam secara lebih besar di sepanjang Bengawan Solo hingga ke Jawa bagian timur dan barat. Tak sampai di situ saja, wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram juga makin meluas dari Jipang, Madiun, Kediri, Ponorogo, Magetan hingga Pasuruan.

Di wilayah barat, Kerajaan Mataram Islam juga berhasil menaklukkan wilayah Cirebon dan Galuh pada tahun 1595. Di tahun 1957, Panembahan Senopati berusaha menaklukkan Banten, sayangnya usaha tersebut gagal karena transportasi air yang sangat kurang. Seiring berkembangnya wilayah kekuasaan yang berhasil ditaklukkan Kerajaan Mataram Islam, kekuatan militer serta berbagai aspek di bidang kehidupan di kerajaan ini pun semakin maju.
 
Kejayaan Kerajaan Mataram Islam
Ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma memimpin Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1613 hingga 1645 M, kejayaan Kerajaan Kesultanan Mataram semakin berada di puncak. Di eranya, Sultan Agung berhasil menguasai banyak daerah kekuasaan di berbagai wilayah di Jawa.

Selain itu, kemajuan Kerajaan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung juga berhasil menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat saat itu. Beberapa di antaranya ialah pada bidang ekonomi, keagamaan, budaya, hukum, pemerintahan dan masih banyak lagi. Di masa kepemimpinannya, Sultan Agung memiliki beberapa kebijakan penting dalam bidang ekonomi yang diusungnya yakni sektor pertanian, fiskal dan juga moneter.

Pada era Sultan Agung beliau membangun sektor pertanian dengan memberikan tanah kepada petani dan membentuk forum komunikasi sebagai tempat pembinaan. Adapun dalam urusan fiskal, Sultan Agung mengatur regulasi pajak yang tidak memberikan beban kepada rakyat.

Kemudian pada bidang moneter Sultan Agung membentuk lembaga keuangan untuk mengelola dana kerajaan. Di bidang keagamaan dan hukum Islam, Sultan Agung juga menerapkan aturan yang sesuai dengan aturan Islam.

Tak hanya itu, ulama pada kala itu juga diberikan ruang untuk bekerja sama dengan pihak kerajaan. Bahkan, Sultan Agung juga menetapkan penanggalan atau Kalender Jawa sejak tahun 1633 di mana penghitungan tanggal tersebut merupakan kombinasi kalender Saka dan Hijriah.

Pada bidang kebudayaan dan kesenian, Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang sangat berperan dalam memajukan kesenian wilayahnya. Menurut sumber sejarah, berbagai jenis tarian, gamelan hingga wayang sangat berkembang pesat di bawah kepemimpinan Sultan Agung.

Selain mengawal kemajuan kesenian, Sultan Agung juga turut serta dalam menghasilkan karya seni berupa Serat Sastra Gendhing. Sastra bahasa di zaman tersebut juga semakin berkembang ketika Sultan Agung mulai memberlakukan penggunaan tingkatan bahasa di wilayah luar Yogyakarta hingga Jawa Timur. Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang menginisiasi terbentuknya provinsi dengan memilih adipati sebagai kepala wilayah di setiap daerah yang dikuasai Mataram.
 
Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam
Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam dimulai ketika Sultan Agung kalah dalam sebuah misi yang bertujuan untuk merebut Batavia. Saat itu Sultan Agung berjuang menaklukkan seluruh wilayah Jawa dari tangan Belanda.

Setelah peristiwa kekalahan tersebut, aspek ekonomi para masyarakat di Kesultanan Mataram Islam semakin melemah karena banyak masyarakat yang dikerahkan untuk menghadapi perang. Dengan demikian, pihak kerajaan serta masyarakat pun tidak mampu lagi memperbaiki kondisi ekonomi yang terjadi kala itu.

Keruntuhan Kesultanan Mataram Islam juga disebabkan oleh adanya rasa dendam dan juga permusuhan dari Wangsa Sailendra kepada Jawa yang tidak pernah berhenti. Permusuhan ini terus menerus terjadi hingga Wangsa Isana meraih kekuasaan selanjutnya.

Saat Mpu Sindok memimpin pemerintahan di Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang untuk menyerang wilayahnya. Pada akhirnya pertempuran pun terjadi di wilayah Anjuk Ladang yang sekarang telah dikenal dengan sebutan kota Nganjuk, Jawa Timur. Pertempuran itupun dimenangkan oleh kubu Mpu Sindok.

Peninggalan Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam yang merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di tanah air tentulah memiliki banyak barang peninggalan. Barang peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam selain menjadi situs atau sumber sejarah kepada para generasi di tanah air juga bisa menjadi tempat wisata. Berikut beberapa sumber sejarah sekaligus peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang masih bisa ditemui hingga hari ini di antaranya,
1. Karya Sastra Ghending dari Sultan Agung
2. Adanya tahun Saka
3. Adanya kerajinan perak
4. Adanya tradisi Kalang Obong. Adapun tradisi Kalang Obong ini sendiri ialah tradisi kematian orang Kalang yang dilakukan dengan cara membakar berbagai peninggalan orang yang telah meinggal.
5. Terdapat kuliner khas Kue Kipo. Kue Kipo merupakan makanan khas masyarakat dari Kota Gede. Menurut beberapa orang, makanan ini telah ada sejak masa Kerajaan Mataram Islam berdiri.
6. Terdapatnya pertapaan Kembang Lampir. Tempat ini merupakan tempat Ki Ageng Pemanahan melakukan pertapaan untuk menerima wahyu kerajaan Mataram Islam
7. Terdapat Segara Wana dan Syuh Brata yang merupakan meriam-meriam peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Meriam-meriam tersebut diberikan oleh Belanda atas perjanjian bersama Kerajaan Mataram Islam di masa kepemimpinan Sultan Agung
8. Terdapatnya berbagai puing-puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta di sekitar aliran Sungai Progo
9. Terdapatnya Batu Datar yang berada di Lipura. Lokasi Lipura tidak jauh dari barat Daya Kota Yogyakarta
10. Terdapatnya pakaian peninggalan Kiai Gundil atau dikenal juga dengan sebutan Kiai Antakusuma
11. Terdapatnya Masjid Agung Negara yang telah dibangun sejak tahun 1763 oleh PB III
12. Terdapatnya Masjid Jami Pakuncen yang didirikan oleh Sunan Amangkurat I
13. Terdapatnya Gapura Makam Kota Gede yang menjadi perpaduan antara corak Hindu dan juga Islam
14. Terdapatnya Masjid yang berada di Makam Kota Gede
15. Terdapatnya Bangsal Duda
16. Terdapatnya Rumah Kalang
17. Terdapatnya berbagai makam dari raja-raja Mataram yang berada di Imogiri
18. Terdapatnya Gerbang Makam Kota Gede
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Kerajaan Mataram Islam: Sejarah, Pendirian, Letak, Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalannya"