Revolusi Bumi: Pengertian dan Dampaknya
Revolusi Bumi |
A. Pengertian Revolusi Bumi
Revolusi bumi adalah perputaran bumi pada porosnya bersama dengan satelit dan planet lainnya dalam sistem tata surya mengitari matahari. Bumi mengitari matahari melalui sebuah orbit dan bergerak selaras dengan planet lainnya. Revolusi bumi dijadikan patokan ilmu yang menghitung penanggalan Masehi. Revolusi terjadi dalam jangka waktu satu tahun atau 365-366 hari.
Selama melakukan revolusi, posisi bumi dengan matahari tak sama dan selalu berubah-ubah. Hal ini dikarenakan orbit yang menjadi arus perputarannya tersebut berbentuk lonjong atau elips. Seperti dapat dilihat saat arah datang sinar matahari pada bulan Maret, bulan Juni, September dan juga bulan Desember yang terus berubah. Hal ini terjadi karena pada tanggal 21 Maret, posisi matahari ada di garis lintang 0 derajat di khatulistiwa.
Sementara itu, pada tanggal 21 Juni, posisi matahari berada pada garis balik utara. Kemudian tanggal 23 September, matahari kembali ke khatulistiwa. Pada tanggal 22 Desember, posisi matahari ada pada garis balik selatan.
Dalam revolusinya, bumi juga menimbulkan dampak-dampak terhadap kehidupan di bumi. Dampak yang ditimbulkan meliputi, pergantian musim, perbedaan frekuensi waktu siang dan malam, terbentuknya rasi bintang, gerak semu tahunan matahari, dan adanya kalender Masehi.
B. Dampak Revolusi Bumi
1. Pergantian Musim
Revolusi bumi ini memberikan dampak dengan adanya pergantian musim dan perbedaan musim pada masing-masing belahan dunia. Pada belahan bumi bagian utara dan selatan memiliki empat musim yang berganti di setiap tahunnya yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Namun berbeda pada belahan bumi yang dilewati garis khatulistiwa, pada bagian ini hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Pergantian musim tersebut berdasarkan tanggal-tanggal tertentu. Pergantian musim pada bumi bagian utara dan selatan memiliki perbedaan karena tentunya matahari tidak dapat menyinari seluruh bagian bumi .
Pada tanggal 21 Maret sampai 21 Juni, matahari mulai tampak ke arah utara. Bumi bagian utara mendapatkan sinar matahari lebih banyak. Pada saat tersebut bumi bagian utara mengalami musim semi. Sedangkan pada bumi bagian selatan mendapatkan sinar matahari yang lebih sedikit. Pada saat itu daerah tersebut mengalami musim gugur. Keduanya terjadi pada waktu yang sama, namun musimnya berbeda.
Lalu saat masuk pada tanggal 21 Juni sampai 23 September, matahari mulai berkedudukan di bagian bumi paling utara. Sinar matahari pada bumi bagian utara ini mulai bertambah. Pada saat itu bumi bagian utara sedang mengalami musim panas. Sebaliknya, matahari yang mulai bergerak ke bumi paling utara ini membuat bumi bagian selatan mendapatkan lebih sedikit sinar matahari. Pada saat itulah bumi bagian selatan mengalami musim dingin.
Kemudian pada tanggal 23 September sampai 22 Desember, matahari kembali mengarah ke bagian khatulistiwa menuju bumi bagian selatan. Pada saat ini sinar matahari pada bumi bagian utara mulai berkurang. Lalu musim gugur terjadi pada bumi bagian utara. Sedangkan bumi bagian selatan mendapat sinar matahari lebih. Pada saat itu bumi bagian selatan mengalami musim semi.
Terakhir pada 22 Desember sampai 21 Maret, matahari berada di bagian bumi paling selatan dan mulai bergerak ke arah utara. Hal ini menyebabkan bumi bagian utara mendapatkan penyinaran yang lebih sedikit. Saat itu bumi bagian utara mengalami musim dingin. Sedangkan bumi bagian selatan mendapatkan cahaya matahari yang lebih banyak, maka saat itu bumi bagian selatan mengalami musim panas. Musim ini terus berputar hingga tahun-tahun berikutnya.
