Pengertian Shopaholic, Ciri, Pola Pikir, Penyebab, Jenis, dan Dampaknya

Pengertian Shopaholic atau Gila Belanja
Shopaholic (Gila Belanja)

A. Pengertian Shopaholic (Gila Belanja)
Shopaholic (gila belanja) adalah penderita kecanduan berbelanja, yaitu orang yang memaksakan diri untuk berbelanja dan mungkin merasa dirinya tidak memiliki kontrol atas perilaku tersebut. Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari maupun tidak.

Seorang shopaholic terdorong seseorang untuk membeli barang yang tidak ia butuhkan, melainkan untuk memuaskan keinginan, kesenangan atau obsesinya saja. Keputusan pembelian didorong oleh faktor emosi yang menyebabkan seseorang tidak terkontrol dalam membeli produk.

Shopaholic (Gila Belanja) Menurut Para Ahli
1. Oxford Expans (dalam Resstiani, 2010), shopaholic adalah seseorang yang tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja yang mereka inginkan meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu ia butuhkan
2. Anugrahati (2014), shopaholic adalah seseorang yang memiliki pola belanja berlebihan yang dilakukan terus menerus dengan menghabiskan begitu banyak cara, waktu, dan uang hanya untuk membeli atau mendapatkan barang-barang yang diinginkan tetapi tidak terlalu dibutuhkan oleh dirinya.

B. Ciri Shopaholic (Gila Belanja)
Orang yang shopaholic umumnya tidak menyadari bahwa dirinya adalah seorang shopaholic. Berikut beberapa ciri shopaholic di antaranya,
1. Uang di dompet sering hilang seketika
Seorang shopaholic akan merasa aneh apabila Dia tahu ada uang di dompet dan tidak digunakan untuk belanja. Shopaholic tau bahwa Dia harus menabung, bayar cicilan, tetapi Dia menggunakan uang yang ada untuk berbelanja. Hasrat untuk berbelanja lebih besar daripada niat untuk menabung, berinvestasi atau memikirkan masa depan keuangannya.

2. Shopaholic tidak sadar barang yang telah dibeli
Ini cara gampang melihat seorang shopaholic, cek lemari baju Anda apakah ada beberapa baju, celana, tas atau apapun yang masih memiliki tag (barang yang sudah Anda beli dan belum dipakai)? Jika Anda lupa, Anda pernah membeli barang-barang tersebut bisa jadi Anda seorang shopaholic.

3. Shopaholic memaksimalkan kemampuannya untuk berbelanja
Shopaholic mendayagunakan seluruh kemampuan keuangannya untuk berbelanja, dari mulai uang kas, cicilan kartu kredit bahkan bisa jadi pinjam uang keluarga. Hati-hati ada anggota keluarga Anda yang memiliki tanda-tanda shopaholic. Shopaholic bisa jadi mengganggu kesehatan keuangan keluarga.

4. Berbelanja menjadi salah satu rutinitas selain hobi dan pekerjaan
Apakah pekerjaan Anda sering terganggu, karena Anda sering berbelanja online? Seorang shopaholic merasa berbelanja adalah salah satu rutinitas, mungkin satu bulan bisa lebih dari 4 kali, berbelanja di mall.

5. Berbelanja Impulsif
Berbelanja impulsif dapat diartikan berbelanja karena keinginan sesaat. Tertarik melihat barang saat di toko, kemudian langsung membeli tanpa ada kebutuhan, tanpa ada rencana. Seorang shopaholic berbelanja karena ingin bukan karena sebuah kebutuhan. Bisa jadi seorang shopaholic memiliki lebih dari 10 tas tangan, lebih dari 10 kaca mata hitam.

6. Berbelanja barang-barang tidak penting tanpa rasa penyesalan
Seorang shopaholic umumnya merasa senang setelah belanja, walaupun mereka membelinya dengan kartu kredit. Jangan kaget jika suatu saat Anda bertemu dengan seseorang yang merasa sakit kalau belum menghabiskan limit kartu kreditnya untuk berbelanja.

7. Menyembunyikan barang-barang belanjaan
Seorang shopaholic merasa takut apabila ada anggota keluarganya mulai meributkan barang-barang yang dibeli. Pergi ke mall lebih sering. Ciri-ciri seorang shopaholic yang menyembunyikan barang-barang adalah mulai berbohong mengenai barang belanjaannya, seberapa sering berbelanja dan mulai menyelinap keluar untuk berbelanja.

