Pengertian Biaya Tenaga Kerja, Komponen, Cara Menentukan Besarannya
Biaya Tenaga Kerja |
A. Pengertian Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja (labour cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar para pekerja dan pegawai yang bekerja pada suatu perusahaan. Biaya tenaga kerja juga diartikan sebagai suatu imbalan atau balas jasa yang diberikan oleh pemberi kerja kepada tenaga kerja yang bisa dinilai dengan menggunakan satuan uang terhadap pengorbanan yang sudah diberikan tenaga kerja.
Pada umumnya balas jasa yang diberikan oleh pemberi kerja kepada tenaga kerja sering disebut dengan gaji atau upah. Gaji merupakan pembayaran kepada tenaga kerja atau karyawan yang didasarkan pada rentang waktu seperti gaji mingguan, bulanan dan lain sebagainya. Sedangkan, upah dibebankan melalui rekening biaya tenaga kerja langsung, dan gaji dibebankan melalui rekening biaya overhead pabrik.
B. Komponen Biaya Tenaga Kerja
Terdapat beberapa komponen yang perlu dihitung untuk mengetahui seberapa besar biaya tenaga kerja di antaranya,
1. Biaya Rekrut Karyawan. Biaya pemasangan iklan lowongan kerja di berbagai media, mengikuti job fair, hingga proses rekrutmen masuk ke dalam biaya rekrut karyawan.
2. Upah Karyawan. Upah atau gaji karyawan adalah komponen terbesar dalam biaya tenaga kerja. Maka dari itu, jumlah karyawan yang dipekerjakan sangat berpengaruh terhadap seberapa besarnya biaya tenaga kerja.
3. Kesejahteraan Karyawan. Tunjangan kesehatan, tunjangan pernikahan, program Tabungan Hari Tua (THT) untuk karyawan serta berbagai program pelatihan dan pengembangan karyawan.
4. Kewajiban Perusahaan Terkait Karyawan. Program asuransi wajib dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja karena perusahaan wajib menyediakan asuransi terhadap karyawan. Selain itu, kewajiban pajak seperti Pajak Penghasilan juga masuk ke dalam biaya tenaga kerja.
C. Cara Menentukan Besar Biaya Tenaga Kerja
Pada perusahaan yang masih berskala kecil, di mana jumlah tenaga kerjanya relatif sedikit biasanya menggunakan 2 sistem penggajian, yaitu:
1. Sebagian tenaga kerja digaji dengan jumlah tetap per bulannya.
2. Sebagian tenaga kerja digaji atas dasar hari kerja atau jam kerja.
Pada perusahaan yang berskala cukup besar, sifat produksinya sama, dan mempunyai jumlah tenaga kerja yang banyak, biasanya menggunakan sistem penggajian atas dasar kontrak perjanjian kerja. Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam sistem penggajian pada perusahaan berskala besar, yaitu sebagai berikut,
1. Program Gaji dan Upah Insentif
Tujuan dari penerapan program insentif ini adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Artinya program insentif ini akan meningkatkan pendapatan dari tenaga kerja yang mempunyai produktivitas tinggi. Berikut ini beberapa syarat dari penerapan program insentif di antaranya,
a. Upah insentif berdasarkan pada standar prestasi yang disusun berdasarkan penelitian gerak dan waktu, evaluasi jabatan, dan tingkat jasa.
b. Pengaplikasian program insentif ini diharapkan bisa mendorong para tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas-nya.
c. Hanya produk yang sesuai dengan standar kualitas yang akan mendapatkan insentif.
d. Program ini membutuhkan dukungan kemampuan administrasi yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan dalam melakukan perhitungan upahnya lebih rumit.
Terdapat 2 cara dalam melakukan pemberian insentif di antaranya,
a. Insentif Satuan dengan Jam Minimum
Insentif satuan dengan jam minimum (straight piecework with a guaranted hourly minimum plan), adalah cara pemberian insentif dengan tenaga kerja dibayar berdasarkan tariff per jam untuk menghasilkan jumlah satuan output standar.
Untuk hasil produksi yang melebihi jumlah standar, maka tenaga kerja akan mendapatkan upah tambahan. Upah tambahan tersebut sebesar jumlah kelebihan satuan output standar dikali dengan tariff upah per satuan. Tariff upah per satuan ini dapat dihitung dengan cara membagi upah standar per jam dengan satuan output standar per jam.
b. Taylor Differential Piece Rate Plan
Cara ini adalah semacam straight piece rate plan yang memakai tariff setiap potong untuk jumlah output rendah per jam dan tariff potong tiap potong yang lain untuk jumlah output yang tinggi per jam.
