Dwikora: Pengertian, isi, Latar Belakang, Operasi Militer, dan Berakhirnya Konfrontasi Dwikora

Pengertian Dwikora atau dwi komando rakyat
Dwikora (Dwi Komando Rakyat)

Pengertian Dwikora
Dwikora (dwi komando rakyat) adalah komando presiden Soekarno kepada rakyat Indonesia serta pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan serta kestabilan wilayah Indonesia. Satu tahun setelah penyerahan Irian Barat kepada Indonesia oleh UNTEA, Indonesia kembali menghadapi konfrontasi. Kali ini konfrontasi tersebut berasal dari Malaysia.

Konfrontasi mengenai masa depan Sarawak, Sabah, Brunei dan Malaya yang terjadi antara Indonesia dan Federasi Malaysia pada tahun 1962 hingga 1966. Penyebabnya adalah keinginan Federasi Malaya yang dikenal dengan Persekutuan Tanah di tahun 1961 untuk menggabungkan Sarawak, Sabah, Brunei ke dalam Federasi Malaya. Dan hal itu tidak sesuai dengan Persetujuan Manila.

Sementara Presiden Soekarno memiliki anggapan dibentuknya Federasi Malaysia atau sekarang lebih dikenal sebagai Malaysia disebut dengan “boneka Inggris” adalah imperialisme dan kolonialisme pada bentuk yang baru juga dukungan kepada segala pemberontakan di Indonesia dan gangguan dalam negeri. Konfrontasi bersenjata terus dilakukan antara kedua negara, hingga Presiden Soekarno menyerukan dwi komando rakyat.

Isi Dwikora
Dwikora merupakan salah satu komando dari presiden Soekarno yang mana digunakan untuk melancarkan konfrontasi bersenjata kepada Malaysia yang terjadi dalam rangka menghadang agar tidak berdirinya negara Malaysia itu sendiri. Presiden Soekarno mengemukakan pidato tersebut di hadapan apel besar sukarelawan di Jakarta 3 Mei 1964. Berikut isi dari Dwikora di antaranya,
1. Memperkuat untuk ketahanan revolusi Indonesia sendiri
2. Membantu untuk perjuangan revolusioner rakyat Brunei, Serawak, Sabah, Singapura dan juga Malaya.

Latar Belakang Dwikora
Komando yang diserukan oleh Presiden Soekarno yang dikenal dengan dwi komando rakyat ini terjadi karena beliau khawatir pembuatan negara Malaya merupakan tindak Imperialisme dan penjajahan neokolonialisme. Padahal, dalam Pancasila, kita dimandatkan untuk melawan segala tindak imperialisme dan neokolonialisme serta menjaga perdamaian di sekitar Indonesia.

Latar belakang munculnya komando dari Presiden Soekarno ini di antaranya,
1. Pembentukan Federasi Malaysia
Komando Dwikora dilatarbelakangi terutama oleh rencana pembentukan Federasi Malaysia. Pembentukan federasi ini dilakukan dengan menggabungkan wilayah Brunei, Singapura, Malaya, Sarawak dan Sabah yang berada di Kalimantan Utara.

Rencana ini turut didukung oleh Inggris, yang ketika itu mempertimbangkan agar Inggris tetap bisa mempertahankan kepentingan akan pangkalan militernya yang ada di Singapura. Persetujuan dari Inggris ini juga dilakukan untuk mempertahankan modal yang dimiliki di Kalimantan Utara.
 
2. Pelanggaran atas Persetujuan Manila
Latar belakang selanjutnya yang menyebabkan memanasnya hubungan antara Indonesia-Malaysia hingga munculnya Dwikora adalah pelanggaran atas Persetujuan Manila yang dilakukan oleh 3 negara, termasuk Malaysia, Indonesia dan Filipina.

Dalam persetujuan tersebut terdapat beberapa poin penting. Salah satunya adalah poin yang menyatakan bahwa Indonesia dan Filipina akan menyambut baik federasi tersebut asalkan juga mendapat dukungan dari rakyat di Kalimantan Utara.

