Kerajaan Islam di Sumatera: Sejarah dan Daftarnya

Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera dan Daftarnya
Kerajaan Islam di Sumatera

Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera
Menurut para sejarawan Islam, Sumatera merupakan tempat yang menjadi awal mula masuknya Islam di Nusantara. Masuknya Islam ke Sumatera diperkirakan dimulai pada abad ke-7 Masehi. Sementara kemunculan kerajaan bercorak Islam baru terjadi pada abad ke-13 M pasca runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.

Penyebaran agama Islam dilakukan oleh para saudagar Arab yang berdagang dari Mesir, Persia (Iran), Gujarat (India), ke Cina melalui Barus-Fansur. Barus adalah perkampungan Islam tertua di Nusantara yang terletak di ujung barat pulau Sumatera, dibuktikan dengan ditemukannya makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai Barus.

Selain disebarkan oleh para pedagang, ajaran Islam semakin dikenal di Sumatera berkat syiar yang dilakukan para ulama. Hal inilah yang kemudian menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Sumatera.

Dari buku Sejarah Indonesia (2014) terbitan Kemendikbud, catatan seorang penjelajah asal Portugis, Tome Pires, menyebutkan bahwa di Sumatera, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatera, berdiri sejumlah kerajaan Islam.

Kerajaan Islam di Sumatra
1. Kerajaan Jeumpa
Kerajaan Jeumpa muncul sekitar abad ke 7 M, pendirinya ialah Salman Al Parsi. Kerajaan Jeumpa menjadi tempat penyebaran pertama Islam untuk pertama kalinya di wilayah Nusantara ketika itu. Penyebaran agama Islam di Kerajaan Jeumpa kala itu dipengaruhi oleh para pedagang muslim yang berasal dari Persia.

Secara perlahan Kerajaan Jeumpa hingga para masyarakat pun memeluk Islam. Sekitar tahun 777 Masehi, kerajaan secara sepenuhnya menjadi kerajaan yang bercorak Islam. Daerah cakupan Kerajaan Jeumpa mencakup Kabupaten Beureun. Masa keruntuhan Jeumpa terjadi sekitar tahun 880 M.

Secara umum kerajaan Jeumpa menjadi kerajaan yang ramai. Adapun pusat pemerintahan dari Kerajaan Jeumpa ialah kota Pelabuhan. Kota ini termasuk sebagai tempat persinggahan dan perdagangan strategis di pulau Sumatera.

Kerajaan Jeumpa juga masuk dalam jalur perdagangan dan pelayaran yang strategis di wilayah Selat Malaka. Wilayahnya yang strategis tersebut menjadikan masyarakat Kerajaan Jeumpa memilih berdagang.

Kawasan perdagangan Kerajaan Jeumpa terletak di wilayah pesisir utara Pulau Sumatera. Kerajaan Jeumpa juga telah menjalin hubungan kerja sama perdagangan dengan berbagai kerajaan-kerajaan yang ada di seluruh pulau Sumatera.

Selain dengan kerajaan-kerajaan di nusantara, Kerajaan Jeumpa juga telah memiliki kerja sama perdagangan dengan berbagai kerajaan dari wilayah Persia, Arab, India bahkan Tiongkok.

Dalam mempelajari berbagai kerajaan Islam di Nusantara yang ada, buku Mengenal Kerajaan Islam Nusantara hadir untuk memberikan penjelasan sejarah mengenai kerajaan yang ada sebagai wawasan serta karakter sebagai umat Islam.

2. Kerajaan Malaka
Berdasarkan sejarah melayu, Parameswara merupakan keturunan dari Sang Nila Utama (anak Sang Sapurba) dari palembang yang dinikahkan dengan Sri Beni Putri permaisuri Iskandar Syah ratu Bintan yang hijrah ke Tumasik dan diangkat sebagai raja dengan gelar tribuwana.

Di masa kekuasaan Parameswara datang serangan dari Majapahit yang menyebabkan raja melarikan diri ke Semenanjung Melayu (Trengganu). Hidup di sana sekaligus mendirikan Kerajaan Malaka sekitar tahun 1400 M dan sesudah masuk Islam mempunyai gelar Megat Iskandar Syah dan meninggal tahun 1424 M.

Penggantinya adalah Sultan Muhammad Syah (1414-1444 M), kemudian Sultan Mahmud (1511 M) dan ketika itu Malaka roboh ke tangan Portugis. Akhirnya beliau mengungsi ke Pahang lalu tinggal di Muara Pulau Bintan. Dari sini beliau terus berusaha melakukan serangan ke Malaka tetapi selalu gagal.