8. Menutup tampilan internet browser jika ada orang yang lewat
Seorang shopaholic merasa tidak nyaman jika ada seorang yang mau melihat tampilan internet browser. Tentu saja isi tampilan internet browser mereka adalah online shopping. Shopaholic online akan segera lari ke internet untuk berbelanja apabila dia mengalami stress dalam pekerjaan.

C. Pola Pikir Shopaholic
Menurut Mark Banschick M.D., seorang alkoholik dapat meninggalkan minuman keras, seorang penjudi dapat berhenti bertaruh, namun shopaholic merasa memiliki keharusan untuk berbelanja. Inilah yang membuat shopaholic atau oniomania disebut sebagai gangguan mental yang dapat merusak seseorang. Berikut beberapa hal yang ada dalam pikiran seorang shopaholic sejati di antaranya,
1. Shopaholic akan terus berusaha disukai orang lain
Menurut penelitian, seorang shopaholic biasanya memiliki kepribadian yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan subjek penelitian non-shopaholic, yang berarti mereka baik hati, simpatik, dan tidak kasar kepada orang lain. Karena mereka sering kesepian dan terisolasi, pengalaman berbelanja menyediakan shopaholic untuk berinteraksi secara positif dengan penjual dan berharap bahwa jika membeli sesuatu maka mereka akan meningkatkan hubungan dengan orang lain.

2. Shopaholic memiliki harga diri yang rendah
Harga diri yang rendah merupakan salah satu karakteristik yang paling umum ditemukan dalam studi mengenai kepribadian shopaholic. Menurut para shopaholic, berbelanja adalah cara untuk meningkatkan harga diri, terutama jika objek yang diinginkan terkait dengan citra (image) yang ingin dimiliki oleh pembeli. Namun, harga diri rendah juga dapat menjadi konsekuensi dari shopaholic, terutama banyaknya utang yang dimiliki dapat meningkatkan perasaan tidak mampu dan tidak berharga.

3. Shopaholic memiliki masalah emosional
Shopaholic memiliki kecenderungan untuk memiliki ketidakstabilan emosional atau perubahan suasana hati. Penelitian juga menemukan bahwa shopaholic juga sering menderita kecemasan dan depresi. Belanja sering digunakan oleh mereka untuk memperbaiki mood, meskipun hanya berlaku untuk sementara waktu.

4. Shopaholic memiliki kesulitan untuk mengontrol impuls
Impuls merupakan sesuatu yang alami, yang secara tiba-tiba mendorong Anda untuk melakukan sesuatu sehingga Anda akan merasa perlu untuk bertindak. Kebanyakan orang merasa cukup mudah untuk mengontrol impuls mereka karena mereka telah belajar untuk melakukannya di masa kanak-kanak. Di sisi lain, shopaholic memiliki impuls berlebih dan tak terkontrol untuk berbelanja.

5. Shopaholic selalu memanjakan fantasi
Kemampuan shopaholic untuk berfantasi biasanya lebih kuat dibandingkan dengan orang lain. Ada beberapa cara yang membuat fantasi memperkuat kecenderungan untuk membeli terlalu banyak, yaitu shopaholic dapat berfantasi mengenai sensasi berbelanja ketika terlibat dalam kegiatan lain. Mereka dapat membayangkan seluruh efek positif dari membeli objek yang diinginkan, dan mereka dapat melarikan diri ke dunia fantasi dari kerasnya realita kehidupan.

6. Shopaholic cenderung materialistis
Penelitian menunjukkan bahwa shopaholic lebih materialistis dibandingkan dengan pembeli lain, namun mereka menunjukkan adanya cinta yang rumit terhadap harta benda. Secara mengejutkan, mereka sama sekali tidak memiliki ketertarikan untuk memiliki benda-benda yang mereka beli dan mereka kurang memiliki dorongan untuk memperoleh harta benda dibandingkan dengan orang lain. Hal itu menjelaskan mengapa shopaholic cenderung membeli hal-hal yang tidak mereka butuhkan.

Jadi, apa yang menunjukkan bahwa mereka lebih materialistis dibandingkan dengan yang lain? Ada dua dimensi lain dari materialisme, yaitu rasa iri dan tidak murah hati, dan ini adalah kelemahan dari para shopaholic. Mereka jauh lebih iri dan kurang murah hati dibandingkan dengan orang lain. Hal yang mengejutkan adalah para shopaholic memberikan barang yang mereka beli untuk orang lain hanya untuk “membeli” cinta dan meningkatkan status sosial, bukan sebagai tindakan kedermawanan.

