Pengertian Barang Kena Pajak, Dasar Hukum, dan Jenisnya
Barang Kena Pajak (BKP) |
A. Pengertian Barang Kena Pajak (BKP)
Barang kena pajak adalah jenis barang yang berwujud ataupun tidak berwujud yang dikenakan sebuah pajak. Menurut pasal 1 angka 3 dan 3 UU No. 8 PPN Tahun 1983 BKP, barang kena pajak adalah suatu barang bergerak atau tidak bergerak maupun barang kena pajak tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini.
Jenis barang bergerak adalah suatu barang yang penggunaannya dapat dipindahkan. Sedangkan barang tidak bergerak ialah jenis barang yang tidak dapat dipindah tempatkan. Sementara pada barang kena pajak PPN tidak berwujud merupakan barang yang tidak dapat dilihat dan tidak memiliki wujud secara fisik. Sedangkan barang yang berwujud adalah barang yang dapat dilihat maupun dirasakan secara fisik.
Biasanya jenis perpajakan ini dikenakan pada pihak yang menjual yang telah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Namun apabila penjual belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, maka barang yang dijual tidak dikenakan pajak. Sehingga pihak yang menanggung pajak adalah pihak pembeli.
Berdasarkan pasal 1A UU PPN, maka yang termasuk ke dalam pengertian barang kena pajak adalah:
1. Penyerahan Barang Ke Pedagang Perantara atau Pihak Supplier atau Juru Lelang
Pedagang perantara ataupun supplier adalah orang yang mampu menjembatani adanya proses transaksi jual beli barang dari pihak perusahaan ke konsumen. Jadi, dalam hal ini perusahaan tidak akan langsung menjual produknya kepada konsumen, namun perusahaan menggunakan perantara tersebut.
Sedangkan juru lelang adalah mereka yang biasanya ditunjuk oleh pemerintah untuk menjual barang secara dilelang, yakni pembukaan harga yang ditawarkan dan terjadinya transaksi dengan penawaran harga tertinggi pada sekelompok orang atau golongan.
2. Adanya Penyerahan Hak Atas Suatu Barang Kena Pajak
Penyerahan barang atas perjanjian yang di maksud adalah seperti proses transaksi jual beli, baik itu secara tunai ataupun angsuran, kegiatan tukar menukar antara barang ataupun retur pembelian, ataupun perjanjian lain yang di dalamnya melibatkan penyerahan suatu barang kena pajak.
Umumnya, perjanjian ini harus mendapatkan persetujuan antar pihak yang mempunyai barang dan juga orang yang menerima barang.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak Secara Konsinyasi
Yang dimaksud dengan konsinyasi adalah suatu bentuk perjanjian kerjasama yang mana para pemilik barang atau pihak produsen akan menitipkan barangnya pada pihak kedua untuk bisa dijual kembali pada konsumen akhir.
Jadi, mereka akan melibatkan penengah dalam menjual barang hasil produksinya. Pajak Pertambahan Nilai atau PPN akan dibayarkan ketika barang sudah diserahkan oleh pihak kedua agar bisa dititipkan dan juga dikreditkan dengan pajak pengeluaran pada masa pajak terjadinya aktivitas penyerahan dan penerimaan barang kena pajak.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak Antar Cabang Perusahaan
Penyerahan barang yang dilakukan antar perusahaan yang sudah terdaftar pajak walaupun pada perusahaan cabang miliknya. Hal tersebut terjadi karena adanya kegiatan penyerahan barang antar pihak. Terutama jika ada pemindahan barang yang terjadi karena ada permintaan barang penjualan dari pusat atau cabang dan bentuk transaksi tidak bisa dilakukan pada lokasi barang tiba.
5. Pengalihan BKP Karena Adanya Suatu Perjanjian
Adanya penyerahan barang kena pajak akan terjadi saat pihak yang memberikan sewa dan juga penyewa sudah sepakat yang sudah ditandai dengan tanda tangan di atas suatu kertas perjanjian.
Setelah terjadi perpindahan barang kena pajak, maka selanjutnya pajak akan ditanggung oleh penyewa lain. Sekalipun bentuk pembayaran belum bisa dilunasi atau masih diangsur, tapi sudah terjadi penyerahan sebelumnya pada barang kena pajak.