Karena usaha putranya Kerajaan Melayu sukses dilanjutkan dan berpusat di Johor. Sebagai Sultan Johor pertama ia memakai gelar Sultan Alaudin Riayat Syah II (1528-1564M). Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1677-1685M) pusat kerajaan dipindahkan ke Bintan, tepatnya pada tahun 1678 M.

3. Kerajaan Perlak
Perlak merupakan wilayah yang berada di Aceh Timur yang banyak ditumbuhi kayu. Kata perlak berasal dari kata Peureulak. Wilayah ini banyak dikunjungi oleh orang luar dengan tujuan membeli kayu tersebut.

Sebagai suatu pelabuhan perniagaan yang maju dan aman di abad ke 8 Masehi. Perlak menjadi tempat singgah kapal dari Arab dan Persia. Seiring berjalannya waktu maka terbentuk dan berkembanglah masyarakat Islam yang didominasi oleh perkawinan antar saudara muslim dengan perempuan negeri.

Kerajaan Islam Perlak di Sumatera berdiri pada hari Selasa, 1 Muharram 225 H/840 M. Dengan raja pertamanya Syed Maulana Abdul Azia Shah (peranakan Arab Quraisy dengan putri Perlak) atau yang terkenal dengan gelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah.

Ketika itu ibukota kerajaan langsung berubah dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Karena untuk mengenang jasa nahkoda khalifah yang sudah membudayakan Islam kepada masyarakat Asia Tenggara yang dimulai dari Perlak.

Para sultan yang memimpin di antaranya,
a. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (225-249H/840-864M).
b. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (249-285H/864-888M).
c. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (285-300H/888-913M).

Masa pemerintahan ketiga sultan diatas disebut pemerintahan Dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah.  Di masa pemerintahan beliau (aliran Syi’ah), aliran ahlus Sunnah wal Jamaah mulai berkembang dalam masyarakat dan hal ini tidak disukai oleh Syi’ah.

Di akhir pemerintahan sultan ke 3 terjadi perang saudara antara golongan tersebut dan menyebabkan kematian sultan. Sehingga 2 tahun tidak ada sultan. Pada tahun 302-305H/915-918M Syed Maulana Ali Mughayat Shah menjadi sultan. Setelah sekitar 3 tahun, di akhir masa pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara dua golongan.

Kemenangan ada pada pihak ahlus Sunnah wa Jama’ah sehingga sultan yang diangkat untuk memerintah Perlak diambil dari golongannya yaitu dari keturunan Meurah Perlak asli (syahir Nuwi). Adapun sultan yang memerintah di antarannya,
a. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (306-310H/928-932M).
b. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (310-334H/932-956M).
c. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (334-362H/956-983M).

Di akhir pemerintahan sultan Abdul Malik (sultan ke 3) terjadi lagi peperangan antara kedua aliran selama 4 tahun yang diakhiri dengan perdamaian dengan membagi wilayah kerajaan menjadi 2. Perlak pedalaman untuk golongan ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Perlak pesisir bagi golongan Syi’ah.

Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Shah Johan Berdaulat (662-692H/1263-1292M) merupakan sultan terakhir dari kerajaan perlak. Setelah sultan mangkat Kerajaan Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al Zahir putera Al Malik Al-Saleh.

4. Kerajaan Samudera Pasai
Terdapat sumber yang mengatakan bahwa tanggal berdirinya kerajaan samudera pasai adalah tahun 433H/1024M dengan pendirinya adalah Meurah Khair yang telah menjadi raja bergelar Maharaja Mahmud Syah. Beliau memerintah sampai tahun 470H/1078M. Setelah itu pemerintahan dipegang oleh:
a. Maharaja Mansur Syah (470-527H/1078-1133M)
b. Maharaja Ghiyasyuddin syah, cucu Meurah Khair(527-550H/1133-1155M)
c. Maharaja Nuruddin atau Meurah Noe atau Tengku Samudra atau Sultan Al-Kamil (550-607H/1155- 1210M).

Beliau merupakan sultan terakhir dari keturunan Meurah Khair. Setelah kemangkatan nya kerajaan Islam di Sumatera ini menjadi rebutan para pembesar karena tidak mempunyai keturunan. Sekitar 50 tahun Samudera Pasai berada di dalam konflik, sehingga akhirnya Meurah Silu mengambil kekuasaan.