2. Perbedaan Frekuensi Waktu Siang dan Malam
Dampak dari revolusi bumi ini membuat perbedaan frekuensi dari siang dan malam. Siang dan malam pada bagian bumi utara dan selatan akan berbeda dengan bagian bumi di garis khatulistiwa. Pada bagian bumi tengah atau khatulistiwa ini memiliki waktu siang dan malam yang terbagi rata masing-masing 12 jam.
Kombinasi dari revolusi dan sumbu kemiringan bumi ini menimbulkan gejala alam pada frekuensi waktu siang dan malam. Semakin ke arah utara frekuensi waktu siang atau malam akan terasa lebih lama, bagian paling selatan juga merasakan hal itu.
Antara tanggal 21 Maret sampai 23 September, matahari mulai bergerak ke arah kutub utara dan menjauhi kutub selatan. Pada saat ini bumi bagian utara menerima lebih banyak sinar matahari. Hal ini menyebabkan frekuensi waktu pada siang hari di bumi bagian utara lebih lama daripada bumi bagian selatan.
Dari khatulistiwa matahari terlihat bergerak ke utara sebesar 23,5 derajat pada tanggal 21 Juni. Beberapa daerah di bumi bagian utara mengalami siang selama 24 jam, dan beberapa daerah di bumi bagian selatan mengalami malam selama 24 jam.
Lalu antara tanggal 23 September sampai 21 Maret terjadi kebalikan dari waktu sebelumnya. Di mana daerah kutub selatan mengalami penyinaran matahari yang lebih banyak daripada kutub utara.
Frekuensi waktu siang hari pada bumi bagian selatan lebih lama dibandingkan bumi bagian utara. Pada tanggal 22 Desember matahari bergerak ke bumi paling selatan sebesar 23,5 derajat. Ini menyebabkan daerah kutub selatan mengalami siang selama 24 jam, dan pada kutub utara mengalami malam selama 24 jam.
Kemudian hanya pada tanggal 21 Maret dan 23 September matahari berada pada jarak yang sama antara kutub utara dan kutub selatan. Bumi bagian utara dan selatan ini menerima sinar matahari yang sama banyaknya. Ini mengakibatkan panjang siang dan malam di semua negara itu sama. Pada daerah khatulistiwa matahari tepat berada di atas kepala pada waktu ini.
3. Gerak Semu Tahunan Matahari
Gerak semu tahunan matahari ini adalah latar belakang dari perubahan musim dan perbedaan frekuensi siang dan malam yang ada di bumi. Semua fenomena yang terjadi itu karena posisi matahari yang berubah-ubah setiap bulan. Revolusi bumi ini yang membuat posisi matahari berubah.
Bagian bumi yang mendapat sinar matahari lebih banyak akan mengalami siang dan musim panas. Begitu juga terjadi pada sebaliknya, jika bagian bumi tidak terkena sinar matahari akan mengalami malam dan musim dingin. Ini akan berulang-ulang terjadi setiap tahun.
Seperti yang terlihat pada gambar di atas gerak matahari selalu terjadi setiap tiga bulan. Pada 21 Maret sampai 21 Juni matahari berada di garis khatulistiwa dan mulai bergerak menuju Garis Balik Utara (GBU) sebesar 23,5 derajat. Lalu, pada 21 Juni sampai 23 September matahari kembali ke garis khatulistiwa.
Pada 23 September sampai 22 Desember matahari bergerak dari garis khatulistiwa menuju Garis Balik Selatan (GBS) sebesar 23,5 derajat. Kemudian, pada 22 Desember sampai 21 Maret matahari kembali lagi ke garis khatulistiwa.
Hal ini terjadi karena bumi mengelilingi matahari atau revolusi, dan berotasi pada sumbunya. Karena sumbu bumi ini memiliki kemiringan 23,5 derajat maka setiap bagian bumi memiliki perbedaan penyinaran matahari.