Selain itu, dukungan ini juga harus merupakan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pihak yang tidak memihak, dalam hal ini, pihak yang dimaksud adalah Sekjen PBB. Perjanjian tersebut dilanggar dengan adanya pengumuman proklamasi dari Kuala Lumpur dan London atas Negara Malaysia di tahun 1963.

Kedua pihak tersebut tetap bertekad membentuk federasi Malaysia, apa pun hasil penyelidikannya. Hal tersebut tentu saja ditentang dengan keras oleh Filipina dan Indonesia. Melihat hal ini, Soekarno bertekad untuk menggagalkan rencana pembuatan federasi Malaysia tersebut.

Terlebih lagi, federasi Malaysia ini juga merupakan sebuah ancaman besar di batas utara negara Indonesia di mana Inggris dan negara-negara lainnya termasuk Belanda dapat menempatkan pasukannya.

Operasi Militer Dwikora
Perintah Presiden Soekarno untuk menyerang Malaysia pun ditindaklanjuti oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan menggelar operasi-operasi militer di sepanjang perbatasan Kalimantan dengan Sabah dan Sarawak pada tahun 1964.

Perang yang terjadi adalah perang bayangan dan proxy war di mana tidak ada pasukan yang secara resmi dikirim. Hal ini berguna untuk menghindari situasi politik yang semakin memanas. Selain itu, Indonesia tidak secara resmi menyatakan perang dengan Malaysia pada saat itu.

ABRI mengirimkan tentara-tentara gerilyawan yang bertujuan membantu Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) dalam melawan tentara Malaysia dan Inggris. Meskipun berupa gerilyawan, anggota-anggota yang dikirimkan adalah pasukan elit ABRI yang meliputi RPKAD dari Angkatan Darat serta Pasukan Gerak Tjepat dari Angkatan Udara.

Ketika mereka dikirim ke Kalimantan Utara, mereka mengenakan pakaian sipil dan berperang dengan identitas sebagai pasukan TNKU. Hal ini bertujuan untuk menghapus jejak keterlibatan Indonesia dalam perlawanan ini dan membuat Indonesia lebih aman secara politik luar negeri.

Malaysia yang semakin terdesak pun meminta bantuan Inggris sebagai negara sekutunya. Melihat kondisi yang semakin genting di Kalimantan, Inggris pun mengirimkan pasukan Special Air Service dan Special Boat Service, pasukan khusus Inggris yang sangat terkenal di seluruh dunia karena kemampuan dan keterampilannya.

Mereka pun mengirimkan pasukan Gurkha untuk membantu pertahanan pos-pos militer Malaysia. Hanya SAS dan SBS lah yang mampu membendung pasukan khusus Indonesia dari RPKAD dan PGT yang tergabung dalam TNKU. Karena sama-sama hebat, kedua pasukan ini tidak bisa mengalahkan secara telak pihak lawannya. Terkadang, pasukan Inggris menang, namun terkadang, pasukan TNKU yang justru memukul mundur mereka.

Pada tanggal 2 September 1964, tiga pesawat kargo Hercules terbang membawa 100 orang pasukan PGT, 10 gerilyawan China-Melayu, dan dua orang penerjemah. Pesawat-pesawat ini bertujuan untuk menerjunkan pasukan PGT tepat di dalam hutan belantara Kalimantan.

Pasukan tersebut dipimpin oleh Komandan Resimen Letkol Sugiri Sukani yang sudah berpengalaman sebagai penerjun di hutan belantara saat operasi Trikora di Irian. Sayangnya, salah satu Hercules jatuh ke laut sebelum berhasil menerjunkan pasukan. Akibatnya adalah 40 orang gerilyawan bersama dengan Letkol Sugiri dan Letnan 1 Suroso tewas.