2. Premi Lembur
Premi lembur ini dibayarkan kepada tenaga kerja yang bekerja melebihi jam kerja maksimal dalam suatu periode tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berikut ini merupakan beberapa perlakuan akuntansi terhadap premi lebur, yang bisa digolongkan menjadi 3, yaitu:
a. Jika lembur disebabkan karena suatu pesanan tertentu, maka premi lebur diperlakukan sebagai elemen harga pokok produk yang menyebabkan premi lembur.
b. Jika lembur normal terjadi karena kurangnya kapasitas produksi dibandingkan dengan kegiatan yang terlalu banyak, maka premi lembur diperlakukan sebagai elemen dalam biaya overhead pabrik.
c. Jika lembur disebabkan karena ketidakefisienan aktivitas perusahaan, maka premi lembur bisa langsung dimasukkan dalam laporan laba rugi tanpa dikapitalisasi ke dalam harga pokok produk.
Dalam perusahaan, apabila tenaga kerja bekerja melebihi 40 jam per minggu, maka tenaga kerja mempunyai hak untuk menerima uang lembur dan premi lembur. Perlakuan terhadap premi lembur ini tergantung atas berbagai alasan yang melatarbelakangi terjadinya lembur tersebut.
Premi lembur bisa ditambahkan sebagai upah tenaga kerja langsung dan dibebankan pada pekerjaan atau departemen tempat terjadinya lembur tersebut. Perlakuan tersebut bisa dibenarkan jika pabrik sudah bekerja pada kapasitas penuh dan pelanggan mau menerima beban tambahan karena lembur tersebut.
Premi lembur bisa diperlakukan sebagai unsur biaya overhead pabrik dan dianggap sebagai biaya periode (period expense). Perlakuan tersebut bisa dibenarkan apabila lembur yang dilaksanakan tersebut terjadi karena ketida efisien-an atau pemborosan waktu kerja.
3. Biaya Tenaga Kerja Lain-lain
a. Biaya pensiun
Adalah balas jasa yang diberikan kepada tenaga kerja yang sudah berhenti bekerja di perusahaan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan pensiun.
b. Biaya waktu setup
Seringkali sebuah pabrik membutuhkan waktu dan juga sejumlah biaya yang digunakan untuk memulai proses produksi. Berbagai biaya yang dikeluarkan untuk memulai proses produksi disebut sebagai biaya pemula produksi (setup cost).
Biaya pemula produksi dibutuhkan pada saat pabrik atau proses mulai dijalankan atau dibuka kembali atau ketika produk baru diperkenalkan. Biaya pemula produksi ini meliputi berbagai pengeluaran untuk pembuatan rancang bangun, penyusunan mesin dan peralatan, latihan bagi tenaga kerja, dan berbagai kerugian yang muncul akibat dari belum adanya pengalaman.
Terdapat 3 cara yang dapat digunakan untuk memperlakukan biaya pemula produksi.
a) Dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja langsung. Jika biaya pemula produksi bisa diidentifikasikan pada suatu pesanan tertentu, maka biaya tersebut pada umumnya dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja langsung dan dibebankan secara langsung ke dalam akun barang dalam proses.
b) Dimasukkan ke dalam biaya overhead pabrik. Biaya pemula produksi bisa diperlakukan sebagai unsur biaya overhead pabrik (BOP).
c) Dimasukkan pada pesanan yang bersangkutan. Biaya pemula produksi dapat menjadi beban pada pesanan tertentu dalam kelompok biaya tersendiri yang terpisah dari biaya bahan baku (BBB), biaya tenaga kerja langsung (BTKL), dan biaya overhead pabrik (BOP).
c. Biaya waktu menganggur atau waktu tunggu (Idle Time)
Dalam proses pengolahan produk, seringkali terjadi berbagai hambatan, misalnya seperti kerusakan mesin atau kekurangan pekerjaan. Hal tersebut tentunya menyebabkan waktu menganggur bagi tenaga kerja. Berbagai biaya yang dikeluarkan selama waktu menganggur ini diperlakukan sebagai biaya overhead pabrik.
Dari berbagai sumber
Post a Comment