Sumber yang menyebutkan berita dari Cina dan catatan Ibnu Battutah pengembara dari Maroko menyebutkan kerajaan samudera pasai berdiri pada tahun 1282 M oleh pendirinya yaitu Al-Malik Al-Saleh. Saat itu beliau mengirimkan utusan ke Quilon, yang berada di pantai barat India dan bertemu para duta dari Cina. Di antara nama duta yang dikirim adalah Husien dan sulaiman (nama-nama muslim).

Lalu saat Marcopolo mengunjungi Sumatera tahun 1346 M, menyebutkan bahwa di sana Islam sudah sekitar 1 abad disiarkan, serta mazhab yang diikuti yakni madzab Syafi’i. Samudera Pasai juga menjadi pusat belajar agama Islam dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai negeri untuk membicarakan masalah keagamaan dan keduniaan.

Ibnu Battutah juga mengatakan bahwa Samudera Pasai memiliki peran penting dalam meng-Islam-kan Malaka dan Jawa. Sultan Al-Malik al-Zahir merupakan pecinta teologi dan senantiasa memerangi orang kafir dan menjadikan mereka memeluk agama Islam.

Basis perekonomian Kerajaan Samudera Pasai lebih condong ke pelayaran dan perdagangan. Kerajaan ini terlihat merupakan kerajaan yang makmur. Alasannya karena dilihat segi geografis dan ekonomi pada waktu itu Samudera Pasai adalah daerah penghubung antara pusat perdagangan yang ada di kepulauan Indonesia, Cina, India, dan Arab.

Disebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai telah ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit sehingga menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit. Sebelum tentara Majapahit meninggalkan Samudera Pasai untuk kembali ke Jawa, pembesar Majapahit sepakat mengangkat seorang raja dari bangsawan Pasai yang bisa dipercaya untuk memerintah kerajaan.

Raja yang ditunjuk adalah Ratu NuruIlah atau Malikah NuruIlah binti Sultan Al-Malik Al-Zahir. Tahun mangkat Malikah NuruIlah 1380 M bertepatan dengan masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Saat itu Majapahit berada dalam puncak kejayaannya karena dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada.

Daftar raja yang pernah memerintah di kerajaan Islam Samudera Pasai di antaranya,
a. Sultan Al-Malik Al-Saleh (1297 M)
b. Muhammad Malik Al-Zahir (1297-1326 M)
c. Muhammad Malik Al-Zahir II (1326-1345M)
d. Manshur Malik Al-Zahir (1345-1345M)
e. Ahmad Malik Al-Zahir (1345-1383M)
f. Zainal Abidin Malik Al-Zahir (1383-1405M)
g. Nahrasiyah (1405-?)
h. Abu Zaid Malik Al-Zahir (?-1455M)
i. Mahmud Malik Al-Zahir (1455-1477)
j. Zainal Abidin (1477-1500M)
k. Abdullah Malik Al-Zahir (1501-1513M)
l. Zainal Abidin (1513-1524M)

Di masa sultan terakhir tahun 1521 M, Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis selama 3 tahun. Tahun 1524 penguasaan atas kerajaan Islam di Sumatera ini digantikan Kerajaan Aceh Darussalam.

5. Kerajaan Aceh Darussalam
Pada akhir abad ke-15 arus penjajahan Barat ke Timur sangat ramai, khususnya penjajahan Barat. Kristen terhadap timur Islam. Keinginan untuk mendapatkan harga yang banyak melalui cara yang haram telah memicu orang Eropa berlomba-lomba ke dunia bagian timur.

Di antara bangsa Eropa Kristen saat itu yang sangat berambisi terhadap tanah jajahan yaitu Portugis. Setelah mereka merampok Goa di India, selanjutnya mengincar Malaka. Sehingga Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511. Sesudah Malaka jatuh ke tangan Portugis, lalu Portugis mengatur rencana tahap demi tahap.

Langkah yang diambil yaitu mengirim kaki tangannya ke daerah pesisir utara Sumatera untuk memicu kekacauan dan perpecahan sehingga diharapkan bisa memicu perang saudara. Langkah kedua yaitu Portugis langsung melakukan penyerangan dan seterusnya menetap.

