Gerak Epirogenesa: Pengertian, Ciri, Jenis, Dampak, dan Perbedaannya dengan Orogenesa

Pengertian Gerak Epirogenesa
Gerak Epirogenesa

Pengertian Gerak Epirogenesa
Gerak epirogenesa adalah gerakan yang terjadi di permukaan bumi secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang cukup lama. Epirogenesa terjadi dalam wilayah yang sangat luas dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Bentang alam yang dibentuk oleh epirogenesa cenderung lebih halus dan bergelombang.

Jika gerakan orogenesis disebut sebagai mountain building, maka epirogenesis dapat dimaknai sebagai continent building atau mempengaruhi seluruh/sebagian wilayah benua. Gerakan epirogenesa umumnya dibagi menjadi 2 yaitu epirogenesa positif dan epirogenesa negatif. Positif dan negatif ini dilihat dari posisi daratan relatif terhadap badan air paling besar yaitu lautan.

Ciri Gerak Epirogenesa
Pergerakan lempeng tektonik epirogenesa dapat ditinjau dari berbagai karakteristik yang terjadi di dalamnya. Garis pantai menjadi salah satu ciri munculnya gerak epirogenesa yang mana apabila garis pantai seakan–akan terlihat semakin naik atau semakin turun, di situlah gerakan lempeng tektonik epirogenesa terjadi.

Pergerakan lempeng tektonik epirogenesa di atas merupakan gerakan epirogenesa yang terjadi di pulau Jawa. Berbeda lagi dengan gerakan lempeng tektonik epirogenesa yang terdapat di pulau Sumatera. Di pulau Sumatera terdapat jajaran perbukitan yang disebut dengan bukit barisan. Panjangnya bukit barisan yang ada di perbukitan muncul karena efek lipatan yang disebabkan oleh pergerakan untuk salah satu jenis lempeng tektonik epirogenesa.

Gerak epirogenesa tersebut memberikan dampak pada kenampakan permukaan pula Sumatera menjadi berbukit-bukit. Selain terjadi karena pergerakan lempeng tektonik epirogenesa, patahan terjadi karena akibat tenaga endogen yang berasal dari perut bumi. tenaga endogen yang bergerak dalam jangka waktu yang bersamaan secara vertikal dan horizontal menyebabkan lapisan kulit bumi patah ke bawah maupun ke atas.

Jenis Gerak Epirogenesa
1. Epirogenesa Positif
Epirogenesa positif terjadi ketika daratan di suatu wilayah bergerak turun relatif terhadap permukaan laut. Hal ini menyebabkan laut terlihat naik sehingga disebut sebagai epirogenesa positif. Umumnya, epirogenesa positif terjadi ketika terjadi aktivitas tektonisme skala besar yang menyebabkan penurunan permukaan bumi. Selain itu, dinamika yang terjadi di konveksi mantel juga dapat menyebabkan penurunan permukaan daratan.

Sebutan lain dari proses epirogenesa positif ini adalah subsidensi daratan. Artinya, daratan yang ada berubah menjadi lebih rendah ketinggiannya dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini bahkan dapat menyebabkan suatu daerah terbenam di bawah permukaan laut. Berikut beberapa contoh fenomena epirogenesa positif di antaranya,
a. Menurunnya ketinggian permukaan daratan di kepulauan Maluku hampir 1 cm setiap tahunnya
b. Tenggelamnya sebagian wilayah Rann Kachchh di India ketika terjadi gempa bumi pada tahun 1819
c. Adanya sedimen lignit, salah satu bentuk awal batu bara di bawah permukaan laut di dekat pesisir Sundarban dan Tiruneveli, India
d. Menurunnya permukaan pantai di bagian utara pulau Jawa. Namun, selain epirogenesis, terdapat faktor infiltrasi air laut dan air tanah juga
e. Munculnya bentang alam submerged beaches atau pantai-pantai yang tergenang di bawah permukaan laut

Demikian, epirogenesis positif adalah ketika permukaan air laut seolah-olah naik karena permukaan daratan bergerak turun. Salah satu cara paling mudah untuk menentukan epirogenesis positif adalah dengan melihat pantai. Jika pantai tersebut cenderung sangat landai dan banyak daerah yang tenggelam/tergenang, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa telah terjadi epirogenesis positif.
 