B. Dasar Hukum Barang Kena Pajak (BKP)
Pajak pertambahan nilai atau PPN barang kena pajak ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, yang isinya adalah:
1. Adanya tarif PPN 0% bisa diberlakukan pada ekspor barang kena pajak berwujud ataupun tidak berwujud dan pada ekspor jasa kena pajak.
2. Tarif PPN 10% bisa diberlakukan pada seluruh produk yang beredar secara bebas di dalam negeri, termasuk pada daerah Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya diberlakukan undang-undang tertentu yang mengatur terkait kepabeanan.
3. Paling rendah, PPN yang ditetapkan pada PPN barang mewah adalah 10% dan paling besar adalah 200%.
4. Pada produk barang dan jasa yang terkena PPN 10%, maka tarifnya bisa diturunkan menjadi minimal 5% dan paling tinggi adalah 20% dengan tetap mengikuti peraturan yang berlaku.
C. Jenis Barang Kena Pajak (BKP)
Setidaknya terdapat dua jenis barang kena pajak, yakni barang kena pajak tidak berwujud dan barang kena pajak tidak berwujud.
Pada dasarnya, barang kena pajak berwujud adalah suatu barang yang bisa digunakan secara fisik. Disisi lain, barang kena pajak tidak berwujud adalah suatu barang yang manfaatnya bisa dirasakan dan mempunyai nilai tapi tidak bisa dirasakan secara fisik.
Di dalam laporan keuangan, barang kena pajak berwujud ini lantas terbagi lagi menjadi dua, yakni barang kena pajak berwujud bergerak dan juga barang kena pajak berwujud tidak bergerak.
Sama seperti namanya, barang kena pajak berwujud bergerak adalah barang yang bisa dipindah-pindahkan tergantung keperluan perusahaan. Contoh sederhananya adalah kendaraan, peralatan kendaraan, mesin produksi, dan perlengkapan kantor. Sedangkan contoh sederhana dari barang tidak bergerak adalah tanah dan bangunan perusahaan.
Disisi lain, contoh sederhana dari barang tidak berwujud adalah nama atau brand perusahaan dan hak cipta produk pada suatu perusahaan.
Selain itu, ada juga barang lain yang sudah diputuskan oleh direktorat jenderal pajak untuk tidak dikenakan tarif pajak. Berbagai barang tersebut di antaranya,
1. Barang tambang atau barang hasil sumber daya alam yang bukan dari pihak ketiga atau kesekian kalinya.
2. Barang keperluan primer yang sangat diperlukan oleh masyarakat, yang mana tanpa adanya barang tersebut maka masyarakat tidak bisa hidup, contoh sederhananya adalah beras atau minuman.
3. Minuman dan makanan yang disajikan secara langsung oleh rumah makan ataupun restoran, warung, depot makan, hingga hotel selama konsumen tersebut mengonsumsinya di tempat.
4. Emas, perak, dan surat berharga, karena barang tersebut bisa dijadikan sebagai pengganti uang yang sah dan memiliki nilai intrinsik.
Barang Kena Pajak yang Bebas PPN
Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2007 tentang impor dan penyerahan barang kena pajak yang sifatnya lebih strategis dan bisa dibebaskan dari pengenaan PPN, adalah:
1. Mesin dan alat pabrik yang terpasang ataupun terurai tanpa mencakup suku cadang di dalamnya.
2. Bahan baku atau makanan untuk unggas, ikan, dan makanan ternak.
3. Barang hasil tani, kebun, ternak, dan hasil perhutanan yang dipotong dan diambil langsung dari sumbernya.
4. Bibit ataupun benih dari setiap produk dari hasil perkebunan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, atau penangkaran.
5. Bahan baku perak dalam bentuk butir atau dalam bentuk batangan.
6. Bahan baku pembuatan uang kertas serta uang logam
7. Air bersih yang disalurkan dengan menggunakan pipa oleh pihak PT Perusahaan Air Minum
8. Listrik, terkecuali untuk perumahan dengan daya yang tidak melebihi 6600 watt.
Dari berbagai sumber
Post a Comment