Lalu tahap selanjutnya yaitu memaksa raja yang sudah menyerah untuk menandatangani kontrak pemerian hak monopoli dagang. Portugis telah bisa memaksa nafsu penjajahannya kepada para raja seperti Kerajaan Islam Jaya, Samudera Pasai, dan Kerajaan Islam Pidie. Hal itu terjadi menjelang akhir abad 15 dan awal abad 16.

Di saat itulah muncul seorang tokoh yang berusaha mempersatukan 6 kerajaan yaitu Pidie, Indra Purba, Samudera Pasai, Perlak, Tamiang, dan Indra Jaya. Pada 1514 Ali Mughayat Syah dilantik sebagai Sultan (1514-1530M) dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam. Wilayahnya meliputi Aru sampai Pancu di pantai utara dan jaya sampai ke barus di pantai Barat dengan ibu kota Banda Aceh Darussalam.

Beliau selalu menetapkan satu tekad untuk mengusir Portugis dari Sumatera Utara. Terjadi beberapa pertempuran dengan ortugis (1521, 1526, 1528 dan 1542 M). Tentara Portugis berhasil dihancurkan melalui beberapa pertempuran di berbagai medan. Sultan Ali Mughaiyat meninggal pada hari Selasa tanggal 12 Zulhijjah 936H/7 Agustus 1530M.

Setelah berhasil membangun pondasi kuat untuk salah satu kerajaan Islam di Sumatera ini. Selain itu beliau juga menciptakan bendera kerajaan yang bernama Alam Zulfiqaar (bendera cap pedang) berwarna merah darah dengan pedang putih.

Aceh Darussalam mengalami zaman gemilang pada kepemimpinan Sultan Ali Mughaiyat Syah, Sultan Alaiddin Riayat Syah II, Sultan Iskandar Muda Darmawangsa Perkasa Alam Syah dan Sultanah Sri Ratu Tajul Alam safiatuddin Johan.

Namun setelah itu masa suram terus menyelimuti terus menerus. Kerajaan ini menjadikan Islam sebagai dasar negara. Terdapat 31 raja yang pernah memerintah, dengan raja terakhir adalah Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah (1870-1904M).

6. Kesultanan Lamuri
Kesultanan Lamuri terletak di daerah Aceh Besar yang berpusat di Lam Reh, Kecamatan Masjid Raya. Kesultanan Lamuri merupakan kerajaan yang lebih dulu muncul sebelum berdirinya Aceh Darussalam. Data mengenai keberadaan Kesultanan Lamuri ini didasarkan pada berita-berita luar yang selalu dikemukakan oleh para pedagang dan pelaut asing dari India, Arab dan China.

7. Kerajaan Linge
Kerajaan Linge termasuk ke dalam kerajaan kuno yang terletak di Aceh. Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1025 M atau 416 H di mana raja pertamanya ialah Adi Genali.

Adi Genali sendiri memiliki empat orang anak yaitu Empuberu, Sibayak, Linge, Merah Johan dan yang terakhir Merah Linge. Menurut sejarah, Raja Linge I mewariskan sebuah pedang dan sebentuk cincin pertama untuk keturunannya. Pedang dan cicin tersebut berasal dari Mahmud Syah.

8. Kerajaan Siguntur
Kerajaan Siguntur merupakan kerajaan yang telah berdiri sejak tahun 1250 setelah runtuhnya kerajaan Dharmasraya. Setelah bertahan beberapa periode, Kerajaan Siguntur pun kemudian dikuasai oleh Kerajaan Pagaruyung.

Namun, para ahli waris istana kerajaan masih tetap diberikan gelar sultan. Hingga hari ini ahli waris yang melanjutkan jabatan raja Siguntur ialah Sultan Hendiri. Bahasa yang digunakan di lingkungan Kerajaan Siguntur ialah bahasa Minang dialek Siguntur yang memang memiliki kesamaan dengan dialek Payakumbuh.

9. Kesultanan Indrapura
Kerajaan ini adalah sebuah kesultanan yang berlokasi di Pesisir Selatan, Sumatra Barat serta berbatasan dengan Jambi dan Bengkulu. Secara resmi, kerajaan ini pernah menjadi bawahan Kerajaan Pagaruyung akan tetapi pada akhirnya kesultanan ini berdiri sendiri sehingga bisa mengatur sendiri urusan kerajaan tanpa campur tangan kerajaan Pagaruyung.