D. Penyebab Shopaholic
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan sikap gaya hidup shopaholic pada individu, Shopaholic dapat disebabkan oleh berbagai faktor dari luar maupun dari dalam diri individu. Menurut Klinik SERVO (dalam Resstiani,2010) individu memiliki sikap gaya hidup shopaholic disebabkan oleh individu yang memiliki pola hidup hedonis (materialis) sehingga seseorang cenderung mempersepsi orang lain berdasarkan apa yang dimilikinya, dan menganggap bahwa berbelanja adalah sarana untuk melepaskan diri dari stres.

Shopaholic juga dapat didorong oleh kecemasan atau trauma yang pernah ia alami ketika tidak memiliki barang-barang mewah sehingga mendorong membeli barang mewah untuk menghindari penghinaan dari lingkungan sosialnya. Kecemasan dapat mendorong individu berpikir tidak rasional sehingga individu dapat membelikan barang dengan mengesampingkan kebutuhan yang benar-benar ia butuhkan. Sangat banyak faktor yang menyebabkan individu memiliki sikap gaya hidup shopaholic dengan garis besar adalah faktor internal dari dalam diri dan faktor eksternal yang dipengaruhi lingkungan sosial.

Faktor yang menjadi penyebab individu mempunyai sikap gaya hidup shopaholic sangat beragam. Dorongan dari dalam diri sendiri ataupun dorongan dari luar seperti lingkungan sosial juga sangat berpengaruh. Sedangkan menurut Rizky Siregar (dalam Resstiani, 2010) ada tiga faktor yang dapat menjadi menyebabkan seseorang shopaholic di antaranya,
1. Pengaruh dari dalam diri. Seorang shopaholic biasanya memiliki kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi sehingga merasa kurang percaya diri dan tidak dapat berpikir positif tentang dirinya sendiri sehingga beranggapan bahwa belanja bisa membuat dirinya lebih baik.
2. Pengaruh dari keluarga. Peran keluarga, khususnya orang tua dalam mendidik anak dapat menjadi faktor anak memiliki gaya hidup shopaholic. Orang tua yang selalu memberikan barang-barang ataupun uang secara berlebihan terhadap anak-anaknya, secara tidak langsung mendidik anaknya menjadi memiliki sikap gaya hidup shopaholic dan percaya bahwa materi adalah alat utama untuk menyelesaikan masalah.
3. Pengaruh lingkungan pergaulan. Selain keluarga lingkungan pergaulan juga dapat mempengaruhi dalam membentuk kepribadian seseorang. Memiliki teman yang hobi berbelanja dapat menimbulkan rasa ingin meniru dan memiliki apa yang dimiliki juga oleh temannya.

Bagi pelaku shopaholic, belanja menjadi sebuah gambaran sikap konsumtif yang sulit untuk diubah. Gejala ini dapat menyerang siapa saja, baik itu remaja maupun orang tua. Ketika individu bersosial dengan banyak orang menyebabkan banyak budaya yang masuk dan menyebabkan dirinya ingin mengikuti budaya tersebut.

Individu yang memiliki sikap gaya hidup shopaholic cenderung menilai orang lain berdasarkan apa yang dimiliki oleh orang tersebut. Hal ini yang menyebabkan seseorang akan terus berbelanja karena tidak merasa puas dengan apa yang dimilikinya. Tidak terpenuhinya kebutuhan emosi menjadi penyebab orang tidak percaya diri dan tidak dapat berpikir positif tentang kondisi dirinya sendiri sehingga individu tersebut beranggapan bahwa berbelanja dapat memperbaiki dirinya sehingga lebih baik. Beberapa faktor penyebab sikap gaya hidup shopaholic menurut Anugrahati (2014) di antaranya,
1. Gaya hidup yang dapat dikatakan sikap gaya hidup shopaholic jika memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah membelanjakan banyak uang, memakai barang mewah dalam kesehariannya dengan harga mahal, dalam beraktivitas individu yang memiliki sikap gaya hidup shopaholic sangat memilih tempat-tempat yang berkelas dan mewah.
2. Keluarga dapat menjadi agen sosialisasi yang paling mempengaruhi dalam menentukan pembentukan sikap dan sikap individu. Keluarga sangat berpengaruh terhadap individu dalam mempengaruhi pengambilan keputusan atau mempengaruhi pemakaian barang, misalkan melatih atau mendorong agar anak membeli barang dengan harga yang mahal. Secara tidak langsung orang tua tersebut mencontohkan sikap gaya hidup tersebut kepada anaknya.

