Pengertian Jaminan Fidusia, Dasar Hukum, Sertifikat, Hak Eksekusi, dan Perbedaannya dengan Gadai

Pengertian Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia

A. Pengertian Jaminan Fidusia
Fidusia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pendelegasian wewenang pengolahan uang dari pemilik uang kepada pihak yang didelegasi. Fidusia dari bahasa Romawi, yaitu fides artinya kepercayaan. Dari bahasa Belanda, Fiduciare Eigendom Overdracht dan Bahasa Inggris, Fiduciary Transfer of Ownership yang artinya penyerahan hak milik berdasarkan kepercayaan.

Dalam praktik fidusia, pemilik barang hanya menyerahkan kepemilikan pada pihak lain, tetapi penguasaannya tetap ia miliki. Oleh karena itu terdapat juga istilah Jaminan Fidusia di mana penyerahan kepemilikan ini juga disertai dengan pemberian jaminan kepada pihak lain.

Jaminan Fidusia dari Beberapa Sumber
1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jaminan fidusia adalah pengikatan barang bergerak sebagai jaminan kredit, barang jaminan dikuasai oleh debitur, tetapi kepemilikannya diserahkan atas dasar kepercayaan kepada kreditur (fiduciare eigendemsoverdracht/FEO).
2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, terdapat pihak-pihak yang disebut sebagai,
1. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
2. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.

B. Dasar Hukum Fidusia
Peraturan mengenai dasar hukum fidusia diatur pada Undang-Undang No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dengan penjelasan bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.

Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.

Peraturan fidusia ini akan memudahkan para pihak yang mengambil manfaat darinya, khususnya pemberi fidusia. Namun, karena jaminan fidusia tidak didaftarkan, kepentingan pihak penerima fidusia kelak kurang terjamin. Pemberi dapat menjaminkan benda yang dengan beban fidusia kepada pihak lain tanpa penerima mengetahuinya.

Sebelum ada undang-undang ini, benda yang menjadi jaminan biasanya benda bergerak seperti persediaan, piutang, barang dagangan, peralatan mesin, dan kendaraan.

C. Sertifikat Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia dapat dilakukan serta ditetapkan dalam sebuah sertifikat fidusia yang diresmikan oleh seorang notaris. Dengan adanya sertifikat ini juga dapat dijadikan suatu perlindungan untuk kedua belah pihak, baik sebagai peminjam maupun sebagai pemberi pinjaman sama-sama tidak ada yang dirugikan.

Bagi pemberi pinjaman, adanya sertifikat fidusia ini dapat menjadi satu landasan serta kekuatan hukum untuk pengambilan benda apabila tidak dapat melunasi pinjaman. Bahkan pihak, pemberi pinjaman juga dapat mendapatkan keuntungan berupa dukungan legal dari aparat hukum atas eksekusi yang dilakukan.

Lain lagi bagi mereka sebagai peminjam, sertifikat ini dapat menjadi satu bentuk perlindungan dari adanya kemungkinan tindakan berlebihan yang bisa saja dilakukan oleh pemberi pinjaman.

Pada sertifikat fidusia, syarat serta kondisi terkait proses eksekusi atau penyitaan ini sudah diatur sesuai dengan perhitungan yang tepat. Seperti contohnya, terkait dengan jumlah utang minimal yang harus dibayarkan agar status kepemilikan benda dapat menjadi milik peminjam kembali.

D. Hak Eksekusi dari Fidusia
Saat memiliki pinjaman lalu mengalami macet pembayarannya, maka pemberi pinjaman tentu dapat menggunakan haknya untuk mengambil kepemilikan barang. Namun, eksekusi yang dilakukan harus sesuai dengan aturan tidak dapat dilakukan secara sembarangan.

Sebelum eksekusi ada beberapa hal atau syarat yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sehingga eksekusi dapat dilakukan. Saat eksekusi akan dilakukan, pemberi pinjaman perlu memberikan peringatan terlebih dahulu. Apabila peminjam tidak merespons peringatan tersebut, maka surat peringatan kedua dapat dikirimkan.

Apabila setelah pengiriman surat kedua pihak peminjam tidak ada respons juga, maka surat kuasa eksekusi baru akan dikeluarkan. Setelahnya hak eksekusi dapat dilakukan.

Namun, seperti yang sudah kita bahas di atas bahwa proses eksekusi tidak dilakukan secara sembarangan. Saat benar-benar eksekusi akan dimulai, maka setidaknya pihak pemberi pinjaman yang melakukan eksekusi harus membawakan kedua surat pentingnya yaitu surat eksekusi dan sertifikat fidusia. Hal ini penting untuk diingat agar tidak terjadi salah paham saat eksekusi dilakukan.

E. Perbedaan Fidusia dan Gadai
Fidusia dan gadai mempunyai dua perbedaan yang paling utama. Pertama, jaminan fidusia harus bisa dibuat dengan menggunakan akta notaris, dan harus didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia khusus, sementara gadai tidak harus melakukan proses pendaftaran.

Lalu, hak milik fidusia adalah kepada pihak kreditor saja, sementara pada gadai pengendali utamanya adalah pemegang gadai walaupun hak suaranya ada pada pihak pemberi gadai.

Jaminan fidusia baru bisa dieksekusi ketika pihak debitur mencatatkan wanprestasi di dalam perjanjian pokok. Objek jaminan ini bisa dijual dengan kekuasaan para penerima. Eksekusi bisa dilakukan dengan dua cara utama, yakni melakukan lelang ataupun negosiasi.

Di dalam gadai, penguasaan barang tersebut hanya ditujukan untuk jaminan pembayaran utang debitur itu sendiri, bukan untuk digunakan ataupun dinikmati. Pengeksekusian di dalam gadai terdapat dua jenis eksekusi, objek gadai bisa dijual tanpa melakukan persetujuan ketua pengadilan, dan juga bisa dilakukan dengan izin hakim pengadilan.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Pengertian Jaminan Fidusia, Dasar Hukum, Sertifikat, Hak Eksekusi, dan Perbedaannya dengan Gadai"