10. Kerajaan Pedir
Kerajaan Pedir merupakan kerajaan kecil yang digambarkan terletak di wilayah dataran rendah. Wilayahnya luas serta subur sehingga para penduduknya hidup dengan makmur. Batas-batas kerajaan ini ialah sebelah timur wilayah kerajaan Samudera Pasai, kemudian bagian barat wilayah kerajaan Aceh Darussalam dan bagian selatan berbatasan dengan pegunungan serta di bagian utara berbatasan dengan Selat Malaka.

11. Kerajaan Daya
Dulu wilayah kerajaan ini terdapat hulu sungai Daya. Di tempat ini terdapat sebuah dusun Lhan Na dan dihuni oleh masyarakat yang belum beragama. Tak lama setelah itu masyarakat di sekitar hulu menjadi ramai dan berkembang karena berbagai pendatang menikah dengan penduduk asli hulu. Agama Islam mulai meluas di kerajaan ini setelah orang-orang dari Aceh besar dan Pasai datang ke kerajaan ini.

12. Kerajaan Sungai Pagu
Kerajaan ini telah ada sejak abad ke 16 di daerah Solok Selatan. Adapun nama lengkap dari kerajaan ini ialah Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu. Kerajaan ini terletak di Pasir Talang dan wilayah Bandar Sepuluh.

Kerajaan ini memiliki wilayah dari Surian hingga rantau XII Koto.  Hingga hari ini penerus takhta raja dari Sungai Pagu sedang vakum setelah wafatnya Almarhum Zulkarnain Daulat yang memiliki gelar Baginda Sultan Besar Tuanku Rajo Disambah.

13. Kerajaan Bungo Setangkai
Kerajaan Bungo Setangkai merupakan kerajaan yang sudah lama berdiri di Minangkabau sebelum berdirinya Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan ini juga merupakan pecahan dari Kerajaan Pasumayan Koto Batu yang berada di Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar saat ini. Kerajaan ini sendiri diprakarsai oleh Datuk Ketumanggungan.

14. Kesultanan Jambi
Wilayah Jambi sebelumnya memang merupakan wilayah dari Kerajaan Melayu. Namun, setelah itu menjadi bagian dari wilayah Sriwijaya yang berada di Palembang. Sekitar abad ke 14 M, Jambi merupakan vassal dari kerajaan Majapahit.

Pengaruh Jawa saat itu juga masih sangat kental di dalam kerajaan Jambi yang berlangsung sekitar abad ke 17 dan ke 18. Munculnya kesultanan Jambi bersamaan dengan hadirnya Islam di wilayah tersebut.

Sekitar tahun 1616, Jambi menjadi pelabuhan terkaya setelah Aceh. Kemudian di tahun 1670, kerajaan Jambi mulai bersanding dengan kekuatan Kerajaan Johor dan Palembang.

Sayangnya, masa kejayaan Jambi hanya seumur jagung. Di tahun 1680, Jambi telah kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama karena adanya konflik internal dengan Johor.

15. Kesultanan Asahan
Kesultanan Asahan terletak di wilayah yang saat ini disebut sebagai kota Tanjung Bali, Kabupaten Asahan. Kerajaan ini telah berdiri sejak tahun 1630.  Di tahun 1865 kerajaan Asahan mengalami kemunduran setelah ditaklukkan Belanda.

Di tahun 1946, Kesultanan Asahan masuk menjadi bagian negara Indonesia. Adapun raja pertama di kesultanan Asahan ini ialah Raja Abdul Jalil. Hingga abad ke 19, Asahan tetap berada di bawah Kesultanan Aceh.

16. Kesultanan Serdang
Pada tahun 1723 kerajaan Serdang mulai berdiri kemudian di tahun 1946 kerajaan ini pun masuk menjadi bagian dari negara RI. Kesultanan Serdang berpisah dengan Deli d tahun 1720 karena adanya sengketa takhta kerajaan.

Kerajaan ini masuk sebagai kerajaan yang makmur karena majunya perkebunan kelapa sawit, tembakau dan karet di wilayahnya. Sayangnya, pada tahun 1865 Serdang ditaklukkan oleh Belanda.

17. Kesultanan Deli
Kesultanan Deli masuk sebagai Kesultanan Melayu dan didirikan sejak tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan. Lokasi kerajaan ini terletak di Tanah Deli atau di kota Medan saat ini. Kesultanan Deli masih ada hingga hari meskipun sudah tak memiliki kekuatan politik lagi setelah terjadinya perang dunia II dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

18. Kesultanan Langkat
Kesultanan Langkat adalah sebuah kerajaan yang pernah memerintah wilayah kabupaten Langkat yang saat ini dikenal sebagai Sumatera Utara. Kesultanan langkat menjadi makmur setelah dibukanya wilayah perkebunan karet hingga ditemukannya cadangan minyak di wilayah Pangkalan Brandan.