2. Epirogenesa Negatif
Epirogenesa negatif adalah kondisi di mana permukaan laut seolah bergerak turun karena terjadi peningkatan ketinggian daratan. Umumnya, epirogenesa negatif terjadi ketika ada dinamika di mantel yang menyebabkan permukaan daratan bergerak naik. Selain itu, aktivitas tektonisme juga dapat menyebabkan epirogenesa negatif.

Sebutan lain dari proses epirogenesa negatif ini adalah uplift atau pengangkatan daratan. Artinya, daratan yang sudah ada akan bertambah ketinggiannya sehingga mungkin membentuk dome atau tebing-tebing. Berikut ini adalah beberapa contoh bentang alam dan fenomena yang berhubungan dengan epirogenesa negatif di antaranya,
a. Naiknya daratan tinggi atau plato di Colorado, Amerika Serikat. Daerah ini mengalami pengangkatan sekitar 1.000 meter sejak 5 juta tahun yang lalu.
b. Terjadi kenaikan pulau Simeulue pada bagian utara, saat terjadi gempa bumi di Aceh, Indonesia.
c. Kawasan pesisir di daerah Skandinavia, terutama Stockholm yang mengalami kenaikan sekitar 1 meter setiap 100 tahun.
d. Keberadaan daerah karst atau gunung kapur di daratan yang seharusnya berada dibawah permukaan laut
e. Munculnya bentang alam raised beach atau pantai-pantai bertebing. Contohnya di Dover, Inggris atau kawasan pesisir Kathiawar dan Tirunaveli di India

Demikian, epirogenesis negatif adalah ketika permukaan air laut seolah-olah turun karena permukaan daratan bergerak naik. Cara paling mudah untuk menemukan fenomena epirogenesis negatif adalah dengan melihat pesisir pantai. Jika pesisir pantai tersebut bertebing-tebing, maka kemungkinan telah terjadi proses epirogenesis negatif.
 
Dampak Epirogenes
Dampak yang muncul akibat dari gerak epirogenesa di antaranya,
1. Terjadinya Patahan
Patahan juga terjadi dikarenakan pengurangan isi lapisan yang ada perut bumi karena proses vulaknisme gunung api. Lapisan kulit bumi yang patah disebut sebagai patahan. Lapisan kulit bumi yang mengalami pergeseran disebut sesar. Patahan terbagi menjadi beberapa jenis di antaranya,
a. Patahan Graben atau Patahan Slenk
Patahan Graben atau patahan slenk terjadi akibat bagian kulit bumi yang mengalami sebuah jenis patahan memiliki tingkat ketinggian yang lebih rendah dibandingkan daerah sekitarnya. Akhirnya yang terjadi adalah daerah tersebut mengalami penurunan permukaan.

Patahan graben atau patahan slenk dapat kita jumpai di pegunungan ural yang berada di negara Rusia dan patahan San Andreas yang berada di California Amerika Serikat.

b. Patahan Horst atau Patahan Sembul
Patahan horst atau patahan sembul terjadi akibat bagian kulit bumi yang mengalami sebuah patahan yang terangkat karena bagian patahan memiliki tingkat ketinggian yang lebih tinggi dari pada daerah sekitarnya. Akibatnya yang terjadi adalah bagian tersebut mengalami kenaikan permukaan. Patahan Sembul dapat kita jumpai di perbukitan kendeng Jawa Tengah dan di bukit barisan Pulau Sumatera.

c. Patahan Normal
Patahan normal terjadi akibat bagian kulit bumi yang mengalami sebuah patahan akibat kedua bagiannya sama – sama patah. Sehingga yang terjadi adalah salah satu bagian terjadi pengangkatan dan salah satu bagian mengalami sebuah penurunan. Patahan normal dapat kita jumpai di daratan tinggi Dieng Jawa Tengah.

d. Patahan Rebah
Patahan rebah terjadi akibat kulit bumi yang mengalami sebuah patahan karena patahan yang sudah terjadi dilewati oleh gerak epirogenesa lagi. Sehingga susunan batuan yang terdapat pada kulit bumi menjadi terbalik satu sama lain. Patahan rebah dapat kita jumpai di pegunungan Alphanichi, Kanada.