Apabila keluarga memiliki sikap gaya hidup shopaholic, maka anaknya kemungkinan besar akan memiliki sikap gaya hidup yang sama. Bahkan terkadang dari pihak orang tua, tanpa anaknya meminta untuk dibelikan suatu barang, orang tuanya pun sudah membelikannya untuk anaknya. Sikap seperti ini yang akan selalu menjadikan tolak ukur oleh anak hingga dewasa. Sehingga kemungkinan besar apabila keluarga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi individu mempunyai sikap gaya hidup shophaholic.

3. Iklan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap gaya hidup shopaholic karena iklan mempunyai fungsi membujuk atau mengajak yang melihatnya agar membeli barang tersebut. Iklan merupakan sarana produsen mempengaruhi konsumen bahwa sikap gaya hidup shopaholic atau berbelanja sebagai sarana penghilang stres. Individu yang memiliki sikap gaya hidup shopaholic akan tergiur akan promosi yang menggiurkan dari berbagai pusat perbelanjaan.
4. Model yang sedang menjadi trend masyarakat terpancing untuk datang dan berbelanja. Individu yang merupakan makhluk sosial pun akan terpengaruh sesuatu yang ada di sekelilingnya. Hal ini yang dapat mendorong individu memiliki sikap gaya shopaholic.  
5. Pusat perbelanjaan selalu berlomba-lomba menarik perhatian para konsumen dan menunjukkan barang-barang yang memiliki kualitas bagus dengan keluaran terbaru.  
6. Pengaruh lingkungan pergaulan sangat berpengaruh dalam membentuk individu memiliki sikap gaya hidup shopaholic, karena individu akan cenderung meniru apa yang dilihat terlebih dari lingkungan pergaulannya.

Ronodirdjo (2015) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sikap gaya hidup shopaholic muncul di antaranya,
1. Diskon menyebabkan individu sering mengambil keputusan tanpa memikirkan apakah barang itu benar-benar dibutuhkan, sehingga banyak mengakibatkan barang mubazir atau tidak terpakai.
2. Dorongan dari teman sebayanya agar memiliki penampilan yang menarik dan kekinian juga menyebabkan individu memiliki sikap gaya hidup shopaholic. Mereka akan membeli barang agar penampilan menarik dan dipandang bagus oleh teman-teman sebayanya.  
3. Sikap kolektor menyebabkan individu mengumpulkan banyak barang walaupun kurang memiliki fungsi pada dirinya. Mereka hanya mengumpulkan barang yang mereka senangi saja.

Sedangkan menurut Amstrong (dalam Anugrahati, 2014) menjelaskan bahwa faktor yang mendorong individu memiliki sikap gaya hidup shopaholic di antaranya,
1. Sikap
2. Pengalaman dan pengamatan
3. Kepribadian
4. Konsep diri
5. Motif
6. Persepsi
7. Kelompok referensi
8. Keluarga
9. Kelas sosial
10. Kebudayaan

Secara besar garis besar faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal yaitu faktor yang dipengaruhi dari dalam diri individu tersebut meliputi:  
a. Seseorang yang menganut gaya hidup hedonis
b. Pengaruh dari dalam diri sendiri
c. Kecemasan yang ditimbulkan oleh trauma