Melihat bahwa perang Gerilya ini merugikan kedua negara dan menghabiskan banyak sekali biaya, Indonesia dan Malaysia mulai memikirkan jalur perdamaian. Terlebih lagi, pada saat itu perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Berakhirnya Konfrontasi Dwikora
Operasi Dwikora baru diakhiri pada masa Orde Baru. Politik luar negeri ini diganti dengan politik bertetangga dan hidup damai. Soeharto menganggap bahwa konfrontasi ini tidak usah dilanjutkan karena tidak bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Isyarat damai semakin jelas setelah diselenggarakannya perundingan di Bangkok pada 30 April – 1 Juni 1966 antara Adam Malik dan Narciso Ramos.

Keduanya sepakat untuk menggunakan perjanjian Manila tahun 1963 sebagai landasan bersama untuk menyelesaikan konfrontasi dengan Inggris dan Malaysia. Dalam perundingan di Bangkok, delegasi RI dan Malaysia sepakat bahwa masalah Sabak dan Sarawak tidak menjadi syarat normalisasi hubungan kedua negara.

Kedua delegasi sepakat bahwa fokus seharusnya ada pada penyelesaian konfrontasi dan pemulihan hubungan. Kedua delegasi juga sepakat untuk kembali kepada perjanjian persahabatan RI-Malaya tahun 1957 dan perjanjian Manila pada tahun 1963.

Setelah perundingan Bangkok, diadakan banyak pertemuan tidak resmi untuk mencari kesepakatan dan titik tengah antara 2 negara. Salah satu pertemuan yang terjadi adalah terdapat perundingan antara Ghazali Syafei dan Mayjen Soeharto di Jakarta pada 10 Juni 1966 yang bertujuan untuk membahas persetujuan Bangkok serta mempersiapkan pertemuan antara Adam Malik dan Tun Abdul Razak.

Pada 18 Juli 1966, delegasi Indonesia kembali bertemu perdana menteri Malaysia untuk menyepakati permasalahan Sabah dan Sarawak. Di sini, Indonesia sudah mengakui bahwa Sabah dan Sarawak merupakan wilayah berdaulat dari negara Malaysia dan mengakui pemilu yang telah dilaksanakan di Malaysia.

Pemulihan hubungan semakin baik ketika KOGAM menyetujui hasil perundingan Bangkok pada tanggal 30 Juli 1966. Pemerintah Filipina juga memberikan pengakuan diplomatik penuh dan mengakui kedaulatan Malaysia pada 3 Juni 1966.

Normalisasi hubungan antara Indonesia dan Malaysia dituangkan dalam piagam Agreement to Normalise Relations between Malaysia and the Republic of Indonesia yang ditandatangani oleh Tun Abdul Razak serta Adam Malik pada 11 Agustus 1966 Gedung Departemen Luar Negri RI.

Dengan penandatanganan persetujuan itu, konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia pun sudah berakhir. Kedua negara sepakat untuk membuat pemilihan umum di Sabah dan Sarawak untuk bergabung atau tidak dengan Malaysia serta untuk memulihkan hubungan diplomatik kedua negara.

Pada tanggal 12 Agustus 1966, Menlu Adam Malik mengunjungi Malaysia dan mengabarkan bahwa konfrontasi antara kedua negara sudah selesai dan hubungan diplomatik sudah dapat dibangun kembali. Namun, hingga bulan September 1966, masih terjadi kontak senjata antara pasukan Inggris-Malaysia dengan TNKU-Indonesia di daerah Kalimantan Utara.

Proses diseminasi informasi damai ini tidak terlalu cepat karena pasukan masih berada di dalam hutan dan sangat sulit menghubunginya. Pada 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota PBB dan melakukan normalisasi hubungan dengan komunitas Internasional.

Sesudah hal ini, hubungan Indonesia dan Malaysia semakin erat dengan adanya deklarasi Bangkok serta pembentukan organisasi kerjasama Association of South East Asian Nations (ASEAN) pada tanggal 8 Agustus 1967.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Dwikora: Pengertian, isi, Latar Belakang, Operasi Militer, dan Berakhirnya Konfrontasi Dwikora"