2. Terjadinya Lipatan
Lipatan disebabkan karena pergerakan lempeng tektonik epirogenesa secara horizontal. Lipatan berbanding terbalik dengan patahan. Jika yang terjadi di patahan pergerakan lempeng tektonik epirogenesa melewati lapisan kulit bumi yang tebal, sedangkan lipatan terjadi karena pergerakan lempeng tektonik epirogenesa melewati lapisan kulit bumi yang tipis.

Lipatan terjadi karena gerak epirogenesa yang berasal dari tenaga endogen bergerak secara horizontal. Pergerakan horizontal ini menyebabkan pergerakan secara terangkat lalu akan terus mengangkat hingga menghasilkan pergerakan bidang miring.

Pergerakan lipatan yang disebut antiklinal akan menghasilkan terbentuknya perbukitan, sedangkan pergerakan lipatan yang disebut sinklinal akan membentuk lembah. Uniknya, pergerakan lipatan tidak dapat terjadi di dasar laut. Lipatan terbagi atas beberapa jenis di antaranya,
a. Lipatan Normal
Lipatan normal adalah suatu lipatan yang terjadi dikarenakan tekanan yang berasal dari dua tenaga endogen yang memiliki tingkat kekuatan tekanan yang sama besar. Tekanan yang dihasilkan 2 tenaga endogen tersebut saling berhadapan satu sama lain.

Lipatan normal berbentuk 2 lapisan lereng yang seimbang. Lipatan normal dapat kita jumpai pada lembah-lembah yang terdapat di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

b. Lipatan Asimetris
Lipatan asimetris merupakan suatu lipatan yang terjadi dikarenakan tekanan yang berasal dari tenaga endogen yang satu lebih kuat dari tekanan yang diberikan tenaga endogen pada sisi yang lain. Lipatan asimetris memiliki bentuk lereng yang sangat curam.

Lipatan Asimetris dapat kita temukan di lembah yang berada di Pulau Sumatera bagian Utara, Kalimantan bagian Barat dan Timur, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.

c. Lipatan Tumpang Tindih
Lipatan tumpang tindih merupakan suatu lipatan yang terjadi dikarenakan tekanan yang terjadi di lapisan kulit bumi terdapat beberapa tekanan namun ada satu bagian tekanan yang tenaganya paling besar daripada tingkat kekuatan tekanan yang lainnya.

Dampak dari tekanan ini adalah bentuk batuan pada lereng yang berbentuk pararel. Lipatan tumpang tindih dapat kita jumpai di lembah yang berada di Pulau Papua.

3. Terjadinya Lengkungan
Kenampakan pada permukaan struktur bumi yang sebelum terjadinya pergerakan lempeng tektonik epirogenesa mungkin akan terlihat datar–datar saja. Namun setelah mendapatkan tekanan vertikal dari gerak epirogenesa maka yang terjadi adalah permukaan bumi membentuk struktur yang melengkung menyerupai bentuk kubah yang disebut basin.

Cekungan basin banyak di jumpai di daratan yang mengandung tingkat sedimentasi tinggi seperti Pulau Sumatera bagian Utara, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan bagian Timur, Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara, serta Pulau Sulawesi bagian Utara.

4. Retakan
Kenampakan pada permukaan bumi yang sebelum terjadinya pergerakan lempeng tektonik epirogenesa mungkin terlihat halus. Namun setalah mendapatkan tekanan maka permukaan bumi terjadi retak pada struktur kenampakannya. Daratan retakan banyak kita jumpai di Pulau Sumatera bagian utara, Jawa bagian selatan, Bali, dan Nusa Tenggara.

Perbedaan antara Orogenesa dan Epirogenesa
Seperti yang sudah kita bahas diatas, perbedaan utama dari orogenesis dan epirogenesis adalah durasi dan proses terjadinya. Orogenesis terjadi dalam durasi waktu yang cepat dan umumnya berupa proses pemadatan dan pelipatan secara horizontal. Namun, dinamika horizontal dari orogenesis ini juga mampu menghasilkan pergerakan vertikal, seperti yang kita lihat pada pembentukan gunung dan tebing-tebing.

Sedangkan, epirogenesis terjadi dalam jangka waktu yang lama dan umumnya terjadi secara vertikal, membentuk dataran tinggi dan dataran rendah. Epirogenesa tidak mempengaruhi daerah yang sempit, tetapi mempengaruhi daerah yang luas, bahkan satu benua.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Gerak Epirogenesa: Pengertian, Ciri, Jenis, Dampak, dan Perbedaannya dengan Orogenesa"