Pengertian Patriarki, Jenis, dan Contohnya
Patriarki |
A. Pengertian Patriarki
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Patriarki berasal dari kata patriarkat yang berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya.
Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Beberapa masyarakat patriarkal juga patrilineal, yang berarti bahwa properti dan gelar diwariskan kepada keturunan laki-laki. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki serta menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki.
Sistem sosial patriarki menjadikan laki-laki memiliki hak istimewa terhadap perempuan. Dominasi mereka tidak hanya mencakup ranah personal saja, melainkan juga dalam ranah yang lebih luas seperti partisipasi politik, pendidikan, ekonomi, sosial, hukum dan lain-lain.
Dalam ranah personal, budaya patriarki adalah akar munculnya berbagai kekerasan yang dialamatkan oleh laki-laki kepada perempuan. Atas dasar "hak istimewa" yang dimiliki laki-laki, mereka juga merasa memiliki hak untuk mengeksploitasi tubuh perempuan.
Patriarki Menurut Para Ahli
1. Walby, patriarki merupakan suatu sistem struktur sosial yang secara tegas memposisikan laki-laki sebagai pihak yang dominan.
2. Aristoteles, patriarki terkonsentrasi di tangan lelaki tertua dari berbagai kelompok keturunan dan transmisi mereka terjadi melalui laki-laki, umumnya untuk kepentingan anak sulung (organisasi patrilineal).
3. Merriam Webster, patriarki adalah organisasi sosial yang ditandai dengan supremasi ayah dalam klan atau keluarga, ketergantungan hukum terhadap istri dan anak, serta penghitungan keturunan dan warisan dalam garis keturunan laki-laki.
4. Your Dictionary, patriarki adalah suatu bentuk organisasi sosial di mana ayah atau laki-laki tertua diakui sebagai kepala keluarga atau suku, keturunan dan kekerabatan dilacak melalui garis laki-laki. Dalam hal ini segenap pemerintahan, aturan, atau dominasi laki-laki, seperti dalam keluarga atau suku. Sehingga sistem sosial dalam masyarakat di mana laki-laki adalah kepala rumah tangga, memegang kekuasaan paling besar dan di mana garis keturunan keluarga diteruskan melalui laki-laki.
B. Jenis Patriarki
Berbagai bentuk patriarki dalam kehidupan masyarakat di antaranya,
1. Tradisional, di mana dalam sistem ini laki-laki yang lebih tua memiliki kekuasaan atas generasi laki-laki yang lebih muda. Masyarakat patriarki tradisional, biasanya, juga patrilineal gelar dan properti diwarisi melalui garis laki-laki. (Sebagai contoh, Hukum Salic yang diterapkan pada properti dan gelar mengikuti garis keturunan pria dengan ketat).
2. Modern, patriarki dalam sistem modern meletakan beberapa pria memegang lebih banyak kekuasaan (dan hak istimewa) berdasarkan posisi otoritas, dan hierarki kekuasaan (dan hak istimewa) ini dianggap dapat diterima.
C. Contoh Budaya Patriarki
Jika dilihat kembali, budaya yang sudah mengakar dan masih langgeng di masyarakat ini kerap menimbulkan banyak masalah sosial akibat belenggu budaya patriarki. Beberapa contoh masalah sosial yang timbul dari budaya patriarki di antaranya,
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pada tahun 2016 saja, Komnas Perempuan telah melaporkan terdapat sekitar 259 ribu kasus kekerasan pada perempuan. Jumlah tersebut didapat dari hasil kasus yang ditangani oleh pengadilan agama yakni sebagai 245 ribu kasus dan sisanya ditangani oleh lembaga layanan pemberdayaan.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga ini kerap didasari oleh berbagai macam faktor. Mulai dari finansial, orang ketiga dan masih banyak lagi lainnya. Namun demikian, hal tersebut juga tak lepas dari faktor budaya patriarki yang menjadi legitimasi setiap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang suami pada istrinya dengan dalih bahwa ialah yang berkuasa dalam rumah tangga.