Ketika mengamati fenomena ini terus menerus, maka terlihat seolah-olah matahari yang bergerak dari utara ke selatan dan sebaliknya untuk menyinari bumi. Inilah mengapa disebut gerak semu tahunan matahari. Matahari tidak benar-benar bergerak, namun karena revolusi bumi ini lah matahari terlihat seperti bergerak. Lintasan pada gerak semu matahari ini disebut ekliptika.
Ada beberapa istilah yang memiliki hubungan dengan gerak semu tahunan matahari meliputi deklinasi matahari, equinoxes, dan solstices.
Deklinasi matahari adalah jarak sudut antara benda langit dengan khatulistiwa langit. Khatulistiwa langit hanya sebuah proyeksi dari khatulistiwa bumi terhadap langit. Diasumsikan langit memiliki bentuk bulat seperti bumi.
Deklinasi matahari ini berubah setiap harinya secara periodik, bisa bertambah dan juga berkurang. Pertambahan dan pengurangan deklinasi ini sekitar 0,9856 derajat per hari. Dengan demikian waktu yang dibutuhkan matahari untuk deklinasi dari +23,5 derajat ke -23,5 derajat terjadi selama 182,6211 hari.
Lalu equinoxes adalah waktu sama panjang antara siang dan malam di seluruh bagian bumi. Bagi orang yang hidup di garis khatulistiwa frekuensi waktu siang dan malam sama panjang, yaitu 12 jam. Namun tidak bagi orang yang hidup di bagian bumi utara dan selatan.
Misalnya orang yang tinggal di Eropa ketika musim dingin merasakan malam yang panjang, sedangkan orang yang tinggal di Australia merasakan musim panas di siang hari yang lebih lama. Begitu masuk pada waktu equinoxes maka seluruh bagian bumi memiliki frekuensi waktu yang sama.
Kemudian soltices jika diterjemahkan dari bahasa Yunani artinya matahari tetap. Disebut tetap karena pada tanggal tertentu matahari tidak banyak bergerak ke arah utara maupun selatan. Biasanya matahari bergerak dari +25,3 derajat ke -23,5 derajat dan kembali lagi ke +23,5 derajat.
Equinoxes dan soltices ini dalam setahun terjadi sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September disebut equinoxes, lalu 21 Juni dan 22 Desember disebut soltices.
4. Terbentuknya Rasi Bintang
Rasi bintang adalah sekelompok bintang yang membentuk pola tertentu. Sebenarnya rasi bintang yang kita lihat itu jaraknya tidak berdekatan satu sama lain. Letak antara satu bintang dengan yang lain berjauhan, ketika kita mengamati dari bumi tampak berdekatan dan tersusun polanya.
Karena revolusi bumi ini rasi bintang pada setiap bagian bumi akan terlihat berbeda. Bumi bagian utara hanya dapat melihat rasi bintang yang ada di utara, bumi bagian selatan hanya dapat melihat rasi bintang yang ada di selatan, begitu juga bagian bumi yang lain.
Menurut International Astronomical Union pada tahun 1992 terdapat 88 rasi bintang. Beberapa diantaranya yang terkenal adalah Ursa Major, Ursa Minor, Orion, Scorpius, dan Leo. Rasi-rasi bintang tersebut tentunya memiliki sejarahnya masing-masing.
5. Adanya Kalender Masehi
Kalender masehi ini tercipta karena adanya revolusi bumi. Berdasarkan pembagian bujur, batas dari penanggalan internasional ada pada 180 derajat. Apabila di belahan timur bujur 180 derajat berada pada tanggal 6 maka di belahan barat bujur 180 derajat masih tanggal 5, kejadian ini seolah-olah melompat sehari. Hitungan kalender masehi ini satu tahun ada 365,25 hari.
Kalender masehi ini awal mulanya digunakan oleh Julius Caesar atau dikenal dengan kalender Julian. Kalender Julian ini dihitung berdasarkan selang waktu antara musim semi dengan musim semi berikutnya di bagian bumi utara. Selang waktu ini tepatnya 365 hari, 5 jam, 48 menit, 46 detik.
Dari berbagai sumber
Post a Comment