19. Kesultanan Siak
Kesultanan Siak yang juga dikenal sebagai Kesultanan Siak Sri Indreapura merupakan sebuah kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kesultanan Siak didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung dan bergelar Sultan Abdul Jalil di tahun 1723.

20. Kesultanan Palembang
Kesultanan Palembang merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam dan berada di kota Palembang, Sumatera Selatan. Kesultanan ini berada di bawah pimpinan Sri Susuhunan Abdurrahman, yaitu seorang bangsawan Palembang di tahun 1659. Kemudian di tahun 1823 pemerintah Belanda menghapuskan keberadaan Kesultanan Palembang.

21. Kesultanan Riau Lingga
Kesultanan Lingga yang bercorak Islam ini didirikan di wilayah Pulau Lingga. Kesultanan ini didirikan pada tahun 1824 yang merupakan pecahan wilayah Kesultanan Johor Riau. Pendiri dari kerajaan ini ialah Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah. Pusat pemerintahan kesultanan Lingga awalnya terletak di Tanjung Pinang lalu kemudian dipindahkan ke pulau Lingga.

22. Kesultanan Kota Pinang
Kesultanan Kota Pinang telah ada sejak tahun 1630 di area yang sekarang telah menjadi Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kesultanan ini dikuasai oleh Belanda sekitar tahun 1837 dan kemudian masuk menjadi bagian negara Indonesia di tahun 1946.

23. Kesultanan Pelalawan (1725-1946)
Kesultanan Pelalawan telah ada sejak 1725 M hingga 1946 M. Kerajaan ini berada di wilayah kabupaten Pelalawan. Kerajaan ini pernah menguasai wilayah Melayu yang turut serta dalam pewarisan budaya Melayu dan Islam di wilayah Riau. Sebutan Tengkoe Besar adalah gelar untuk raja Pelalawan kala itu.

24. Kerajaan Indragiri (1347-1945)
Kerajaan Inderagiri menjadi kerajaan Melayu yang terletak di wilayah Kabupaten Indragilir Provinsi Riau. Sebelumnya, kerajaan ini menjadi bawahan dari Kerajaan Pagaruyung sekaligus kawasan pelabuhan. Setelah itu, Kerajaan Indragiri diperebutkan oleh Kesultanan Jambi, Siak dan Aceh.

25. Kerajaan Aru
Kesultanan Aru juga dikenal dengan sebutan Haru yang merupakan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai Timur Sumatera Utara Sekarang. Nama kerajaan ini juga disebut-sebut dalam Sumpah Palapa Gadjah Mada.

26. Kesultanan Barus
Kerajaan Barus berada di Tapanuli Tengah. Kesultanan ini didirikan oleh Sultan Ibrahimsyah. Kesultanan ini berakhir masa kejayaannya saat ditaklukkan Belanda di tahun 19 M.

27. Kerajaan Padang
Kerajaan Padang masuk sebagai kerajaan Melayu yang bercorak Islam. Lokasi utama kerajaan Padang saat ini ialah di Tebing Tinggi.

28. Kerajaan Tamiang
Kerajaan Tamiang juga dikenal dengan sebutan Benua Tunu yang merupakan kerajaan bercorak Islam di Aceh. Wilayah kerajaan ini memiliki perbatasan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

29. Kerajaan Tulang Bawang
Kerajaan Tulang Bawang merupakan sebuah kerajaan yang terletak di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di wilayah Kabupaten Talang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah mengenai kerajaan ini.

30. Kepaksian Sekala Brak
Kerajaan ini merupakan kerajaan yang bercorak Islam dan terletak di wilayah Lampung. Menurut sejarah kedatangan Empat Umpu Ratu dari Pasai membuat kerajaan ini menjadi kerajaan yang bercorak Islam.

31. Kerajaan Dharmasraya
Nama Dharmasraya berasal dari nama ibu Kota di sebuah Kerajaan Melayu yang berada di Sumatera. Kerajaan ini mengalami masa kemundurannya setelah Kerajaan Sriwijaya di serang oleh Raja Chola dari Koromandel di tahun 1025.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Kerajaan Islam di Sumatera: Sejarah dan Daftarnya"