Budaya patriarki ini membentuk sosok laki-laki yang dominan dalam berbagai macam aspek. Cenderung kuat dan memiliki kekuasaan penuh terutama terhadap perempuan dan rumah tangganya. Sehingga banyak istri yang memiliki keterbatasan untuk melakukan suatu hal yang mereka inginkan. Bahkan tak sedikit dari mereka yang memilih tunduk lantaran tidak berani melawan ataupun tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya.
2. Kasus Pelecehan Seksual
Data yang berikutnya terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi pada tahun 2016 dengan kisaran angka hingga 16 ribu kasus yang berhasil didokumentasikan. Artinya, masih ada banyak kasus pelecehan yang mungkin tidak diceritakan atau dilaporkan oleh korban pada pihak berwajib.
Budaya patriarki yang dibiarkan menjamur di masyarakat akan terus memicu timbulnya kasus pelecehan ini dan bahkan mengalami peningkatan dari hari ke hari. Seringkali laporan tindak pelecehan yang dilakukan oleh korban dianggap remeh oleh beberapa pihak yang seharusnya memberikan pembelaan dan pengadilan. Hal inilah yang kerap membuat korban pelecehan maupun pemerkosaan sungkan untuk melaporkan peristiwa yang terjadi padanya.
Selain itu, godaan yang dilakukan oleh laki-laki masih banyak dianggap sebagai satu hal yang wajar. Padahal hal tersebut juga termasuk ke dalam kategori pelecehan meskipun hanya dalam bentuk verbal.
Tak hanya berupa godaan seperti bersiul maupun melirik, ada juga aktivitas lain yang termasuk ke dalam kategori pelecehan seksual. Di antaranya mulai dari sengaja meniup atau menghembuskan nafas di leher/telinga korban ketika berada di tempat ramai (biasanya di dalam transportasi umum), menggesek-gesekan kemaluan ke tubuh korban, melakukan catcalling dan masih banyak lagi lainnya.
3. Meningkatnya Angka Pernikahan Usia Dini
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia pada tahun 2015 silam, angka pernikahan dini yang terjadi di Indonesia menduduki peringkat nomor dua di kawasan Asia Tenggara. Tentu hal tersebut bukanlah suatu pencapaian positif yang patut dibanggakan. Justru sebaliknya.
Sebab pernikahan dini banyak yang berakhir pada kekerasan dalam rumah tangga hingga kasus perceraian. Beberapa di antaranya bahkan terpaksa menikah dini ketika berusia di bawah 18 tahun. Yang mana secara biologis mereka masih belum dewasa untuk melakukan hubungan suami istri.
Terlebih tak sedikit kasus pernikahan dini tersebut didasar oleh tekanan atau paksaan dari orang tua yang membuat putrinya harus menanggung beban untuk menikah dengan orang yang berusia jauh lebih tua darinya. Anak-anak yang dipaksa menikah di bawah umur ini sangat rentan mengalami kerusakan pada organ intimnya ketika berhubungan badan. Selain itu, banyak dari mereka juga belum matang untuk melahirkan bayi.
Tak heran jika pernikahan dini ini kerap kali berujung pada malapetaka yang menyebabkan maut menjemput pihak perempuan yang berusia di bawah umur.
4. Stigma Mengenai Perceraian
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tiga tahun merilis data bahwa angka perceraian di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Pasifik dengan jumlah terlapor sebanyak 212.400 kasus perceraian dan 75% pihak penggugat datang dari pihak perempuan.
Perceraian merupakan hal paling tidak diimpikan oleh setiap pasangan suami-istri, terlebih bagi kaum perempuan. Sayangnya, status janda yang melekat pada seorang perempuan lebih sering dianggap berkonotasi negatif dibandingkan status duda pada laki-laki.
Tak heran jika mereka yang berstatus janda lebih sering mengalami diskriminasi di masyarakat maupun tempat kerja.
Dari berbagai sumber
Post a Comment