Pengertian Kepemimpinan Situasional, Ciri, Kelebihan, dan Kekurangannya
Kepemimpinan Situasional |
A. Pengertian Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan situasional adalah gaya kepemimpinan yang selalu berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi dan bersifat fleksibel dalam beradaptasi/menyesuaikan dengan kematangan bawahan dan lingkungan kerjanya. Teori kepemimpinan situasional menunjukkan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik.
Pemimpin harus dapat beralih dari satu gaya kepemimpinan ke gaya lainnya untuk memenuhi perubahan kebutuhan organisasi dan karyawannya. Blanchard dan Hersey menganggap, leadership seringnya jadi tidak efektif jika pendekatan yang sama diterapkan dalam semua situasi. Pemimpin situasional harus dapat mengevaluasi tim atau organisasi mereka dengan mengamati dan bertanya atau berdiskusi tentang situasi organisasi saat ini.
Kepemimpinan situasional adalah teori kepemimpinan yang pertama kali dibuat oleh Kenneth Blanchard dan Paul Hersey (1982) yang bertolak dari siklus kehidupan manusia. Menurut penelitian yang mereka temukan bahwa gaya kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari situasi ke situasi yang lain. Untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif harus diawali dengan mendiagnosis situasi sebaik-baiknya.
B. Ciri Kepemimpinan Situasional
Bagaimana cara seseorang memimpin akan banyak tergantung pada situasi yang dihadapi saat itu, serta faktor-faktor lain yang berkontribusi untuk menuntaskan pekerjaan (seperti sifat kelompok atau tipe tugasnya). Jadi, yang berubah adalah gaya manajemen si pemimpin dengan mengikuti keadaan. Bukannya pengikut yang diharuskan beradaptasi dengan gaya pemimpin.
Terdapat empat gaya dasar yang terkait dengan teori kepemimpinan situasional Menurut Hersey dan Blanchard di antaranya,
1. Mengarahkan/telling (S1). Pemimpin memberi tahu bawahan apa yang harus dilakukan, kemudian menjelaskan bagaimana cara melakukannya. Tahap ini mirip dengan gaya kepemimpinan otokratis.
2. Menjual/selling (S2). Pemimpin bertujuan ‘menjual’ ide dan pesan kepada bawahan untuk membuat mereka paham dan ikut serta dalam proses dan tugas. Tahap ini melibatkan supervisi serta diskusi proaktif antara pemimpin dan bawahan.
3. Berpartisipasi/participating (S3). Tahap ini menggunakan pendekatan demokratis yang memungkinkan pemimpin memberi lebih banyak kelonggaran bagi bawahannya. Pemimpin masih mengarahkan di beberapa area. Akan tetapi, bawahan berperan aktif untuk membuat keputusan dan menentukan cara menyelesaikan tugas.
4. Mendelegasikan/delegating (S4). Ini adalah tahap terakhir di mana pemimpin sepenuhnya “lepas tangan” terhadap cara kerja bawahan. Dalam artian, pemimpin sudah tidak lagi terlibat dalam proses pembuatan keputusan karyawan.
Agar teori kepemimpinan situasional berjalan efektif, Blanchard dan Hersey menyarankan pemimpin lebih dulu mengidentifikasi tingkat kesiapan anggota tim terhadap peran serta tugasnya dalam organisasi. Tingkat kesiapan dan pemahaman karyawan dalam teori ini disebut sebagai readiness level.
Penilaian readiness level digunakan untuk memahami sejauh mana tingkat pengetahuan dan kompetensi orang yang harus dikelola pemimpin. Teori Hersey dan Blanchard mengidentifikasi readiness level dalam empat kategori di antaranya,
1. R1: Anggota kelompok tidak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemauan untuk menyelesaikan tugas.
2. R2: Orang tersebut sebetulnya bersedia dan antusias menyelesaikan tugas, tapi tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan untuk melakukannya.
3. R3: Anggota kelompok memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengerjakan tugas, tetapi tidak mau bertanggung jawab atau menyelesaikannya.
4. R4: Anggota sangat terampil, berpengetahuan mumpuni, bersedia, dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas.
Kemudian berdasarkan pemahaman yang diperolehnya mengenai setiap anggota, barulah pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan mana yang diperlukan untuk membimbing tim mencapai tujuan secara efisien.
C. Kelebihan dan Kekurangan Kepemimpinan Situasional
Lewat kepemimpinan situasional, lingkungan kerja dapat menjadi lebih nyaman dan efektif karena budaya serta cara manajemen dibentuk oleh pemimpin mengikuti kesiapan dan kebutuhan tim. Hal ini tentunya dapat memengaruhi kinerja grup secara keseluruhan, karena pemimpin menggunakan gaya yang memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja dan keefektivitasan mereka.
1. Kelebihan
a. Menyelaraskan tone kinerja yang umum.
b. Menonjolkan pengaruh multi-arah.
c. Memanfaatkan penugasan yang spesifik sebagai ukuran kinerja ketimbang menyeragamkan penugasan untuk banyak individu yang berbeda.
d. Memungkinkan pemimpin mendorong perubahan perilaku secara efektif.
e. Mempercepat laju dan kualitas pengembangan karyawan
f. Mengajarkan para pemimpin untuk menafsirkan dan menanggapi lingkungan mereka secara akurat dan efektif.
2. Kekurangan
a. Menciptakan kebingungan dalam kelompok ketika pemimpin harus mengubah pendekatannya untuk satu anggota tim, bawahan dapat mempertanyakan maksud dari pendekatan tersebut.
b. Anggota tim membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang tiba-tiba.
c. Dapat mengganggu semangat tim dan hubungan dengan pemimpin.
d. Berpotensi jadi tindakan manipulatif dan koersif jika tidak dilakukan dengan cermat dan hati-hati oleh pemimpin.
Dari berbagai sumber
Post a Comment