2. Faktor eksternal meliputi:
a. Iklan
b. Pengaruh dari teman
c. Banyaknya pusat perbelanjaan

E. Jenis Gaya Hidup Shopaholic
Terdapat beberapa jenis sikap gaya hidup shopaholic yang ada pada lingkungan sosial, lingkungan keluarga mapun lingkungan sekolah. Amelia Masniari (dalam Resstiani, 2010) menyebutkan sembilan jenis individu yang memiliki sikap gaya hidup shopaholic di antaranya,
1. Shopaholic yang fanatik pada merek tertentu. Fanatik terhadap merek tertentu menjadikan individu selalu membeli barang dengan merek tertentu agar mereka terlihat keren di depan teman-temannya bahkan hanya sekedar agar disanjung oleh teman-teman mereka, contoh individu yang memiliki sikap gaya hidup shopaholic adalah kolektor barang yang mengoleksi banyak barang hanya untuk pajangan.  
2. Shopaholic yang memakai barangnya hanya 1-3 kali pakai. Gaya hidup shopaholic rasa bosan atau gengsi, rasa bosan dan gengsi juga menyebabkan individu memiliki gaya hidup dengan ia akan memakai barangnya hanya 1-3 kali pemakaian selepas itu akan timbul rasa bosan dan gengsi untuk memakainya lagi, jenis sikap gaya hidup shopaholic ini biasanya dilakukan oleh orang kaya ataupun artis yang sangat menjaga penampilan mereka sehingga akan terus membeli agar penampilan terjaga.
3. Shopaholic yang selalu membeli berdasarkan perkembangan tren. Mereka juga sangat memerhatikan tren yang sedang populer saat ini agar tidak ketinggalan zaman, sehingga mereka memaksakan untuk membeli dengan mengesampingkan kebutuhan lainnya dan harus memiliki apapun yang menjadi tren masa kini.
4. Shopaholic yang selektif dalam soal kualitas. Walaupun berharga mahal apabila kualitasnya bagus maka ia akan langsung membelinya tanpa berpikir panjang lagi. Mereka akan membeli agar keinginannya tersebut terpenuhi. Kualitas barang merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam membeli suatu barang, sehingga mendorong individu untuk membeli barang tersebut. Karena kualitas merupakan hal yang penting dalam menjaga penampilan, dan penampilan merupakan lambang strata seseorang, penampilan sangat dijaga dengan melihat dari segi kualitas.
5. Shopaholic yang menunjukkan gejala impulsif di tempat. Tidak berniat membeli apapun saat di rumah, namun saat datang ke tempat berbelanja ia menjadi sangat mudah tergoda dan akhirnya membeli apapun yang dirasa olehnya bagus
6. Shopaholic yang senada. Apapun yang dipakai harus senada dari segi warna, bentuk dan lainnya. Apabila ia ingin memakai satu barang dan tidak memiliki aksesoris dengan warna yang sama, maka ia akan langsung membeli yang baru.  
7. Shopaholic yang senang membeli semua warna. Apabila saat berbelanja ia senang dengan satu jenis barang, maka semua varian warna dari barang tersebut akan dibeli juga. warna dari apa yang dikenakan sehingga individu dilihat menarik dan menunjukkan kelas sosial yang ada pada dirinya. Karena kelas sosial pada beberapa individu sangat dijaga agar mereka terlihat lebih menarik dibandingkan orang di sekitar mereka
8. Shopaholic yang mudah terayu oleh bujukan. Iklan merupakan sarana untuk mempromosikan produk di mana kebanyakan pada iklan bertujuan untuk menarik yang melihatnya agar membeli atau mengonsumsi produk tersebut ini yang menyebabkan individu banyak tergiur dan akhirnya membeli produk tersebut. Apabila teman atau pelayan toko melebih-lebihkan suatu barang maka ia akan langsung membeli tanpa berpikir panjang lagi.  
9. Shopaholic yang pantang untuk kalah dari orang lain. Apapun yang dimiliki orang lain, maka ia juga harus memilikinya. Bahkan harus memilikinya terlebih dahulu sebelum orang lain. Individu dilihat menarik dan menunjukkan kelas sosial yang ada pada dirinya. Karena kelas sosial pada beberapa individu sangat dijaga agar mereka terlihat lebih menarik dibandingkan orang di sekitar mereka atau dengan kata lain tidak mau kalah dengan orang yang ada di sekitarnya

F. Dampak Shopaholic
1. Efek jangka pendek
Efek jangka pendek yang dialami oleh shopaholic adalah mereka akan merasa positif. Dalam banyak kasus, mereka mungkin merasa bahagia setelah selesai berbelanja, tapi perasaan itu terkadang tercampur dengan kecemasan atau rasa bersalah, perasaan itulah yang mendorong mereka untuk kembali berbelanja.

2. Efek jangka panjang
Efek jangka panjang yang dirasakan oleh shopaholic mungkin bervariasi. Shopaholic cenderung menghadapi masalah keuangan, dan mereka juga banyak yang kewalahan dengan utang. Dalam beberapa kasus, mungkin mereka hanya menggunakan kartu kredit hingga mencapai batas maksimal, namun dalam kasus lain mereka mungkin menunda biaya cicilan rumah dan kartu kredit bisnis mereka. Jika Anda menjadi shopaholic, hubungan pribadi Anda juga akan menderita. Anda mungkin berakhir bercerai atau menjauhkan diri dari keluarga, kerabat, dan orang-orang terkasih lainnya.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Pengertian Shopaholic, Ciri, Pola Pikir, Penyebab, Jenis, dan Dampaknya"